Topswara.com -- Katanya hutan adalah paru-paru dunia, penghasil oksigen yang akan bermanfaat bagi setiap nyawa. Katanya hutan adalah milik kita bersama, sebagai penjaga keberlangsungan hidup seluruh makhluk di dunia. Tetapi hanya tinggal ucapan semata, tidak lagi penting hingga kita pun abai darinya.
Kebakaran hutan dan lahan kembali berulang sepanjang tahun 2022 ini. Dampak yang dibawanya tidak sedikit, mulai dari kerugian kesehatan, ekonomi hingga nyawapun terancam melayang. Adapun faktor lain yang mempengaruhi terjadinya karhutlah salah satunya adalah, ulah tangan manusia yang tidak melihat dampak dari perbuatan itu.
Di Riau saja ada beberapa daerah yang terjadi karhutlah, antara lain adalah Rokan Hulu luasnya 302.50 hektar, Kampar luasnya 139.47 hektare, Bengkalis luasnya 136.70 hektare, Rokan Hilir luasnya 147 hektare, Pelalawan luasnya 113.20 hektar. Adapun aderah lain seperti Indragiri Hilir luasnya 80.50 herktare, Indragiri Hulu luasnya 31.90 hektare, Kuansing 0.50 luasnya hektare (kumparan.com, 4/8/2022).
Beberapa metode untuk menanggulangi kebakaran hutan ini sudah dilakukan oleh negara. Mulai dari patroli terpadu, peningkatan status kedaruratan, operasi udar, water bombing hingga Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Tetapi hingga kini, kasus kebakaran hutan nyatanya tidak pernah usai dan beranjak dari negeri ini, yang notabene adalah negara dengan kawasan hutan paling luas. Faktor yang sangat penting dari kebakaran hutan ini jelas ulah manusia. Ada segelintir dari mereka yang ingin membakar hutan demi kepeningan perusahaan dan pembukaan lahan industrial.
Pemerintah juga harus berperan didalamnya. Kebijakan yang harusnya diambil untuk menjaga kawasan hutan harus dapat membuat takut dan jera para pemegang uang. Namun, nyatanya pemerintah terkesan bingung dalam mengambil kebijakan. Di satu sisi mereka ingin mendongkrak ekonomi serta meningkatkan pendapatan negeri dengan memberikan izin kepada para korporat, tetapi kenyataannya bencana yang didapat.
Apalagi bencana kebakaran hutan tidak hanya berdampak di dalam negeri, namun negeri tetanggapun turut merasakannya. Ditambah adanya proyek pemindahan Ibukota Negara yang berada di kawasan hutan, sehingga memacu para pengusaha untuk membuka bisnis baru di sana.
Dengan hal tersebut, diharapkan pemerintah dengan tegas memberikan aturan. Tidak boleh tebang pilih, mengusut tuntas kasus para korporat kecil namun, membiarkan para korporat besar bebas membeli aturan dan melenggang kebal dari hukuman.
Sehingga hal tersebut terkesan sebagai tindakan pemerintah yang tidak menyentuh persoalan mendasar. Yakni kepentingan kaum kapitalis yang mengeruk untung dari “petak umpet” kebakaran hutan.
Inilah dampak sistem kapitalis, di mana dari setiap sudut aktivitas yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pihaknya, maka segala cara akan mereka tempuh. Mereka akan melahap semuanya dengan rakus dan tak pandang bulu.
Bahkan lingkungan yang menjadi tumpuan hidup setiap manusiapun disasarnya. Sebab sistem kapitalisme adalah sistem yang memandang segala sesuatu adalah materi. Mereka hidup dengan uang, jika tidak ada uang maka akan terjadi kesengsaraan.
Berbeda dengan Islam, karena solusinya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah SWT. Islam mengatur segala sesuatu sesuai fitrah penciptaan. Dalam Islam telah dijelaskan di Al-Qur’an, bahwa alam dan seluruh isinya adalah milik Allah.
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS AL Qashash : 77).
Manusia diperintahkan untuk menjaga dan memakmurkan bumi. Memakmurkan bumi di sini bermakna bahwa manusia harus mengelola lingkungannya dengan benar, dengan cara menjaga dan melestarikan.
Bukan malah merusak dan membabat habis kekayaan untuk keuntungan pribadi.
Dalam Islam dijelaskan bahwa kekayaan alam harus dikelola oleh negara dengan cara yang benar. Hasilnya diperuntukkan untuk kepentingan rakyat, baik dalam kegiatan ekonomi sampai sosial. Karena mengacu pada hadist yang berbunyi.
“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang gembala, dan api. Harganya (menjualbelikannya) adalah haram.” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Dengan hasil kekayaan alam tersebut manusia dapat hidup secara makmur tanpa terbebani oleh berbagai macam pembiayaan. Dan juga negara harus menjadi pengawas dan penjaga bagi mereka yang hendak mengkapitalisasi kekayaan dan sumber daya alam.
Memberikan sanksi tegas kepada mereka yang ingin mencari keuntungan pribadi. Memaksimalkan sumber daya alam juga manusianya, sehingga dapat tercipta teknologi yang mempuni untuk menjaga kelestarian lingkungan. Hal tersebut dapat tercipta jika negara mengemban sistem dari Allah SWT tersebut yakni khilafah islamiyah. Wallahu’alam bishawab.
Oleh: Deny Rahma
Komunitas Menulis Setajam Pena
0 Komentar