PT PLN (Persero) sangat mendukung hilirisasi pertambangan untuk penguatan ekonomi. Salah satu dukungan PLN diberikan untuk pengembangan Sebuku Indonesia Industrial Park (SIIP) yang dikembangkan oleh perusahaan tambang bijih besi PT Sebuku Iron Lateritic Ores atau SILO. (Liputan6.com , 24/6/2022).
General Manager PLN Unit Induk Pembangunan Kalimantan Bagian Timur (UIP KLT), Josua Simanungkalit menyampaikan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga listrik Konsumen Tegangan Tinggi SILO saat ini membutuhkan daya listrik hingga 75 mega volt ampere (MVA). Pihaknya mengaku telah membangun 111 tower yang membentang sepanjang 74,92 kilometer sirkuit (kms). Dengan koordinasi dan pengawasan yang ketat bersama seluruh stakeholder yang terlibat, UIP KLT yakin dapat melalui seluruh hambatan dalam proses pembangunan. (Pln.co.id , 24/6/2022).
Hirilisasi seakan solusi yang tepat bagi pembangunan kota ini. Hal ini digadang-gadangkan bisa memberikan kesejahteraan bagi perekonomian masyarakat. Maka, benarkan kebijakan ini menjadi solusi komprehensif atau malah menambah beban kehidupan rakyat semata?
Kapitalisme Demokrasi Sebagai Alat Para Oligarki
Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah, mulai dari sumber daya minyak bumi, hasil tambang dan sebagainya. Ini menjadi kebanggaan besar sekaligus malapetaka jika potensi ini dikelola dengan paradigma yang salah, yaitu berada dalam pusaran ideologi kapitalisme.
Sayangnya hirilisasi yang ada kebanyakan di kelola oleh swasta dalam hal ini adalah PT Silo. Walaupun hal ini dilakukan untuk perbaikan listrik dan untuk penguatan ekonomi, namun nyatanya rakyat tak kunjung terpenuhi kebutuhan akan listrik. Listrik masih berbayar dan makin tinggi biayanya.
Begitu tidak sinkron sama peraturan ini, sebagaimana UU 30 Tahun 2007 tentang energi memandatkan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Maka, peraturan dalam kebijakan hirilisasi pertambangan ini nyatanya bukan untuk rakyat, tetapi para oligarki yang bermain dan diuntungkan dalam pengelolaan ini. Sungguh negara begitu abai dalam pengurusan ini. Semua ini bermuara karena kesalahan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang diserahkan kepada para kapital oligarki.
SDA diprivitasi bukan sebagai konsumsi publik yang dijamin negara untuk masyarakat. Begitu pula, paradigma yang dibangun di negara ini. Paradigma kapitalisme demokrasi yang berorientasi profit (keuntungan) merupakan biang kerok persoalan.
Penguasa tidak lagi memperhatikan apakah kebijakan hirilisasi dengan menggandeng para swasta adalah solusi sebenarnya, nyatanya tidak. Oleh karenanya, wajar saja jika umat begitu sulit dan terbebani hidupnya yang membuat mereka mencari solusi paripurna untuk pengelolaan tambang dan pemenuhan kebutuhan dalam hal ini terkait pemenuhan akan listrik bagi mereka.
Islam Solusi Paripurna
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang melahirkan aturan yang sempurna. Kesempurnaan Islam telah Allah Swt sampaikan kepada kita melalui (Lihat QS Al-Maidah 3). Menurut pandangan Islam, harta milik umum sepenuhnya diatur oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta ataupun asing baik dalam bentuk konsesi ataupun privatisasi. Maka ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan melalui negara, maka sudah bisa dipastikan negara akan mengelola kepemilikan umum.
Sebagaimana, bahan galian tambang merupakan sumber bumi terpenting yang harus mendapatkan perhatian khusus karena betapa berharganya bahan tersebut di mata dunia. Al-Quran dan hadis pun menunjukkan betapa pentingnya membangun sebuah industri yang bisa menghasilkan dan mengolah kekayaan alam berupa bahan galian tambang di dalam perut bumi. Adapun Islam juga memberikan larangan terhadap swasta untuk berinvestasi pada kepemilikan umum.
Mengapa demikian? Karena hal ini tentu agar sumber pendapatan umum dan yang penting bagi kehidupan umat manusia tidak dikuasai oleh kehendak individu di mana ia dapat berbuat sewenang-wenang dengan harta tersebut. Beginilah penjagaan Islam dalam harta milik umum.
Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.
Selain hal tersebut, Islam telah membagi kepemilikan berdasarkan tiga bentuk:
Pertama, kepemilikan individu (private property).
Kedua, kepemilikan umum (collective property). Ketiga kepemilikan negara (state property). Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang adalah merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu atau korporasi.
Maka, hal ini merupakan ketegasan batasan kepemilikan seperti ini tidak ada ruang sedikit pun bagi para oligarki politik dan kaum pemilik modal untuk merampas hak masyarakat umum atas tambang sumber daya alam.
Pengaturan pembagian hak kepemilikan secara adil dan tidak diberikan hanya beberapa golongan atau korporat semata. Akan tetapi hal seperti ini mustahil diterapkan dalam sistem rusak kapitalisme demokrasi yang sudah dikuasai para oligarki politik dan kapitalis dalam pengelolaan tambang ini. Tidak ada jalan lain selain jalan Islam yang diturunkan oleh Zat Yang Maha Sempurna, Allah SWT.
Jalan ini tidak dapat ditempuh kecuali dengan langkah-langkah sistematis untuk mengembalikan kembali institusi politik Islam yakni khilafah islamiyah. Institusi inilah yang menerapkan politik ekonomi Islam untuk langsung mengatur kepemilikan umum masyarakat dan menerapkan kebaikan-kebaikan lainnya dalam kehidupan masyarakat, hingga kehidupan diliputi kebaikan dan keberkahan. Bukankah seperti ini yang kita rindukan?
Allah SWT berfirman: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS al-A'raf: 96).
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Qonitta Al-Mujadillaa
(Aktivis Muslimah Kalsel)
0 Komentar