Topswara.com -- Dilansir dari Kompas.TV (31/7/2022) memberitakan, di masa depan orang tua diprediksi semakin kesulitan membiayai anaknya untuk sampai kepada jenjang pendidikan tinggi. Hal tersebut didasarkan pada temuan oleh Tim Jurnalisme Data Harian Kompas yang menganalisis dan mengombinasikan data upah lulusan SMA dan Universitas dari BPS dengan data biaya studi dari 30 perguruan tinggi negeri serta swasta.
Data yang berupa kenaikan upah orangtua lulusan SMA rata-rata 3,8 persen per tahun, sedangkan kenaikan upah orangtua lulusan universitas rata-rata 2,7 persen per tahun. Dari data tersebut diperbandingkan dengan data kenaikan biaya studi di perguruan tinggi.
Biaya studi di perguruan tinggi diperkirakan naik 6,03 persen per tahun. Tentu saja, terlepas dari faktor-faktor lain sebagai sumber pendapatan untuk pembiayaan kuliah, dari pembacaan data diatas secara umum dapat dilihat bahwa akan terjadi kondisi tak semua keluarga dapat menuntaskan kuliah anak hingga lulus meski sudah menabung sejak dini.
Menanggapi temuan ini dikutip dari Harian Kompas, 28 Juli 2022 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan/ Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan jika ada kenaikan masih di bawah inflasi. Bahkan, dalam tiga tahun ini tidak ada kenaikan UKT di PTN.
Selain itu, Pemerintah membuka program bantuan finansial melalui Kartu Indonesia Pintar untuk kuliah. Terdapat pula beasiswa untuk mahasiswa dari keluarga kurang mampu ini pada tahun 2022 yang memiliki kuota 185 ribu orang. Beasiswa Kartu Indonesia Pintar untuk kuliah diperuntukkan bagi mahasiswa yang orangtuanya berpenghasilan maksimal Rp 4 juta per bulan.
Pada intinya, Pemerintah menjanjikan biaya pendidikan tinggi khususnya perguruan tinggi negeri akan semakin terjangkau dan diharapkan generasi muda bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Mampukah harapan tersebut tercapai?
Sikap optimistis tentu saja diperlukan, tetapi pembacaan kondisi juga tak kalah penting. Mengingat tak bisa dipungkiri bahwa kondisi ekonomi pasca pandemi, seluruh dunia tak terkecuali negeri kita mengalami resesi dan krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya angka inflasi.
Laju inflasi RI pada Juni 2022 secara tahunan tercatat mencapai 4,35 persen atau yang tertinggi dalam lima tahun terakhir akibat kenaikan harga pangan yang bergejolak. (www.Kompas.com)
Sudah menjadi kewajaran bila berbicara biaya pendidikan akan terkait erat dengan kondisi ekonomi termasuk juga status dan kondisi negara tersebut. Negara maju menganggarkan pendidikan dengan biaya yang besar. Dampak dari resesi ekonomi saat ini tentu saja tak sebesar yang dirasakan negara berkembang sebagaimana Indonesia saat ini.
Apalagi bila bicara pendidikan tinggi, ibarat pepatah jauh api dari panggang. Sudahlah kondisi ekonomi semakin sulit, di sisi lain pemerintah pelan-pelan menghapus subsidi perguruan tinggi dengan berubahnya status perguruan tinggi negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang berakibat, perguruan tinggi harus memikirkan sumber pendanaan bagi terselenggaranya pendidikan tinggi di kampusnya.
Padahal, pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan bagi warga adalah negara. Karena, maju dan mundurnya negara tak bisa dilepaskan dari tingkat kemajuan berfikir rakyatnya.
Bila pendidikan tinggi semakin sulit digapai, bagaimana ke depan mampu tercetak tenaga-tenaga ahli yang professional dan mumpuni di bidangnya? Yang ada justru hanya tenaga-tenaga yang siap menjadi pekerja saja, bahkan bisa jadi di bawah itu.
Kondisi demikian akan membuat kehidupan generasi makin terpuruk di masa depan karena Pendidikan tinggi hanya bisa terjangkau oleh sebagian kalangan saja yaitu masyarakat berada.
Padahal, pendidikan termasuk pendidikan tinggi adalah hak semua orang baik yang kaya maupun yang miskin. Semua mempunyai potensi dan tugas yang sama juga sebagai anak bangsa untuk memajukan bangsa dari kebodohan.
Gambaran pendidikan termasuk pendidikan tinggi yang adil sudah pernah diterapkan pada masa kegemilangan Islam. Peradaban Islamlah yang pertama kali mempunyai perguruan tinggi yaitu universitas Al-Qarawiyyin atau jami’ah Al Qarawiyyin yang berada di kota Fez, Maroko, berdiri pada tahun 859 M. Selain itu, Universitas tertua juga yang saat ini tetap menjadi pusat pendidikan Islam dunia dan sangat terkenal adalah Universitas Al-Azhar di Mesir.
Sampai saat ini Universitas Al-Azhar tetap menerapkan pendidikan gratis sebagaimana dahulu saat didirikan oleh Khalifah Bani Fathimiyyah. Dalam Islam, semua pendidikan memang wajib digratiskan kepada masyarakat.
Ketika Islam mewajibkan semua kaum muslimin menuntut ilmu, maka pihak negara wajib untuk memudahkan pelaksanaan kewajiban tersebut. Karena penguasa adalah pihak yang diserahi amanah untuk mengurusi urusan masyarakat termasuk masalah pendidikan.
Sehingga untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang terjangkau untuk seluruh masyarakat, maka yang paling mungkin adalah dengan menerapkan kembali sistem Islam secara kaffah sehingga terintegrasi sistem-sistem lain seperti sistem ekonomi dan politik yang semuanya dilakukan berdasarkan syariat Islam.
Oleh: Ratna Mufidah, SE
Sahabat Topswara
0 Komentar