Topswara.com -- Kamis, 24 Februari 2022 ku pacu si merah kuda besi untuk mencari tukang es buah pesanan Kakak Tiara. Dia yang kutinggalkan dengan ditemani tukang urut di rumah.
"Mbak Yati tolong urut dulu kakak. Kaki, tangan, sama punggungnya biar enak," pintaku pada tukang urut sekalian pamit untuk mencari es buah.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, es buah yang kucari ada. Aku pesan dua porsi. Sampai di rumah kulihat ia senang sekali dan ingin cepat-cepat makan es buah. Kusiapkan untuknya satu mangkuk khusus. "Gimana kak, enak?" tanyaku padanya.
"Enak bu, kakak suka," jawabnya sambil memperlihatkan senyumnya yang manis, masyaAllah kamu terlihat cantik sekali gadis remajaku. Sejak pulang dari rumah sakit entah kenapa Kakak Tiara terlihat lebih cantik wajahnya, imut dengan senyumnya yang manis.
Sore, tepat pukul 16.00 WIB datang dua orang sahabatku menjenguk Kakak Tiara. Kala itu, ia ingin bersih-bersih tubuhnya mulai dari rambutnya. Sejak mondok, ia jadi punya kutu, padahal ia tidak pernah berkutu, ya hampir semua anak pondok ada kutunya. Ia pun sempat mengeluh karena rambutnya ada kutunya. Walaupun, ia bilang tak pernah meminjam sisir atau handuk temannya tetap saja semua rata ada kutunya. "Ibu tolong sisir rambut kakak yang rapi terus kepang dua ya," pintanya.
Malam pun tiba kebiasaan kita pasti yasinan dilanjut murojaah hapalan anak-anak, tiba-tiba kakak nyeletuk, "Ibu maaf bukan begitu bacanya, ibu salah makhrojul hurufnya," katanya sambil membetulkan bacaan Al-Qur'anku. "Oh iya kak terima kasih sudah diingatkan," ucapku.
Malam itu Kakak Tiara manja sekali, mau minum obat harus ada omnya, sampai minta digendong sama omnya, ingin dipeluk ibu sampai bercanda dengan tantenya.Tak ada firasat apa-apa padaku karena besok Jumat kita mau pergi kontrol, jadi aku mempersiapkan dari malam segala sesuatunya termasuk mempersiapkan kebutuhan sekolah Teteh Kyara yang memang sudah banyak tertinggal pelajaran.
Dari malam Kakak Tiara batuk tiada henti sampai ia menangis, kuoles dadanya dengan kayu putih dan minum air hangat. Bakda shalat Subuh ia mengeluh tak bisa bernafas, lalu ia mengeluarkan kotoran dan kubersihkan dengan susah payah kubawa ke kamar mandi, setelah bersih ia tak mau lagi ke kamar tidur, tetapi memilih di ruang tamu.
"Ibu di sini saja kakak ga sanggup ke tempat tidur. Ibu ikhlaskan kakak ya," ucapnya. "Kakak ngomong apa sih, enggak kita mau ke rumah sakit mau kontrol Kakak harus sehat lagi," jawabku.
Ia terus memanggil omnya untuk datang ke rumah, "Sini om dekat kakak," katanya. Omnya terus mendekapnya aku berada di sisinya, sampai tantenya menelponnya ia masih bisa melihatnya. Tak lama ia mengucap kalimat tauhid, "La illa haillallah, la illa haillallah, la illa haillallah," ucapnya sebanyak tiga kali. Setelah itu badannya seperti lemas, aku dan omnya mengira kakak tertidur atau pingsan dalam tangis yang panik kubangunkan dengan terus memanggilnya, "Kakak bangun nak, ayo bangun," kataku.
Tubuhnya telah dingin, namun kami semua belum yakin kakak telah tiada, kami sepakat memanggil dokter. Namun, dokter tak ada, yang ada perawat sebuah klinik persalinan. Dua orang perawat itu memastikan kalau Kakak Tiara sudah tiada.
Pecah tangisku lemas badanku seakan tak bertulang, gelap pandanganku, aku tumbang ambruk seketika tak sadarkan diri. Lama hampir setengah jam tak sadarkan diri, akhirnya aku terbangun pecah kembali tangisku. Namun, kucoba menegarkan diri melihat Kakak Tiara dimandikan dan dikafani kucoba menyangga diri untuk tetap bisa berdiri tegak walau dengan tatapan nanarku masih tak percaya gadis remajaku telah terbujur kaku.
Aku memaksa untuk ikut ke makam melihat untuk terakhir kalinya, sampai ia dimasukkan ke liang lahat aku masih bisa berdiri. Tetapi, tidak bertahan lama tubuhku tumbang kembali lemas dan gelap pandanganku akhirnya ambruk untuk kedua kalinya.
Aku ikhlas melepasmu Kakak Tiara, meski sakit sekali hingga saat ini tak kupungkiri tangis kerap menyapaku setiap hari mengingatmu, merindukanmu, dadaku sesak. Pelita hatiku, penguat jiwaku kini kau telah menghadap-Nya melepaskan semua rasa sakitmu menyusul ayahmu tercinta yang selalu kau rindukan.
Jika seorang anak kehilangan ayahnya, maka sebutannya adalah yatim, jika kehilangan kedua-duanya, maka yatim piatu. Jika seorang istri ditinggal suami, maka sebutannya adalah janda, sebaliknya jika seorang suami ditinggal istri, maka sebutannya adalah duda. Tetapi, tak ada sebutan untuk seorang ibu atau ayah yang ditinggalkan anaknya, ini membuktikan Allah tahu, tak ada yang bisa melukiskan betapa hancur dan sakitnya ditinggal anak. Begitu tahunya Sang pemilik kehidupan akan perasaan hamba-Nya. Ini adalah ujian terberat dalam hidupku, namun aku yakin ini yang terbaik untukku dari skenario Yang Mahabaik. Ibu melepasmu dengan doa semoga kelak kita bisa bersama kembali, di surga-Nya yang abadi.
Oleh: Titin Kartini
Sahabat Topswara
0 Komentar