Topswara.com -- Pacaran hingga hamil di luar nikah kini marak terjadi, bahkan dipandang sebagai sesuatu yang biasa. Seperti yang baru-baru ini dilansir kompas.com (10/9/2022), siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jumapolo, Karanganyar yang mengalami kontraksi saat jam pelajaran, akhirnya melahirkan bayi dan dinikahkan. Kapolsek Jumapolo AKP Hermawan menjelaskan, pihaknya turut mendampingi kasus siswi SMA tersebut.
Padahal zina adalah salah satu dosa besar. Maraknya kehamilan di luar nikah seharusnya menjadi teguran bagi orang tua, bahkan negara, mengapa bisa terjadi? Padahal zaman sudah modern mengapa perilaku manusia mengalami kemunduran?
Kondisi ini mengonfirmasi bahwa remaja hari ini mengalami sakit parah. Tata pergaulan saat ini sangat hancur. Akutnya tata pergaulan ini terjadi tidak lepas dari kurang berperannya tiga unsur yang berpengaruh pada pendidikan, yaitu keluarga/orang tua, masyarakat, dan negara. Orang tua belum bisa optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik.
Masyarakat yang makin individualis dan menganggap pergaulan bebas sebagai hal yang lumrah. Demikian pula negara yang berperan dalam mengambil kebijakan proteksi terhadap generasi. Semua ini dampak dari diterapkannya sistem sekularisme yang mana memisahkan kehidupan dengan agama. Agama hanya dijadikan ibadah ritual saja. Dalam bergaul tidak ingin diatur oleh agama, sehingga menciptakan manusia yang bebas dalam bertindak alhasil kehamilan diluar nikah marak terjadi.
Kemudian, dilansir dari okezone.com (5/4/2013) Berpatokan pada pasal 32 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, maka setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak terkecuali para siswi yang tengah mengandung.
Namun pada kenyataannya, siswi hamil tidak lagi mendapatkan hak yang sama dengan pelajar lainnya. Mereka justru dikeluarkan sehingga tidak dapat mengikuti Ujian Nasional (UN). Hal ini melahirkan keprihatinan dari Psikolog Anak dan Pendidikan Karina Adistiana.
Pergaulan bebas menjadi problem besar dunia pendidikan, kasus siswa melahirkan di sekolah sepatutnya menyadarkan bahwa kelonggaran aturan (untuk siswi hamil) atas nama hak anak justru membuka lebar siswa hamil di luar nikah.
Ini salah diagnosis, aturan tersebut tidak akan menyelesaikan akar permasalahan. UU tersebut hanya menambah atau bisa jadi mendukung remaja yang hamil di luar nikah untuk terus sekolah. Memang pendidikan adalah hak setiap anak. Namun pendidikan di sistem sekularisme tidak akan menciptakan manusia yang berkepribadian Islam. Oleh karena itu dibutuhkan peran negara untuk menerapkan Islam secara kaffah.
Sebagai din yang sempurna, Islam telah melarang dengan tegas segala perbuatan yang mendekati zina dalam QS Al-Isra ayat 32:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Allah melarang mendekati zina, seperti melihat video/gambar yang memuat pornografi, berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi, chatting/telepon dengan lawan jenis yang mengarah pada interaksi seksual, berpacaran, bercampur-baur antara laki-laki dan perempuan tidak ada hajat syar’i dan segala bentuk yang memunculkan dorongan seksual. Semua celah yang mendekati zina ini harus ditutup rapat sehingga tidak ada peluang atau dorongan orang untuk melakukan perzinaan.
Islam telah menetapkan sejumlah rambu interaksi pria dan wanita, antara lain tidak boleh berdua-duaan (khalwat), kemudian dilarang untuk campur baur pria dan wanita (ikhtilat), menjaga pandangan (gadhul bashar), jika pun terjadi interaksi hanya boleh dalam perkara medis, muamalat, dan pendidikan.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari semua pihak untuk membangun ketakwaan individu melalui pendidikan dan nasihat atau taujih dari mubalig dan mubaligah. Dibutuhkan juga kontrol masyarakat sehingga ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang mendekati zina berupa pacaran dan khalwat masyarakat tidak segan untuk menegur, mengingatkan dan menasihati agar tidak sampai terjadi perzinaan.
Tidak kalah penting peran negara untuk membuat kebijakan yang menutup semua tempat hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi, melarang iklan yang mengumbar aurat, melarang media baik cetak, elektronik, maupun media sosial menampilkan pornografi atau pornoaksi.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar