Topswara.com -- Kasus Covid-19 di Indonesia kembali meningkat dan pemerintah menetapkan kebijakan tentang panduan pembelajaran di sekolah yang diharapkan dapat mencegah penyebaran Covid-19.
Lantas, mampukah kebijakan ini mengatasi penyebaran Covid-19 di bidang Pendidikan? Bagaimana Islam memandang agar penyebaran Covid-19 terselesaikan secara tuntas?
Menurut laporan yang didapatkan dari Mendikbudristek, Nadiem Makarim, melalui Surat Edaran atau SKB 4 menteri Nomor 01/KB/2022, Nomor 4O8 Tahun 2022, Nomor HK.01.08/MENKES/1140/2022, dan Nomor 420-1026 Tahun 2022. Menyatakan, ketika yang terpapar Covid-19 kembali meningkat, maka akan diadakan diskresi terutama di bidang pendidikan.
Semacam penghentian bersekolah atau keputusan yang ditetapkan secara tiba-tiba seperti akan ditutup kembali di setiap sekolah yang terpapar Covid-19 dan diperbolehkan tatap muka sesuai keputusan dari pemerintah. Untuk itu, anak didik akan dirumahkan kembali demi pencegahan Covid-19. (kompas.com, 30/07/2022).
Rencananya, penghentian PTM dilakukan sementara selama tujuh atau lima hari dan tergantung kondisi penyebaran Covid-19 di masing-masing wilayah. Mengenai arti ‘diskresi’ itu sendiri berdasarkan KBBI adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam situasi yang dihadapi. Maksudnya, pemerintah berhak menetapkan keputusan yang berbeda seperti dalam menghadapi atau menangani pandemi.
Diskresi Jadi Solusi?
Jauh sebelum adanya kebijakan diskresi awal pandemi, upaya pemerintah dalam menangani Covid-19 terus mengalami kegagalan. Pertama, sekolah pernah ditutup, tetapi pemerintah tidak memberikan fasilitas pendukung untuk anak didik, malahan ketika daring banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli data internet.
Kedua, banyak pekerja yang di PHK, tetapi kebutuhan tidak dipenuhi secara merata oleh pemerintah, dan masih banyak lagi kegagalan selama pandemi.
Dengan adanya kebijakan baru seperti diskresi justru kembali menunjukkan tidak konsistennya pemerintah dalam menangani Covid-19 karena sudah sedari awal solusi yang ditawarkan tidak mampu menuntaskan permasalahan sampai ke akarnya.
Kini, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah kembali dirumahkan dengan alasan sudah ada yang terinfeksi Covid-19 khawatir akan terjadi penyebaran ke yang lainnya. Untuk itu, terpaksa anak didik harus kembali merasakan learning loss atau kehilangan suasana belajar.
Akan tetapi, apapun permasalahannya, pemerintah wajib bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan seperti Covid-19. Sehingga penyebarannya segera berakhir dan pendidikan pun tidak lagi menjadi korban.
Jika pendidikan terus-menerus dikorbankan dan mengharuskan anak didik dirumahkan, maka pemerintah wajib memastikan setiap anak didik mendapatkan ilmu yang bermanfaat, ilmunya bisa terapkan dalam kehidupan, dan tidak ada kendala selama proses belajar walaupun di rumah.
Yang paling dikhawatirkan ketika PTM sudah dikorbankan, tetapi penghentian terhadap penyebaran Covid-19 tidak dilakukan dan diutamakan. Padahal, dampak dari learning loss atau kerugian belajar lebih besar dibandingkan kerugian ekonomi dan kepentingan politik praktis para elite.
Karena dampaknya bisa merugikan negara dan seluruh manusia, contohnya, jika anak bangsa tidak mendapatkan pendidikan yang baik dan terarah, tidak menutup kemungkinan mereka akan memiliki sikap yang tidak baik, bahkan bisa melakukan tindakan kriminal.
Karena saat PTM diadakan saja masih banyak di antara anak didik yang melakukan tindakan kriminal. Banyak kasus yang beredar, setingkat anak SD sudah berani menganiaya teman sekelasnya sampai-sampai selama dirumahkan.
Kemudian, terdapat orang tuanya yang tidak mampu lagi membayar uang sekolah anaknya yang mengharuskan ia tidak sekolah, dan masih banyak lagi dilema selama pandemi termasuk kerugian dalam pendidikan yang kembali dirumahkan. Dalam hal ini menjadi tanggung jawab dan PR besar bagi pemerintah dalam mengatasi Covid di Indonesia.
Mengambil Solusi Sahih
Sebenarnya ketika dikembalikan kepada Islam, pendidikan itu termasuk kebutuhan dasar yang harus dimiliki manusia dan dipenuhi oleh pemerintah. Terdapat kewajiban pula bagi kaum Muslim dalam menuntut ilmu seperti ilmu Islam. Rasulullah SAW. bersabda: “Menuntut ilmu (Islam) adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka, di dalam Islam memberikan pendidikan yang layak, terarah, dan berkualitas kepada rakyat adalah kewajiban yang harus dipenuhi pemerintah. Bahkan, pendidikan itu digratiskan tanpa dipungut biaya dan siapapun dia akan mendapatkan uang sakunya, betapa enak dan nikmatnya jika Islam dipakai sebagai solusi.
Terhadap pandemi pun pemerintah akan melakukan lockdown sebagai solusi sebagaimana yang pernah dilakukan Umar bin Khatab saat terjadi wabah di Syam dan siapapun yang tidak tinggal di wilayah tersebut tidak diperbolehkan berkunjung, karena akan terjadi penularan, tetapi terhadap pendidikan dan berbagai kebutuhan rakyat selama pandemi akan tetap dipenuhi oleh pemerintah.
Dengan demikian, siapa pun yang mengambil solusi dari Islam dijamin pandemi segera berakhir, pendidikan tidak menjadi korban, dan kebutuhan rakyat senantiasa terpenuhi dan tidak disengsarakan.
Rasulullah SAW. bersabda:
فَاْلإِمَامُ اْلاَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari).
Kalau begitu, sudah seharusnya kita sepakat bahwa hanya Islam satu-satunya solusi yang mampu mengatasi persoalan umat termasuk persoalan Covid-19, yang bisa terselesaikan tanpa mencla-mencle dari kebijakan pemerintah.
Kita berharap agar pemerintah segera sadar bahwa hanya Islam sajalah solusi yang solutif sehingga pendidikan tidak lagi menjadi korban dan kebutuhan rakyat pun terpenuhi dengan sempurna.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Muzaidah
Aktivis Muslimah
0 Komentar