"Hal ini karena orang yang datang tanpa undangan itu telah memakan makanan milik pihak pengundang tanpa seizin dia, kecuali jika pihak pengundang itu ridha dan mengizinkan,” imbuhnya.
Ia mengutip, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtâj fi Syarh al-Minhâj Juz 9 halaman 472, berkata , “Telah diketahui dari pengetahuan yang sudah tetap, bahwa haram hukumnya melakukan at-tathafful (menyusup), yaitu masuk ke tempat orang lain untuk memakan makanan yang ada di tempat itu tanpa seizin pemiliknya dalam keadaan tak diketahui keridhaan pemiliknya atau tak diketahui dugaan keridhaannya dia berdasarkan petunjuk (qarînah) yang diakui. Bahkan penyusup itu difasikkan dengan perbuatan itu jika dia melakukan perbuatan ini secara berulang-ulang.” terangnya.
Menurutnya, perbuatan mendatangi undangan walimah tanpa diundang dalam bahasa Arab disebut dengan istilah at-tathafful (اَلْتَّطَفُّلُ) yang secara bahasa bermakna “penyusupan”. Keharaman mendatangi undangan walimah tanpa undangan itu didasarkan pada beberapa hadis Nabi shalallahu alayhi wasalam, dalam kitab Sunan Abu Dawud. Diterangkannya salah satu diriwayatkan bahwa Nabi shalallahu alayhi wasalam telah bersabda,
"Barang siapa yang diundang (untuk menghadiri walimah) namun dia tidak datang, maka sungguh dia telah durhaka (tidak taat) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang masuk (ke suatu walimah) tanpa undangan, sungguh dia telah masuk sebagai pencuri, dan keluar sebagai perampas,” paparnya.
Diterangkannya, hadis ini dinilai lemah oleh para ulama karena dalam sanad hadis ini terdapat seorang periwayat hadis yang bernama Abbân bin Thâriq, yang dinilai sebagai periwayat hadis yang tidak diketahui identitasnya dalam Imam Syaukani, Nailul Authâr, halaman 1296.
“Namun walaupun hadis tersebut lemah, makna yang terkandung dalam hadis ini, yaitu adanya larangan mendatangi walimah tanpa undangan merupakan makna yang shahih yang dapat disandarkan pada hadis-hadis lain yang shahih," terangnya.
Dalam Shahih Al-Bukhâri, Kiai Shiddiq mengatakan, terdapat hadis dari Abu Mas’ûd Al-Anshâri mengatakan, “Ada seorang laki-laki yang bernama Abu Syu’aib dari kalangan Anshar, ia mempunyai seorang budak yang pandai memasak daging, ia lalu berkata kepada budaknya,’Buatlah makanan, aku ingin mengundang Rasulullah SAW dengan menyiapkan lima porsi.’ Dia lalu mengundang Rasulullah SAW dengan menyiapkan lima porsi tersebut. Lalu ada seorang laki-laki yang mengikuti Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW pun bersabda,’Engkau mengundang kami dengan lima porsi, padahal ini ada seorang laki-laki (lain) yang ingin ikut bersama saya. Sekarang terserah kamu, kamu memberi izin kepada dia atau tidak.’ Abu Syu’aib menjawab,’Aku memberinya izin.” (HR Bukhari nomor 5014).
Ia menjelaskan, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan hadis tersebut dengan berkata, “Dalam hadis ini terdapat dalil, bahwa barang siapa yang menyusup dalam suatu undangan walimah, maka pihak pengundang berhak memilih untuk mencegah penyusup itu. Jika penyusup itu kemudian masuk tanpa seizin pihak pengundang, maka pihak pengundang berhak mengusirnya, dalam Fathul Bârî Syarah Shahîh Al-Bukhârî, Juz 9, halaman 470,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan penjelasan dalil-dalil tersebut, jelaslah haram hukumnya seseorang masuk ke tempat walimah untuk memakan makanan tanpa seizin pihak pengundang.
“Kecuali pengundangnya kemudian ridha berdasarkan petunjuk-petunjuk (qarînah) yang ada. Misalnya pengundangnya mengetahui kehadiran penyusup itu dan diam saja tanpa menunjukkan atau pihak pengundang hanya tersenyum menunjukkan keridhaan pengundang,” pungkasnya[] Riana
0 Komentar