Topswara.com -- Kenaikan harga BBM telah ditetapkan. Berbagai spekulasi pun mengular. Akibatnya, beragam harga kebutuhan pokok kian meroket karena biaya transportasi naik tajam (tvonenews.com, 5/9/2022). Tak hanya itu, akibat naiknya BBM pun berimbas pada perusahaan. Dan merugikan buruh secara massal. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengungkapkan bahwa kenaikan BBM dapat memicu PHK besar-besaran (republika.co.id, 4/9/2022). Sebagai upaya untuk meminimalkan biaya produksi akibat ongkos produksi yang naik.
Senada dengan Said Iqbal, Mirah Samirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja, menanggapi bahwa kenaikan BBM sebagai tindakan nekat pemerintah yang melewati batas (mediaumat.id, 6/9/2022). Dan tentu hal ini merupakan kejutan luar biasa yang menyakitkan. Mirah pun melanjutkan bahwa keadaan masyarakat sekarang sangat tertekan. Semenjak pasca disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja. Undang-undang ini pun merangsang terjadinya PHK besar-besaran, inflasi yang tinggi, harga-harga melambung tinggi, akibatnya daya beli masyarakat pun turun drastis. Angka kemiskinan pun menanjak tajam. Ditambah kenaikan harga BBM saat ini yang penuh pertentangan dari rakyat. Bertambah pula penderitaan rakyat. Inilah potret kehidupan hari ini. Memprihatinkan.
Pemerintah telah mengantisipasi kenaikan BBM dengan pengadaan bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin terdampak. Pertanyaan besarnya, apakah BLT dapat menjadi jaminan kesejahteraan masyarakat? Nyatanya tidak. Besaran BLT yang dibagikan pun tak dapat memenuhi kebutuhan pokok harian masyarakat.
BLT dianggap dapat menjadi solusi. Namun, dalam jangka panjang, BLT ini bagai obat bius yang hanya menghilangkan rasa sakit sementara. Bukan solusi jangka panjang. Dan artinya, pengadaan BLT untuk mengantisipasi kenaikan BBM bukanlah solusi efektif. Ditengok dari pengalaman-pengalaman yang lalu, justru beragam kasus timbul karena adanya program BLT. Seperti BLT yang tak tepat sasaran karena kurang telitinya pemutakhiran data penduduk. Selain itu, parahnya lagi, program BLT menjadi sasaran empuk para "koruptor".
Fakta yang tampak ini menunjukkan bahwa pemerintah gagap melihat kondisi yang terjadi. Sebetulnya apa bedanya saat subsidi BBM dicabut atau diminimalisir dengan pengadaan BLT dari anggaran APBN? Toh, sama saja menjadi beban negara, karena sama-sama diambil dari APBN, jika ditengok dari sisi kapitalistik.
Kyai Ibnu Aziz Fathoni, Pengasuh PP Tahfidz Khoiru Ummah Rancah Ciamis, menegaskan bahwa negara wajib meringankan beban hidup rakyatnya (mediaumat.id, 6/9/2022). Karena rakyat adalah amanah bagi negara. Menurutnya, besaran belanja subsidi yang diklaim mencapai Rp 502 Trilliun, adalah pembohongan publik. Nyatanya tak sebesar yang digemborkan di media pemberitaan. Apalagi realisasinya pun jauh dari itu. Tentu ini adalah suatu kedzoliman. Dan dzolimnya penguasa terhadap rakyatnya adalah dosa besar.
Sungguh, pengurusan segala urusan umat adalah kewajiban negara. Sistem ini hanya menjadikan negara sebagai pencipta regulasi. Bukan sebagai penjamin kebutuhan seluruh rakyat. Termasuk dalam pengadaan subsidi BBM. Pengelolaan BBM yang karut marut seperti yang terlihat saat ini, tak lain karena liberalisasi migas, walhasil ladang migas yang dicaplok oleh korporasi. Sebetulnya pengelolaan migas, wajib diatur negara. Bukan diserahkan pada swasta, apalagi pihak asing.
Inilah fakta buruknya kapitalisasi sumberdaya. Selayaknya, segala sumberdaya utuh dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Namun, fakta ini mustahil diwujudkan jika masih berharap pada sistem rusak hari ini. Sistem kapitalisme liberalistik yang destruktif. Rusak dan merusak.
Islam mengatur segala segi kehidupan manusia, termasuk pengelolaan sumberdaya untuk sebesar-besarnya maslahat umat. Baginda SAW, bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam 3 hal, yaitu padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Sehingga jelaslah, bahwa negara wajib mengelola segala sumberdaya yang ada. Untuk seluruh kepentingan umat. Bukan untuk kepentingan komersialisasi dan kapitalisasi sumberdaya. Wallahu a'lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
0 Komentar