Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hilangnya Role Model Bangsa


Topswara.com -- Dunia pendidikan kembali tercoreng. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani beserta jajaran Jumat, 19 Agustus 2022 dengan dugaan menerima suap  penerimaan mahasiswa baru di Unila tahun 2022 (merdeka.com, 21/8/2022). 

Sungguh ironis mengingat kedudukan rektor bukanlah kedudukan sekadarnya. Sosok tertinggi dalam universitas saja mampu melakukan tindakan demikian maka ini patut menjadi peristiwa memprihatinkan. 

Saat Kemendikbud Ristek sedang mendorong perguruan tinggi menjadi zona berintegritas, bebas dari korupsi, tapi petinggi universitas melakukan kasus korupsi tentu saja sangat memalukan. Ibarat nila setitik, rusak susu sebelanga. Profesor Nizam dari Universitas Gadjah Mada mengimbau agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi perguruan tinggi lainnya (kompas.com, 21/8/2022). 

Program Kemenristek seolah menjadi program omong kosong. Terbukti dengan kasus Rektor Unila ini yang menunjukkan ketamakan figur pimpinan universitas. 

Rusaknya kepercayaan rakyat dan civitas akademika dengan kondisi tersebut jelas terjadi. Apalagi berdasarkan situs Unila Karomani beserta para wakil rektor mengikuti acara pembentukan karakter (character building) di Hotel Sari Ater, Lembang, Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada Rabu-Sabtu tanggal 17-20 Agustus 2022 (detik.com, 20/8/2022). 

Tentu saja berita ini menjadikan pembaca akan menghubungkannya dengan OTT KPK sang rektor dan jajarannya. Lalu apakah OTT tersebut juga cerminan acara pendidikan karakter yang tidak berimplikasi dalam kehidupan?

Satu lagi peristiwa di negeri ini menunjukkan rusaknya sosok figur. Kedudukan rektor universitas mau tidak mau menjadikan orang menjadi figur yang layak menjadi panutan. Maka sang rektor seharusnya menampilkan keteladanan sebagai tanggung jawab moral akan kedudukannya. 

Realitasnya ketamakan akan harta dan aji mumpung menjadikan sang rektor gelap mata alih-alih mengingat kefigurannya. Terlebih lagi kedudukan rektor bukanlah jabatan kering yang bisa dilekati kata khilaf karena godaan materi. Jika sang rektor hanya berpikir cuan, bagaimana nasib output universitas tersebut sempat terpikirkan? 

Korupsi dengan memanfaatkan kekuasaan bukanlah perkara baru di negeri ini. Bahkan sudah menjadi budaya buruk yang menggurita. Kedudukan pemimpin yang dekat dengan materi bukan disikapi dengan sikap jujur dan amanah akan kesejahteraan rakyat tapi lebih pada sikap aji mumpung untuk mengumpulkan pundi-pundi uang. 

Sebutlah kasus Juliari Peter Batubara sebagai Menteri Sosial Kabinet Indonesia Maju sejak 23 Oktober 2019 hingga terjerat kasus korupsi dana bantuan sosial Covid-19 pada tanggal 6 Desember 2020. Kasus E-KTP, KPK telah menjerat 14 orang pelaku, di antaranya yakni dua pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto; pengusaha Andi Narogong, Anang Sugiana Sudihardjo dan Made Oka Masagung. Eks Ketua DPR Setya Novanto.

Kasus di atas hanya sedikit dari banyak kasus serupa yang bisa menggambarkan buruknya kinerja para pemimpin dan pengemban kuasa negeri ini. Bukan menjadi contoh yang baik, justru saat ini rakyat sedikit demi sedikit mengambil standar yang sama untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya dengan cara mendekati jabatan. 

Cara instan cepat kaya dan menghalalkan segala cara cerminan dari sistem buruk dan rusaknya kapitalisme sekuler sebagai ideologi peradaban manusia. 

Generasi ini juga diajarkan tanpa malu asalkan viral sebagaimana peringatan Agustusan 2022 di istana negara yang gegap-gempita karena jogetan dan lagu Farel. Citayam yang dibiarkan karena menghasilkan cuan dari YouTube yang berpajak. 

Maka role model keteladanan tokoh ala kapitalisme meski dibangun dengan event semisal pendidikan berkarakter sebagai program tambal sulam tidak pernah akan menghadirkan sosok besar yang layak di agungkan. 

Sosok figur kapitalisme hanyalah sosok yang difigurkan dan dibesarkan karena kedudukan dan opini tapi tidak berlandaskan keyakinan yang kokoh. Wajarlah mereka tidak menjiwai keteladanan dalam kehidupan.

Berbeda dengan Islam sebagai standar kehidupan yang membangun peradaban agung dengan sosok-sosok figur tak terbantahkan sebagai teladan. Kelembutan hati Abu Bakar bukanlah sosok yang diragukan saat menghadapi peristiwa Musailamah Al Kadzab sebagai Nabi palsu. Ketegasan Umar r.a. bukanlah pemimpin tanpa hati ketika menemui kasus kemiskinan rakyatnya pada peristiwa seorang ibu yang memasak batu. 

Tokoh muda seperti Saad bin Muadz sebagai kunci perubahan rakyat madinah dan Mushab bin Umair sebagai duta pertama ke Madinah yang tak diragukan lagi kiprahnya.

Sosok-sosok pemimpin Islam yang lahir dari pendidikan Rasul SAW dari darul Arqam bin Arqam hingga tercipta generasi shahabat yang tangguh dalam dakwah Islam di Mekah dan Madinah. Keteladanan sikap, pilihan kata, risiko kehidupan dan beban ujian kehidupan yang beraneka ragam mampu dilalui dengan baik dan tanpa cela. 

Bahkan hingga hari ini ketika kapitalisme menggurita sosok para shahabat selalu disebut sebagai inspirator. Inilah bukti bahwa Islam layak dan mampu menjadi standar role model kehidupan.

Maka sampai kapan rakyat harus bertahan dengan kerusakan kapitalisme yang semakin menggurita termasuk pada tokoh penguasa negeri ini? Keteladanan yang tidak pernah didapatkan menjadikan rakyat labil dan insecure

Tiada rasa aman dan kebaikan yang bisa dipetik sebagai pegangan kehidupan. Sungguh hanya sistem Islam yang mampu menghasilkan generasi terdepan membanggakan dan gemilang dalam kancah kehidupan.


Oleh: Retno Asri Titisari 
(Pemerhati Sosial dan Politik)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar