Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan pada 5 -9 Agustus 2022, telah terjadi kebakaran hutan dan lahan di Samosir dengan luas yang terbakar 560 hektare dan jumlah hotspot 46 titik.
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau mencapai 1.060,85 hektare. Angka luas Karhutla tersebut dihimpun selama periode Januari hingga Juli 2022. (SelasarRiau, 5/8/2022).
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Edy Afrizal, Jumat, 5 Agustus 2022.
Selama rentang waktu terhitung setengah tahun satu bulan tersebut, Edy menyebutkan kendala yang kerap dihadapi timnya saat melakukan operasi pemadaman titik api dan firespot adalah kondisi alam dan trek lokasi kejadian Karhutla.
Karhutla berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat hingga menyebabkan kematian. Namun, tindakan pemerintah dalam mengatasi karhutla dinilai tidak menyentuh persoalan mendasar. Pada faktanya kasus kebakaran hutan bukannya berkurang justru semakin bertambah. Pembukaan hutan untuk perkebunan dan aktivitas pemukiman juga semakin dipermudah.
Manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Boy Even Sembiring mengungkapkan, kebakaran hutan yang terjadi bukan saja ulah manusia tetapi juga ulah negara sebagai pembuat kebijakan.
Even mencontohkan kebijakan tersebut seperti pemberian izin dari pemerintah pusat dan daerah terkait pemanfaatan lahan, pembukaan perkebunan, dan berbagai kebijakan yang berimbas pada kebakaran hutan.
Seperti Pasal 51 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Presiden (PP) Nomor 104 Tahun 2015 melegalkan keterlanjutan perkebunan di kawasan hutan, bahkan difungsi lindung dan konservasi.
Tentu saja ini mindset korporasi sebagai pemilik modal untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengeluarkan modal yang besar. Aktivitas membakar hutan merupakan cara termudah dan sesuai target bisnis para korporat. Karena itu, akar persoalannya adalah penerapan sistem kapitalisme yang memudahkan kaum kapitalis mengeruk untung. Sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan penguasaan lahan oleh para korporat melalui kebijakan negara. Kebakaran hutan dan lahan hanya bisa diakhiri secara tuntas dengan sistem Islam.
Hutan gambut tropis yang ada di Indonesia merupakan hutan terluas di dunia yang memiliki fungsi ekologis dan hidrologis termasuk sebagai paru-paru dunia yang dibutuhkan puluhan juta jiwa. Bukan hanya Indonesia yang memperoleh manfaat dan membutuhkan oksigen dari kelestarian hutan di Indonesia, melainkan negeri-negeri tetangga juga memperoleh manfaatnya begitu pula dampak kerusakannya akan menyebar ke berbagai negeri.
Hutan pada umumnya melekat karakter harta milik umum tidak selayaknya dikuasi oleh korporasi atau swasta untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Rasulullah SAW bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR. Abu Dawud)
Negara seharusnya adalah pihak yang bertanggung jawab atas kelestarian fungsi hutan. Baik menjaga, melestarikan dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat.
Rasulullah SAW bersabda: "Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya/ rakyatnya.” (HR. Muslim)
Artinya apapun alasannya negara haram bertindak sebagai regulator bagi kepentingan korporasi dalam mengelola hutan. Sebaliknya, negara harus bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan hutan termasuk pemulihan fungsi hutan yang sudah rusak serta antisipasi pemadaman bila terbakar. Aktivitas pembakaran hutan tentu saja dapat merusak fungsi hutan dan dapat membahayakan kehidupan masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Hak konsesi tidak dikenal dalam Islam karena pemanfaatan secara istimewa hanyalah kepada negara dengan tujuan untuk kemaslahan Islam dan kaum muslimin.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada himmah (hak pemanfaatan khusus) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud)
Jika masih terjadi kebakaran hutan dan lahan maka wajib segara ditangani oleh pemerintah karena pemerintah wajib memperhatikan urusan rakyatnya dan memelihara kemaslahatan mereka. Tentu saja harus didukung oleh pendidikan untuk membangun kesadaran masyarakat dalam mewujudkan kelestarian hutan dan manfaatnya dari generasi ke generasi. Semua ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh yakni melalui penerapan syariah Islam secara kaffah.
Allah SWT berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu". (TQS. al- Baqarah [2]: 208.
Wallahu a’lam bishshawab
Oleh: Anisa Alfadilah
(Sahabat Topswara)
0 Komentar