Topswara.com -- Berulang lagi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kabupaten Samosir. Api mulai terlihat dikawasan Bukit Parombahan (Simpang Gonting), Desa Aek Sipitudai, dan lahan Kawasan Bukit Desa Siboro, Kecamatan Sianjur Mulamula, yang ikut juga terbakar pada hari Jum’at 5 Agustus 2022 malam.
Catatan yang dirangkum oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara mengenai kebakaran yang melanda Samosir tersebut sudah menghanguskan hutan sekitar 40 hektare.
Diduga kuat penyebab kebakaran tersebut adalah ulah tangan manusia. Ada unsur kesengajaan dalam kebakaran tersebut. Hal inilah yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara, Herianto. Dugaan tersebut dikarenakan munculnya beberapa titik api dibeberapa wilayah, yaitu di Pusut Buhit, Harian, Tele dan Sipitu Dai.
Bahkan hingga tanggal 12 Agustus 2022, Polda Sumut membeberkan setidaknya ada 315 titik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumut. 11 orang juga telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga membakar hutan dengan sengaja. Namun mereka dilepaskan karena alasan usia mereka yang sudah lansia dan masih anak-anak.
Lemahnya hukum dalam sistem kapitalis sekuler memang tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada. Standar hukum ganda dalam sistem ini membuat masyarakat tidak akan jera untuk melakukan tindakan pidana yang merugikan orang lain. Ketegasan hukum seharusnya bisa mencegah terjadinya hal-hal semacam ini.
Agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Tetapi inilah hukum buatan manusia, standar bersalah atas perbuatan seseorang berdasarkan perasaan dan pikiran manusia tersebut sebagai pembuat hukum. Sehingga muncul rasa kasihan, rasa iba dan sebagainya dalam menyikapi suatu perbuatan yang sebenarnya termasuk tindak pidana yang nerugikan rakyat dan negara.
Hutan merupakan sumber kehidupan manusia. Allah menciptakan hutan untuk manusia agar ada keseimbangan hidup antara manusia dan alam semesta. Maka dari pada itu, hutan termasuk kategori kepemilikan umum, bukan milik individu ataupun milik korporasi.
Sehingga, negara seharusnya menjatuhkan hukuman yang berat kepada individu-individu dan korporasi yang melakukan pengrusakan hutan untuk kepentingan pribadi mereka. Pembukaan lahan baru di dalam hutan haruslah sesuai prosedur yang ada, tidak ditolerir segala alasan apapun untuk merusak hutan. Jika penduduk setempat ingin membuka lahan baru, haruslah dilahan yang bukan kawasan hutan.
Negara harus bisa menangani kebiasaan penduduk setempat yang dapat merusak alam dan mengganggu manusia lainnya karena tindakan mereka yang merugikan.
Dalam sistem Islam, hutan dikelola oleh negara untuk kepentingan umum.
Hutan dengan segala kekayaan yang terdapat didalamnya, secara penuh akan menjadi tanggung jawab negara. Negara akan mengelola hutan agar fungsinya tetap terjaga dan seimbang. Hasil dari pengelolaan hutan oleh negara bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Membuat sarana umum, transportasi dan kepentingan umum lainnya dalam menjalankan roda kehidupan. Sistem Islam juga akan melarang individu ataupun korporasi untuk memanfaatkan hutan demi kepentingan pribadi mereka. Larangan ini bukan hanya sekedar himbauan, namun diiringi dengan sanksi yang tegas kepada pelakunya.
Maka, jika kita menggunakan sistem Islam sebagai hukum dalam negara, Karhutla bisa dicegah dan bisa terhindari. Karena sistem Islam akan menjaga men memberi sanksi yang tegas kepada pembalak liar hutan dan sejenisnya.
Jikalaupun terjadi kebarakan di dalam hutan, akan lebih cenderung akibat cuaca panas atau musim kemarau. Sehingga hal-hal tersebut juga bisa diatasi oleh Negara tanpa merugikan masyarakat yang ada disekitar Kawasan hutan tersebut. Wallahu’alam bishshawwab.
Oleh: Rika Lestari Sinaga, Amd.
Sahabat Topswara
0 Komentar