Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebocoran Data Publik, Ada Apa dengan Indonesia?


Topswara.com -- Dunia maya dihebohkan dengan informasi bocornya data registrasi kartu seluler prabayar. Data ini disebut-sebut diperjualbelikan di internet. Jika benar terjadi kebocoran, subjek data wajib diberi tahu. Jika tidak ada, juga perlu klarifikasi tidak benar agar tidak terjadi kepanikan, kata Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid, dikutip dari detik.net (Jumat 2/9/2022).

Kebocoran data di Indonesia terjadi beberapa kali dan ini jelas mengkhawatirkan. Hal yang sama yang terjadi di PLN pun membocorkan lebih dari 17 juta data yang dijual ke forum peretas. Data-data yang bocor di antaranya identitas dan nama pelanggan, tipe energi, KWH, alamat, nomor, dan tipe meteran serta nama unit UPI. Begitu pula yang dialami Indihome. Sekitar 26 juta data bocor dari anak perusahaan PT Telkom Indonesia, dan ini dibagikan ke dalam forum peretas yang sama.

Pada 2021, kebocoran terjadi pada aplikasi untuk plaju antarprovinsi dan antarnegara di Elektronik Health Alert Card (eHAC) yang juga sempat meresahkan masyarakat Indonesia. Data-data yang bocor adalah data KTP dan paspor, serta data hasil tes Covid-19.

Pada tahun 2020, kebocoran terjadi pada platform Tokopedia terhadap 91 juta pelanggan, Bhinneka 1,2 juta pelanggan, dan pemilih dari Komisi Pemilihan Umum Indonesia sebanyak 2,3 juta orang.

Kebocoran data terus berulang, dan hal ini sangat meresahkan masyarakat. Bagaimana tidak, saat kebocoran data terjadi, akan ada kejahatan yang mungkin muncul. Data akan disalahgunakan untuk menyerang dan merampas hak milik orang lain, bahkan bisa membahayakan nyawa orang lain. 

Ada banyak kasus yang terjadi, misalnya data NIK dan nomor ponsel bisa menjadi perantara penipuan pinjaman online (pinjol) atau pembobolan rekening tabungan yang bisa diakses dengan mudah lewat nomer ponsel. 

Bisa jadi nomer ponsel kita juga sudah tersebar dan dijadikan target telemarketing dengan menawarkan produk atau jasa yang akhirnya dapat membuat kita merasa tidak nyaman lagi dengan nomor ponsel tersebut.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Pemerintah mengingkari tanggung jawabnya untuk memberi jaminan pengamanan bagi data publik. Seharusnya negara bertanggungjawab memproteksi data pribadi rakyat seperti NIK, nomer ponsel, dan lain-lain yang sifatnya pribadi. Namun sangat disayangkan kebocoran data publik berulang kali terjadi dan ini sangat mengkhawatirkan.

Dalam Islam, keamanan rakyat adalah prioritas negara. Hal ini terbukti dengan tidak bolehnya negara memata-matai warga negara di dalam negara Islam.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 12:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Islam mengajarkan dalam pendidikan akidah, untuk tidak melakukan pencurian apa pun bentuknya, termasuk pencurian data; mencari rezeki dengan cara yang halal serta keyakinan penuh bahwasanya pemberi rezeki adalah Allah. Dengan begitu, seseorang akan selalu bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah. 

Terjaminnya aspek ekonomi ini didukung dengan perlindungan negara dalam ketercukupan sandang, pangan, dan papan masyarakat. Penguasa akan memberikan ketiga hal tersebut, jika dirasa seseorang mengalami kekurangan.

Dalam sistem Islam sudah menjadi tanggungjawab negara untuk memproteksi data-data pribadi rakyatnya. Departemen Dalam Negeri bertugas untuk menjaga keamanan dalam negeri sekaligus menjaga data-data pribadi rakyatnya, di mana data publik tersebut akan dikelola oleh Struktur Administrasi (kemaslahatan umum). Untuk data yang bersifat substantif, terlebih dahulu akan ada izin dari pemilik data, agar data pribadinya dapat dipergunakan secara legal.

Jika terjadi kebocoran data publik, ini berarti telah terjadi pelanggaran syariat, maka peran Departemen Dalam Negri dapat bertindak dan mengusut lebih lanjut. Sehingga dengan cara ini kesimpang siuran kebocoran data publik dapat teratasi dengan tidak saling tuding siapa yang harus bertanggungjawab, dan perlindungan data serta permasalahan kebocoran data publik dapat teratasi dengan cepat.

Saat syariat Islam dijalankan dengan sempurna, kehidupan yang aman serta sejahtera akan tercipta. Wallahu alam bishawab.


Oleh: Halimah
Aktivis Muslimah Kab. Bandung


Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar