Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dunia dalam Ancaman Kekeringan, Siapa Berperan?


Topswara.com -- Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) melimpah. Baik itu SDA yang dapat diperbaharui yakni kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan seperti tumbuhan, hewan, angin, mikroorganisme, dan air. 

Sedangkan SDA yang yang tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena pemakaiannya lebih cepat ketimbang proses pembentukannya dan jika digunakan secara terus-menerus akan habis. Contohnya minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya. Pada umumnya SDA yang tak dapat diperbaharui membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas.

Lebih menakjubkannya lagi, SDA Indonesia lainnya seperti hutan, gas alam, batu bara, emas, teh, beras, tembakau, rempah-rempah, dan lainnya menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Bahkan negara yang terkenal dengan sebutan jamrud khatulistiwa ini termasuk negeri dengan sumber daya air melimpah yang memiliki enam persen potensi air di dunia. 

Meski demikian, beberapa tahun lalu pemerintah sempat memperkirakan akan terjadi kekeringan di Tanah Air, mirisnya kasus kekeringan akan dialami hampir 28 provinsi saat musim kemarau.

Dilansir dari SuaraBali.id (10/9/2022) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang Rahmatulloh Adji mengimbau warga agar mewaspadai Hari Tanpa Hujan (HTH) ekstrem panjang yang tersebar di sembilan daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Hal ini karena terkait cuaca ekstrem di daerah tersebut yakni tidak memiliki curah hujan lebih dari 61 hari. Sehingga perlu diwaspadai akan dampak bencana kekeringan. Perkiraan ini diperoleh berdasarkan perkembangan pemantauan HTH di NTT pada Dasarian I September yang diperbaharui per 10 September 2022.

Sementara itu, berdasarkan penelitian BMKG pada 2019, bulan Agustus mulai masuk musim kemarau dan 64,94 persen wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan rendah di bawah 100mm/bulan. Sehingga, akan terjadi kekeringan panjang dikarenakan beberapa faktor seperti fenomena El Nino, kuatnya Muson Australia, dan anomali peningkatan suhu udara karena perubahan iklim. Akibatnya kelangkaan air dan kekeringan tak dapat dihindari.

Kasus kekeringan terbaru yang terjadi di Indonesia adalah di Dusun Toroh, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, akibatnya 500 kepala keluarga terpaksa harus membeli air bersih sebesar 50 ribu per Minggu demi memenuhi kebutuhan minum, masak, dan mandi. 

Dilansir dari News Surabaya (03/9/2022) kekeringan yang meluas di provinsi Jawa Timur (Jatim), selain memicu krisis air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi juga berdampak pada penurunan produksi beras. Sehingga, hal tersebut mendorong Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) mengusulkan percepatan masa tanam di beberapa kota di Jawa Timur dengan tujuan menjaga produktivitas padi. Sebagaimana diketahui bahwa Jatim terkenal sebagai lumbung nasional. 

Apabila ditelisik lebih jauh, bencana kekeringan tak hanya dialami Indonesia. Sejarah mencatat, ancaman kekeringan dan kelangkaan air juga melanda negara lain, bahkan dunia. Di antaranya India, berdasarkan penelitian World Resources Institute (WRI) bencana suhu panas tinggi karena dampak kemarau panjang telah menelan 2.000 lebih korban jiwa pada 2015. 

Afrika Timur juga dilanda kekeringan sejak 2011 hingga pertengahan 2012. Sedangkan Republik Rakyat Cina (RRC) mengalami kekeringan terparah pada 2010-2011, dan banyak lagi negara di belahan bumi lainnya yang dilanda kekeringan. Lantas, mengapa Indonesia dan negara lainnya di dunia ini bisa mengalami kekeringan dan kelangkaan air? Benarkah karena faktor alamiah atau ada kesalahan lainnya?

Kekeringan merupakan bencana yang terjadi secara alamiah maupun karena manusia. Faktor alamiah misalkan karena musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga pasokan atau cadangan air dalam tanah menjadi berkurang, pemakaian air berlebih tetapi tidak diimbangi dengan banyaknya sumber air, tingkat kelembapan tanah yang minim, letak geografis, dan lainnya. 

Dari gambaran tersebut, penyebab kekeringan umumnya melalui proses alami. Namun, semakin lama seiring dengan kecanggihan teknologi dan kian majunya peradaban manusia, kekeringan pun tak bisa dihindari dan makin parah disebabkan oleh aktivitas manusianya. 

Misalkan, ketika populasi penduduk di suatu wilayah melaju pesat, permintaan air pun bertambah. Selain itu, tentu akan diikuti juga dengan pembangunan tempat tinggal, gedung sekolah, sarana rumah sakit, perkantoran, pabrik, dan lain sebagainya. Walhasil, alih fungsi lahan terbuka hijau yang digunakan berbagai bangunan memengaruhi kondisi cadangan air. Sehingga tak dimungkiri, persediaan air tanah pun akan berkurang signifikan.

Sementara itu, penanganan kekeringan yang selama ini dilakukan pemerintah di antaranya adalah membangun irigasi, waduk, memelihara dan melakukan rehabilitasi konservasi lahan dan air, melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghemat air, dan lainnya. 

Namun, nyatanya penanganan tersebut hingga kini tak mampu memberikan jalan keluar. Hal ini terbukti dengan berulangnya musibah tersebut setiap tahunnya.

Meski demikian, upaya-upaya penanggulangan kekeringan di Indonesia maupun di dunia tak juga membuahkan hasil. Kekeringan terus terjadi setiap tahunnya, kian meluas dan makin parah. Hal ini terjadi karena solusi yang dilakukan untuk mengatasi bencana kekeringan ini belum menyentuh akar persoalan yang sebenarnya. 

Walhasil, bencana kekeringan akan terus menerus terjadi. Sebab penyebab utama terjadinya kasus kekeringan ini karena kesalahan sistem. Maka, dibutuhkan solusi paripurna yaitu dengan perubahan sistemik. Apalagi persoalan kekeringan di Indonesia dan dunia ini salah satunya disebabkan karena perubahan iklim global yaitu perubahan signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan dalam kurun waktu 30 tahun atau lebih. 

Imbas perubahan iklim global sangat dirasakan manusia dan lingkungan hidup antara lain tidak stabilnya iklim, gangguan ekologis, rusaknya infrastruktur, dan lainnya. Dan tentunya ada dampak turunan yang mengikutinya baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, hingga sosial politik. 

Maka dengan demikian, kekeringan yang melanda dunia harus ada solusi yang menyeluruh, artinya bukan solusi sesaat sebagaimana yang selama ini dilakukan baik oleh Indonesia maupun negara lainnya di berbagai belahan bumi.

Liberalisasi, Akar Masalah

Di sisi lain, melimpahnya sumber daya air di Indonesian, membuat para kapitalis yang bermain di perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) seakan berlomba mendirikan perusahaan yang memproduksi AMDK, hal ini terbukti dengan adanya 7.780 produk air minum dalam kemasan di Tanah Air. Ribuan minuman itu diproduksi oleh 1.032 perusahaan. 

Terdaftarnya ribuan perusahaan tersebut disinyalir karena diberlakukannya liberalisasi oleh pemerintah. Padahal liberalisasi dalam hal ini sumber daya air tentu berdampak buruk bagi masyarakat luas, salah satunya bencana kekeringan.

Ulah para penguasa yang mengizinkan konsesi-konsesi eksploitatif atas sumber-sumber air, seperti penggundulan gunung, penambangan sungai dan wilayah sempadan air, dan lainnya sudah memberi kontribusi besar dalam mempercepat meluasnya bencana. Para penguasa seperti itu dan para pemodal di baliknya adalah bencana itu sendiri.

Air adalah salah satu sumber daya alam (SDA) yang harus diatur serta dikelola negara. Kesalahan dalam hal pengelolaan pada sumber daya air berawal dari kebijakan liberalisasi pada sektor sumber daya alam. Sudah diketahui bersama bahwa air menjadi kebutuhan vital bagi seluruh masyarakat. 

Dengan adanya liberalisasi tersebut memberikan peluang besar bagi pihak swasta, baik lokal, Aseng maupun Asing. Sehingga, negara tak memiliki peran besar di dalamnya sebab sekadar sebagai regulator. Dengan demikian sumber daya air didominasi oleh para kapitalis dan masyarakat luas acap kali menjadi korbannya, salah satunya kekeringan. 

Kejayaan Islam di Bidang Pengairan

Sejarah menceritakan, tatkala kekhalifahan Islam menjadi kekuatan dunia dan kota-kotanya menjadi metropolis, Khalifah makin antusias menata negaranya. Sistem irigasi dipercanggih dan diperluas, memperbanyak pembangunan kanal guna memenuhi kebutuhan air di kota-kota Islam yang saat itu makin berkembang pesat. 

Sehingga, kota-kotanya tak pernah mengalami kekurangan suplai air baik untuk kehidupan sehari-hari, untuk pertanian, dan perkebunan. Teknik irigasi menjadi salah satu obyek vital. Terlebih, negeri-negeri Islam didominasi memiliki jenis tanah kering. Para petani Muslim harus mencari cara untuk mendatangkan air ke lahan kering supaya bisa ditanami beragam komoditas tanaman yang sangat membutuhkan air. 

Bukti lain kemajuan peradaban Islam di bidang pengairan yaitu dengan pesatnya pembangunan kanal, sehingga dengan kanal-kanal tersebut air dari sungai dialirkan ke daratan. Kanal tak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat tetapi juga diperuntukan bagi transportasi air antara Syria dan Irak. Dengan begitu roda perekonomian berputar semakin cepat dan negeri-negeri Muslim pun menjadi lebih makmur.

Sebagai sumber kehidupan, air begitu penting bagi umat manusia. Tanpa air, kehidupan tak pernah ada di muka bumi ini. Kekhalifahan Islam berupaya mengelola dan mengatur distribusi secara adil untuk mengatur dan mengelola tata distribusi air baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian diatur melalui manajemen sistem irigasi yang profesional. Begitu beratnya tugas mengelola dan mengawasi distribusi air, sehingga otoritas sistem irigasi Sungai Murghab di Tashkent memiliki petugas sebanyak 1.000 orang.

Begitulah, tata air dikelola secara profesional dan adil pada era kejayaan Islam. Maka dari itu, semua petani dan masyarakat pada umumnya mendapatkan air secara sama, dan jauh dari bencana kekeringan. Demikianlah Khalifah dengan berdasarkan keimanannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala begitu rupa mengatur urusan rakyatnya dalam hal pemenuhan air.

Belum lagi jika dilihat dari sudut pandang keimanan bahwa orang-orang beriman senantiasa beristighfar dan bertaqarab kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yaitu dengan melakukan salat istisqa yakni salat memohon hujan tatkala dilanda bencana kekeringan.


Oleh: Nurmilati
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar