Topswara.com -- Lara hati para ibu dan penjual makanan semakin bertambah. Belum usai derita karena naiknya harga minyak goreng, kini dihantam lagi oleh naiknya harga telur. Tentu saja harga telor naik, rakyat semakin panik. Pasalnya, telur merupakan salah satu bahan pokok dari berbagai makanan.
Ini juga menjadi dilema bagi para pedagang makanan dengan bahan dasar telur. Pilihan menaikkan harga atau memperkecil ukuran makanan menjadi pertimbangan, namun tentu saja akan berdampak pada berkurangnya pembeli.
Bagi ibu rumah tangga yang memiliki pendapatan sedikit, tentu saja menjadi pukulan yang sangat keras. Karena telur merupakan pilihan sumber protein yang paling mudah dan seharusnya paling murah pula.
Jika dilihat, melambungnya harga telur menyebabkan masyarakat menurunkan pilihannya untuk membeli telur retak. Bersumber dari Sindonews.com, akibat harga telur ayam yang masih mahal, warga di Pasar Tigaraksa, Tangerang, Banten memilih untuk membeli telur pecah.
Pedagang bisa menjual 100 butir telur pecah per hari. Namun warga juga kaget karena harga telur pecah juga tak luput dari kenaikkan. Padahal kita tahu bahwa konsumsi telur retak berisiko diare karena telur tersebut terkontaminasi bakteri.
Bahkan, menurut peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi, kenaikan harga telur belakangan akibat tingginya harga jagung internasional. Hal ini tentu saja mendorong kenaikan harga jagung lokal. Padahal jagung merupakan bahan baku pakan ayam.
Menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mahalnya harga telur disebabkan permintaan telur dari Kementerian Sosial yang besar, dalam hal keperluan bantuan sosial. Selain itu, ia menjelaskan karena saat harga telur ayam turun menjadi Rp26 ribu itu terlalu murah bagi peternak.
Sehingga banyak peternak yang melakukan afkir dini atau upaya mengurangi produksi indukan dengan cara memotongnya, lalu dijual.
Sesungguhnya, kenaikan harga telur dan bahan pangan lainnya merupakan hasil dari tata kelola sistem kapitalisme. Para produsen ternak raksasa yang berasal dari negara asing menguasai produksi pakan dan bibit ternak. Akibatnya, peternak lokal terpaksa membeli pakan dan bibit dari mereka meskipun dengan harga yang tinggi. Kenaikan harga pakan ini sudah pasti mendorong kenaikan harga ternak, termasuk telur.
Bagaimana Islam memandang permasalahan ini? Dalam pandangan Islam, pemimpin dalam hal ini pemerintah merupakan pengurus, pelindung dan pelayan yang dipimpinnya, yaitu rakyat yang meliputi setiap kebutuhan pokok dari masyarakat, salah satunya masalah pangan.
Negara wajib memastikan kebutuhan pangan mencukupi dengan harga yang stabil, baik untuk konsumsi harian maupun untuk menjaga cadangan pangan dalam mitigasi bencana atau saat paceklik (musim kekurangan bahan pangan).
Cadangan pangan ini juga digunakan guna menjaga stabilitas harga. Pemerintah diharapkan dapat menyerap hasil produksi pangan dari peternak ataupun petani lokal. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus menangani distribusi hasil ternak sebagai penjagaan ketersediaan dan ketahanan pangan masyarakat.
Selain itu, negara harus berupaya sebisa mungkin meminimalkan stok yang bersumber dari impor apalagi jika hal ini berdampak pada faktor produksi dalam negeri. Jika hal ini dapat dilakukan, maka negara benar-benar dapat menjalankan fungsinya sebagai pelindung, pengurus dan penjaga rakyat.[]
Oleh: Sri Nurwulan
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
0 Komentar