Topswara.com -- Di tengah kesulitan ekonomi, masyarakat berusaha memutar otak untuk menyambung hidup di negeri sendiri. Namun karena minimnya pendidikan dan keahlian, ternyata tak semudah itu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta upah yang diharapkan. Alhasil, bekerja di negeri orang alias menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan jalan keluar memperbaiki nasib dan mencari peruntungan.
Sayangnya, terkadang realita tak sesuai ekspetasi. Para PMI mengalami sejumlah masalah ketika bekerja. Semisal penyekapan, penganiayaan hingga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha membenarkan banyaknya pengaduan dari PMI terkait hak dasar yang tidak dipenuhi di Kamboja. Diketahui perusahaan investasi palsu di lokasi Phum 1, Preah Sihanoukville Kamboja merekrut tenaga kerja dengan iming-iming gaji besar melalui media sosial. Dari sinilah para WNI terjerat janji palsu. Mereka ditipu dan disekap serta tidak digaji.
Meningkatnya jumlah korban pada periode Januari-Juli 2022 telah mencapai 298 orang. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh menyediakan informasi lowongan kerja secara online.
Lemahnya pemerintah dalam memblokir akun-akun modus penipuan online dimanfaatkan oleh jaringan mafia mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari para korban. Percuma saja dengan adanya Undang Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI tidak dapat menjaminnya secara maksimal. Ini berarti telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). (Kompasiana.com, 07/08/2022).
Maka dari itu, pemerintah harus segera melakukan langkah penyelamatan PMI secara merata tanpa pilih-pilih. Dalam hal ini, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani berkolaborasi dengan Kementerian Luar Negeri akan bertanggung jawab melindungi PMI.
Di sisi lain, KBRI Phnom Penh mengimbau kepada para calon tenaga migran untuk melakukan pengecekan keabsahan kontrak kerja sebelum berangkat. Kemudian melaporkan diri melalui portal https://peduliwni.kemlu.go.id/ setibanya di Kamboja sebagai bentuk antisipasi pelayanan dan perlindungan (SuaraJakarta.id, 08/08/2022).
Sungguh memprihatinkan, pemerintah terkesan lambat menangani berbagai kasus tindak kekerasan yang dialami tenaga kerja asal Indonesia di luar negeri. Ketidak seriusan ini pula menjadi penyebab menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Selain kurangnya kepedulian pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok melalui penyediaan lapangan kerja bagi para bapak demi menafkahi keluarga. Kemudian membiarkan para ibu mengambil alih posisi dalam memperbaiki perekonomian keluarga tanpa perlindungan negara. Mereka terpaksa pergi meninggalkan kewajibannya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
Padahal, perempuan rawan terhadap praktek kekerasan, pelecehan seksual hingga aksi perbudakan atau perdagangan manusia. Di balik itu justru pemerintah menyokong dan melancarkan program pemberdayaan ekonomi perempuan melalui regulasi dan kerjasama luar negeri.
Bukannya mengentaskan masalah kemiskinan, langkah yang diambil semakin mendorong perempuan mengadu nasib di rantau orang. Gelar pahlawan devisa pun disematkan pada para PMI karena dianggap mendongkrak pendapatan perkapita negara.
Minimnya perlindungan, tidak terjaminnya pemenuhan hak pekerja sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja oleh negara ternyata masih jauh dari kata sempurna. Bahkan hukum yang diberlakukan tidak mampu menghentikan permasalahan yang ada.
Maka semakin terbukti rusaknya sistem kapitalisme sekular yang bersarang di negeri ini. Karena memang tak ada yang bisa diharapkan dari sistem buatan manusia yang mengedepankan materi semata. Agama dipisahkan dari urusan negara.
Alhasil, kesenjangan dan ketidakadilan semakin terasa. Bukannya negara mengurusi rakyat malah membuka pintu lebar bagi para pemodal berkuasa dan sewenang-wenang mengusai SDA. Baik dengan cara kerjasama maupun mendirikan perusahaan tanpa memikirkan kondisi rakyat.
Bahkan perempuan dijadikan sasaran paling menguntungkan untuk menopang negara. Sekaligus mengembangkan opini di tengah masyarakat tentang perempuan yang sukses adalah berdaya secara ekonomi, mampu menghasilkan uang sendiri tanpa bergantung pada suaminya.
Karena itu, perlu ditekankan bahwa pemerintah harus lebih serius dan fokus menjaga kemuliaan perempuan. Sejatinya dalam pandangan syariat, terdapat larangan bagi kaum perempuan untuk bepergian jauh tanpa didampingi oleh mahram. Meskipun perempuan boleh berkerja, asalkan tidak menghilangkan identitas dan kewajiban utamanya. Yaitu tetap berpegang teguh pada pada syariat Islam. Namun sesungguhnya tanggung jawab memberi nafkah berada di pundak para bapak.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an Surat An-Nur ayat 31. Bahwasanya Allah SWT memerintahkan para perempuan menjaga kehormatannya dan melarang memperlihatkan keindahan kecuali kepada mahramnya dan orang tertentu saja.
Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah bersabda, "Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka tidak dihalalkan melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali didampingi oleh ayah, suami, anak, ibu, atau mahramnya" (HR Muslim).
Islam memiliki pengaturan yang jelas dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Tak terkecuali dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya. Seperti menyediakan lapangan kerja bagi setiap individu laki-laki yang mampu bekerja dalam rangka menafkahi keluarganya.
Selanjutnya jika ada sanak saudara yang miskin, maka negara mewajibkan bagi kerabatnya atau ahli waris yang mampu untuk membantunya. Tentunya negara ikut serta menyalurkan bantuan yang diambil dari kas negara (Baitul Mal).
Sebagaimana sumber Baitul Mal diperoleh melalui tata kelola sesuai syariat islam. Adapun kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga. Kepemilikan negara, yang bersumber dari ghanimah, fa'i, kharaj, jizyah dan lainnya. Kepemilikan umum berupa air, sumber energi, hutan dan lain-lain.
Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kemaslahatan seluruh warga negara. Dan kepemilikan individu yang bersumber dari upah bekerja, warisan, pemberian negara (bisa berupa tanah pertanian, barang, atau uang modal), hibah, hadiah, dan lain-lain.
Dengan demikian, aktifitas ekonomi akan berkelanjutan dan menghapus pengangguran. Sehingga rakyat pun sejahtera karena tiada lagi kemiskinan. Sekaligus mencegah para bapak untuk menjadi PMI di luar negeri karena lapangan kerja sudah tersedia di dalam negeri. Dan para ibu akan bisa menunaikan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga demi mencetak generasi khairu ummah.
Jikalau ada kerjasama antar negara dengan membuka lapangan pekerjaan, maka keamanan rakyat harus benar-benar menjadi prioritas. Pendidikan dan kesehatan yang berkualitas juga menjadi penunjangnya. Tentunya semua ini dapat terwujud jika syariah islam diterapkan secara kaffah oleh negara. Dengan begitu kemuliaan dunia akhirat akan diraih, tanpa harus mempertaruhkan keselamatan rakyat di negeri orang.
Wallahu 'alam
Oleh: Yeni Purnamasari, S.T.
Muslimah Peduli Generasi
0 Komentar