Topswara.com -- Setiap manusia pasti pernah mengalami futur alias kondisi penurunan kualitas iman. Gejalanya bisa berupa rasa malas, enggan dan lamban bahkan menunda-nunda dalam melakukan kebaikan yang mana sebelumnya seseorang rajin dan bersemangat melakukannya.
Hal tersebut wajar. Karena al imanu yazidu wa yanqush. Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Demikian maqalah sebagian hukama (para ulama ahli hikmah) menilai kualitas iman manusia. Karena manusia bukan malaikat yang konstan dalam ketaatan. Akan ada momentum di mana keimanan itu merosot kualitasnya.
Adapun yang dimaksud iman itu turun, bukanlah mengurangi bagian keimanan apalagi pada bagian pokok agama seperti iman kepada Allah SWT, kenabian Muhammad SAW, kesucian Al-Qur'an dan sebagainya. Karena keimanan pada hal-hal pokok tersebut tidak boleh berkurang apalagi hilang. Karena hilangnya keimanan pada masalah pokok dapat berakibat keluar dari agama.
Namun yang dimaksud dengan menurunnya keimanan adalah kecenderungan hati dan tingkah laku pada perbuatan maksiat termasuk malas dalam menjalankan kewajiban, na'udzubillah. Walaupun futur ini sesuatu yang wajar, lantas apakah harus dibiarkan?
Ingat, kita punya kuasa untuk menghilangkannya. Jika kita memilih untuk menghilangkannya, maka akan berbuah pahala. Sebaliknya jika kita memilih untuk membiarkannya tetap ada, maka akan membuahkan dosa.
Al imanu yazidu wa yanqush. Yazidu bith tho'at, yanqushu bil ma'shiyat. (Iman itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan)
Jadi jelas, kalau kita ingin menghilangkan kekufuran, maka kita harus memaksa diri kita untuk menjalankan ketaatan. Adapun futur jangan dibiarkan lama-lama. Karena semakin lama seseorang memelihara kekufuran, maka noda-noda dosa akan menyelimuti hati. Jika hati sudah tertutup, maka akan susah kembali ke jalan yang benar. Oleh karena itu, kalau sudah muncul tanda-tanda futur harus segera dilawan dan dihilangkan.
Memang tidak bisa dipungkiri menghindari kekufuran di lingkungan masyarakat yang sekuler seperti saat ini susahnya minta ampun.
Sekuler adalah pemahaman memisahkan agama dari kehidupan. Orang yang berusaha taat di lingkungan sekuler kadang tergoda juga untuk hidup bebas tanpa aturan Allah SWT. Sepertinya enak hidup dengan gayanya orang sekuler. Bisa bertindak bebas sesuai hawa nafsunya. Fashionnya, pergaulannya, cara perekonomiannya bebas, pokoknya semuanya serba bebas alias liberal.
Sebenarnya mereka menjadi liberal karena tidak paham jati diri. Apalagi negara membiarkan saja perilaku yang seperti itu. Justru paham sekuler liberal makin disebarkan melalui medianya. Digambarkan di dalam hidupnya, kalau hidup itu, ya suka-suka yang penting semua keinginannya didapatkan, seperti penampilan yang trendi, rumah megah, mobil mewah juga cinta. Itulah kebahagiaan tertinggi yang harus didapatkan dengan cara apapun. Sedangkan aturan Islam diabaikan.
Ditambah lagi, sistem pendidikannya juga sekuler. Kurikulumnya justru menjauhkan umat Muslim dari agamanya. Diberikan teori-teori yang bertentangan dengan maindset seorang Muslim, seperti teori evolusi, hak membuat hukum berada di tangan rakyat, beragama adalah hak bukan kewajiban dan lain sebagainya. Lalu bagaimana seorang Muslim bisa paham dengan jati dirinya?
Oleh karena itu, agar kita terhindar dari kefuturan, maka kita perlu mengkaji Islam secara kaffah. Carilah guru yang benar dan bisa membina kita menjadi Muslim berkepribadian Islam. Sehingga di tengah masyarakat yang sekuler ini, kita bisa istiqamah menjalankan ketaatan. Karena kita memahami bahwa hidup di dunia ini tidak ada tujuan lain, kecuali untuk beribadah kepada Allah SWT. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Kita juga meyakini bahwa aturan Allah SWT yang terbaik dan jika diterapkan akan membawa kemaslahatan. Sebaliknya, jika ditinggalkan akan membawa kemudharatan. Selain itu, kita butuh juga komunitas yang kondusif untuk keimanan kita. Caranya dengan bergabung bersama kelompok dakwah Islam ideologis. Bersama kelompok ini, kita juga akan bersama-sama memperbaiki masyarakat supaya selalu dilingkupi keimanan yang tinggi, yaitu masyarakat yang tidak sekular lagi mindsetnya, tapi islami.
Dakwah yang bisa mengubah masyarakat menjadi seperti itu adalah dakwah dalam rangka menghadirkan kembali negara yang mau menerapkan aturan Islam secara kaffah atau yang dalam segi Islam disebut dengan khilafah. Karena negaralah yang mempunyai kebijakan untuk membuat aturan. Tidak akan ada masyarakat yang islami tanpa aturan yang islami. Ingat, masyarakat itu bukan hanya kumpulan individu saja, tapi kumpulan individu yang mempunyai perasaan, pemikiran dan aturan yang sama.
Adapun beberapa kebijakan yang akan diterapkan khilafah berkaitan dengan keimanan individu masyarakat adalah sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan ini berbasis dengan akidah Islam dan bertujuan untuk membentuk generasi yang selain jago masalah dunia juga punya pola pikir dan pola sikap Islami. Artinya mereka akan sangat memahami jati dirinya dan akan bangga menjalankan aturan Islam.
Selain itu, media dalam khilafah juga akan dikondisikan supaya kondusif untuk menjaga keimanan warga negaranya. Tidak boleh ada konten-konten yang membawa paham sekuler. Media akan dijadikan alat untuk mengedukasi dan menguatkan ketakwaan saja. Keren bukan? Tidakkah kita merindukannya?
Oleh: Nabila Zidane
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar