Topswara.com -- Setiap manusia pernah merasakan bahwa ujian Allah SWT yang menimpanya sangat berat. Seakan-akan kita tidak mampu menanggungnya. Lelah, pusing, tidak bisa tidur, depresi, hampir putus asa. Ingin kuat, tapi bagaimana caranya?
Sebenarnya bukan beratnya ujian yang membuat kita lemah, tetapi jauhnya hubungan kita dengan Allah SWT yang menyebabkan kita seakan-akan tidak bisa menanggungnya. Padahal semua ujian yang Allah SWT berikan itu sudah melalui proses penakaran. Jadi tidak mungkin melebihi batas kemampuan kita, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 286,
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...
Memang dalam ujian apapun, kita tidak akan kuat jika hanya mengandalkan diri sendiri. Di situlah kita butuh bersandar kepada zat yang Maha Besar Pencipta sekaligus pemilik kehidupan ini, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Percayalah sangat mudah bagi Allah SWT untuk membuat yang susah menjadi mudah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah At-Talaq ayat 2,
ÙˆَÙ…َÙ† ÙŠَتَّÙ‚ِ ٱللَّÙ‡َ ÙŠَجْعَÙ„ Ù„َّÙ‡ُÛ¥ Ù…َØ®ْرَجًا
...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Itulah janji Allah SWT. Sayangnya, sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan membuat umat Islam seringkali melupakan konsep tersebut.
Kapitalisme yang memandang hidup untuk meraih kesenangan materi sebanyak-banyaknya juga membuat umat Islam salah memahami makna hidup. Dikiranya hidup itu harus senang-senang terus. Jadi, kalau mendapat ujian mengeluhnya luar biasa, tidak sabaran dan lemah dalam menghadapi ujian.
Apalagi masyarakat kapitalis menyebarkan mindset bahwa orang yang bahagia itu adalah mereka yang bebas dari ujian hidup, yang semua kebutuhannya tercukupi, semua keinginannya terpenuhi. Bisa makan enak, rumah mewah, kendaraan nyaman, pakaian dan tas branded, juga bisa travelling ke sana ke sini.
Gaya hidup seperti itu banyak dipamerkan via medsos yang membuat orang-orang yang tidak paham Islam mematok standar kebahagiaannya dengan kepemilikan dan kepuasan materi. Baru merasa bahagia, kalau setiap fase hidupnya menyenangkan seperti status orang-orang di medsos. Maka tidak heran, kalau akhirnya gampang ngenes dan stres saat menghadapi ujian hidup.
Ditambah lagi negara kapitalis tidak memberikan edukasi yang benar. Sistem pendidikannya berbasis sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Jadinya akan susah terbentuk kepribadian Islam dalam diri setiap warga negaranya, yang ada malah makin berambisi dengan dunia dan melupakan tujuan utamanya, yaitu untuk meraih ridha Allah SWT.
Oleh karena itu, di sinilah kita sangat butuh mengkaji Islam secara kaffah, yaitu supaya bisa memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Dengan mengkaji Islam bersama guru yang lurus, kita akan paham bahwa di dunia ini kita tidak mempunyai tujuan lain, kecuali beribadah kepada Allah SWT. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Beribadah secara umum berarti mentaati aturanNya secara kaffah. Manusia yang paham hal ini, akan sadar betul bahwa hakikat keberadaan kita di dunia ini adalah untuk diuji. Karena dengan ujian itu, level keimanan kita bisa terukur. Kita tidak akan dibiarkan saja mengaku bertakwa sebelum diuji dulu sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 214,
Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu.
Jadi, seorang yang beriman seharusnya menghadapi cobaan bukannya menyerah, tapi justru semakin semangat untuk membuktikan ketaatannya kepada Allah SWT dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dan insya Allah masalah seberat apa pun akan menjadi ringan.
Karena kehidupan kita sangat dipengaruhi oleh lingkungan, maka kita juga harus mengkondisikan supaya lingkungan mensupport ketaatan kita. Kita harus merubah standar kebahagiaan masyarakat yang awalnya bersumber dari materi menjadi bersumber pada keridhaan Allah SWT semata.
Caranya adalah dengan mendakwahkan Islam secara kaffah kepada mereka. Meskipun kenyataannya pembentukan lingkungan yang mensupport ketaatan tidak mungkin terwujud tanpa ada khilafah, yaitu negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.
Sebagai institusi pengurus urusan rakyat khilafah akan memberikan pendidikan berbasis akidah Islam kepada warga negaranya. Dengan begini kepribadian Islam warga negara bisa dibentuk secara kolektif. Warga negara yang berbentuk kepribadian Islam tentu akan paham bagaimana menyikapi ujian Allah SWT.
Masyarakat islami bukannya menyerah, tetapi justru semakin semangat menjadikan ujian sebagai ajang menaikkan derajat di sisi Allah SWT. Mereka juga paham bahwa sekecil apa pun ujian yang menimpa kita, bisa menghapuskan dosa-dosa kita jika kita bersabar.
Maka manusia bentukan sistem pendidikan Islam tersebut akan mudah sekali bersabar dan tetap lapang dada, meskipun sedang diuji. Masya Allah khilafah sangat mengkondisikan ketakwaan kita. Ini adalah kunci mengapa dulu di masa peradaban Islam banyak orang yang kuatnya luar biasa dalam menghadapi ujian.
Misalnya saja para sahabat yang perjuangannya luar biasa untuk menyebarkan Islam. Juga Imam Syafi'i dan imam-imam lainnya yang bersabar dengan pedihnya menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan pahala besar di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, mari bersama-sama bangkit dari keterpurukan hidup dengan mengaji Islam secara kaffah, lalu mendakwahkannya bersama kelompok dakwah Islam ideologis.
Oleh: Nabila Zidane
(Analis Mutiara Umat Institute)
0 Komentar