Topswara.com -- KPU dan DPR melalui Komisi II dan Pemerintah telah menyepakati pentahapan pemilu 2024. Pemilu dijadwalkan akan digelar secara serentak pada 14 Februari 2024. Sementara Pilkada serentak akan dilaksanakan pada 27 November 2024. ( https://www.dpr.go.id)
Telah maklum, Pemilu Presiden menjadi perhelatan ‘akbar’ nasional untuk memilih dan menentukan pemimpin yang akan menahkodai negeri ini. Tidak kalah semarak yakni Pilkada. Memilih dan menentukan kepala daerah yang akan memimpin daerah masing-masing.
Kontestasi pasangan Capres-Cawaprespun mulai muncul dan dipersiapkan. Nama-nama lama dan baru mulai memanas diperbincangkan dan dicari elektabilitasnya. Di level atas, nama-nama yang dimunculkan mulai sering tampil berbicara atau bersuara di tengah rakyat entah untuk mengambil simpati atau memang memiliki ide dan gagasan untuk perbaikan negeri. Di level bawah, para simpatisan juga mulai memanas bahkan tidak sedikit yang saling hujat. Menghujat bakal lawan ‘jagoannya’ dan menyanjung puja ‘jagoannya’.
Kontestasi di Tengah Jeritan Rakyat
DPR bersama pemerintah dan penyelenggara Pemilu telah menyepakati besaran dana pelaksanaan Pemilu 2024, yakni Rp76,6 triliun. Nominal Rp76, 6 triliun bukanlah angka yang sedikit, di tengah jeritan rakyat akibat bertubi-tubi menghadapi berbagai kebijakan yang seakan kehilangan rasa empati dan nurani terhadap beban hidup rakyat yang belum lagi usai terdampak pandemi Covid-19.
Mahalnya bahan-bahan kebutuhan pokok seperti telur, minyak goreng, gula dan lainnya cukup menjadi beban bagi rakyat. Yang terbaru adalah kenaikan harga BBM, hingga rakyat seakan hanya bisa mengelus dada. Para petinggi negeri hanya bisa berseloroh “jangan cengeng”, “naik sepeda lebih irit” dan seterusnya seperti yang sudah-sudah. Padahal kenaikan harga BBM tentu berdampak pada harga barang atau jasa yang lain. Bantalan sosial sebesar Rp 600.000 tentulah tidak mampu mengcover dampak kenaikan BBM bagi masyarakat.
Beban rakyat bukan hanya tentang mahalnya bahan kebutuhan pokok. Kenaikan PPN dan PPh juga membuat rakyat makin terengah-engah. Menurut para ekonom, kenaikan PPN ini akan memicu inflasi di atas 1,4 persen dan berpengaruh pada kenaikan harga BBM -seperti yang sudah terjadi hari ini-, kenaikan TDL nonsubsidi serta LPG. Kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan juga mesti ditanggung oleh rakyat.
Entah apa yang diperebutkan dalam kontestasi ini. Jelasnya, nampak secara terang benderang kehidupan rakyat sedang terhimpit.
Derita Rakyat Buah Sistem Kapitalisme
Derita rakyat seperti ini tidak mengherankan jika terjadi di negara yang gersang dari sumber daya alam. Pasalnya kekayaan alam negeri ini melimpah ruah.
Indonesia masuk dalam 10 besar dunia sebagai pemilik cadangan dan produksi beberapa komoditas mineral. Menurut United States Geological Survey (USGS), 23 persen cadangan nikel dunia ada di perut bumi Indonesia.
Menteri ESDM menyebutkan ada bauksit yang menempati nomor enam pada jumlah cadangan dan produksi dunia. Selain itu, cadangan tembaga Indonesia menempati posisi tujuh dan produksinya ada di posisi 12 dunia.
Komoditi emas berada di posisi lima pada potensi dan enam pada produksi. Produksi timah Indonesia mencapai 17 persen dari cadangan dunia atau berada pada posisi kedua, begitu pula dengan produksinya. Belum lagi, Logam Tanah Jarang dan Lithium yang potensinya sangat besar, namun belum dapat diproduksi karena Indonesia belum memiliki teknologi untuk memisahkan dan memurnikan. (https://www.merdeka.com).
Potensi batu bara dalam jumlah besar terutama di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Simpanan minyak bumi Indonesia tersebar hampir merata di seluruh pulau negeri ini. Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Maluku, Seram, Papua dan beberapa kawasan lepas pantai. Dan masih banyak lagi kekayaan alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada negeri ini.
Pertanyaannya, apakah rakyat menjadi makmur sejahtera dengan kekayaan ini?
Kepemimpinan Adalah Amanah
Nyatanya rakyat hanya menjadi saksi debu-debu penambangan, berdampak pada kesehatan dan menanggung kerusakan lingkungan akibat eksploitasi SDA oleh korporasi baik domestik maupun asing yang serakah. Belum lagi dampak ekonomi dan sosial lainnya. Kesenjangan kesejahteraan kian lebar.
FORBES telah merilis daftar orang-orang terkaya di dunia 2020. Dari 2.095 miliarder yang dirilis Forbes, 13 orang Indonesia ternyata masuk dalam daftar orang terkaya dunia. Jika diakumulasi, total kekayaan 13 pengusaha Indonesia itu mencapai lebih dari Rp 887,6 triliun. Setengah dari APBN 2020. (www.islampos.com). Riset International Forum on Indonesian Development (Infid) menyebutkan kekayaan 1 persen penduduk Indonesia setara dengan 45 persen kekayaan nasional. Kemiskinan juga turut mempengaruhi meningkatnya kriminalitas.
Kebijakan-kebijakan tidak populis terus diproduksi oleh Pemerintah. Rakyat harus gigit jari ketika Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. Rakyat tidak bisa berkutik menghadapi mahalnya harga-harga kebutuhan pokok mereka.
Kisah suram ini tidak akan berkesudahan selama tatanan negara dijalankan dengan bingkai sistem kapitalisme yang berkelindan dengan demokrasi. Sistem kapitalisme merupakan wadah berkuasanya orang-orang yang haus dan serakah akan materi. Jabatan dan kekuasaan dilihat dalam paradigma materi. Begitulah yang terjadi di negara-negara kapitalisme yang lain. Seketika setelah berkuasa, harta kekayaan akan melonjak naik.
Kontras dengan Islam. Kepemimpinan yang dikehendaki Islam adalah kepemimpinan yang berpegang pada Islam yang dibawa Rasulullah Saw dalam menyelesaikan berbagai persoalan, menjadi benteng untuk menjaga dan memelihara rakyat baik Muslim maupun non muslim. Pemimpin yang bertakwa, ikhlas dan mumpuni.
Diriwayatkan dari Abu Dzar dia berkata, saya berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai pejabat)?" Abu Dzar berkata, "Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda: "Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar." (HR. Muslim – no. 3404).
Abu Dzar al Ghifari adalah shahabat yang membela Islam disaat umat Islam masih tertindas, shahabat yang berani mengumumkan keIslamannya didepan kafir Quraisy hingga mereka memukulinya sampai pingsan dan beliau tidak jera untuk mengulanginya, sahabat yang mengajak satu kampung masuk Islam, sahabat yang zuhud dan wara’, namun Rasulullah menilai Abu Dzar tidaklah punya kapabilitas sehingga mampu memegang jabatan.
Tugas dan tanggung jawab utama dan berat pemimpin saat ini adalah kewajibannya menjalankan syari’at Allah SWT dalam memimpin. Sebab pangkal mula permasalahan negara hari ini adalah tidak menjalankan tuntunan Allah SWT dan RasulNya SAW. Aturan dibuat sekehendak manusia yang sarat dengan kepentingan. Allah SWT berfirman dalam surat al Maidah ayat 48 yang artinya, “maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”
Islam menjadikan pemimpin bertanggung jawab atas kesejahteraan, keamanan, kenyamanan dan pemenuhan segala kebutuhan rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.
Kepemimpinan ini juga akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka.” (Hr. Bukhari dan Muslim).
Walhasil, sistem kapitalisme telah menciptakan negara oligarkhi, mematikan fungsi negara (penguasa) sebagai pengayom dan pelindung rakyat. Memproduksi berbagai permasalahan hidup di segala aspek kehidupan manusia.
Wallahu a’lam bishawab
Oleh: Munajat Ulya
Pemerhati Sosial
0 Komentar