Topswara.com -- Beberapa minggu terakhir, publik dikejutkan dengan tingkah para remaja di tanah air. Diantara kasus bullying yang menimpa bocah anak kelas enam SD di Tasikmakmalaya. Bocah malang ini mengalami depresi hingga sakit keras dan akhirnya meninggal usia dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman sebayanya.
Selain itu, fenomena Citayam Fashion Week (CFW) masih terus berhembus dan viral dikalangan publik. Tak hanya dari remaja asal kelompok Sudirman Citayam Bojong Depok (SCBD) saja, tapi dari daerah lain juga datang ke Citayam Fashion Week. Sejumlah tokoh utama dan artis papan atas bahkan Gubernur pun ikut meramaikan momen Citayam Fashion Week. Mewabanya racun Citayam Fashion Week menjalar hingga di kota lain seperti Surabaya, Madiun, Makasar dan kota lainnya.
Pemuda Krisis Kreativitas atau Identitas
Seyogyanya generasi pemuda menjadi kebanggaan bangsa untuk menjadi calon pemimpin masa depan Negara. Namun, sangat disayangkan generasi pemuda saat ini tidak berprilaku mencerminkan kebaikan. Fenomena CFW dikalangan remaja dianggap sebagai bentuk kreativitas pemuda. Namun, kreativitas tersebut merupakan kreativitas tanpa batas.
Terlepas dari masalah kreativitas anak muda fenomena CFW menampilkan gambaran pemuda yang krisis jati diri, bahkan niat shalat pun tak hapal. Citayam Fashion Week menjadi ajang para remaja bergaya fashion, umumnya berpenampilan mengumbar aurat bahkan sampai banyak bermunculan bibit LGBT.
Umumnya para remaja yang datang ke Citayam Fashion Week hanya untuk bersenang-senang dengan kehidupan bebas dan individualistik. Gaya hedonisme, kehidupan serba bebas sudah menjadi ciri khas manusia yang tumbuh dalam sistem sekuler kapitalis. Balutan kata kreativitas yang mereka lakukan seolah menghilangkan rasa malu bahkan menyihir mereka untuk tidak peduli orang lain maupun kondisi sekitar.
Fenomena CFW sudah memperlihatkan bahwa genarasi pemuda kita saat ini sedang sakit. Semua itu terlihat dari potret permasalahan masyarakat yang harus segera ditangani serius.
Pemuda Dalam Islam
Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada kehidupan generasi pemuda, terlihat dari sistem pendidikan pada masa kejayaan islam. Contohnya prestasi pemuda dalam kejayaan Islam, seperti Abdurahman an-Nasir dari kekhilafahan Bani Ummayah yang menjadi pemimpin pada usia 22 tahun. Di bidang pemerintah ada Muhammad Al-Fatih penakluk kostantinopel, Salahuddin al-Ayyubi dan lain-lain yang menjadi perhatian dunia karena di usia mudanya sudah menjadi gemilang dan berprestasi.
Pendidikan dalam Islam memiliki tiga sentral yang berperan penting dalam mewujudkan generasi pemuda yang gemilang antara lain:
Pertama, peran orang tua dan keluarga. Orang tua merupakan madrasah pertama bagi seorang anak. Pemahaman anak terkait kehidupan berawal dari ajaran peran orang tua. Selain itu, keluarga akan menanamkan prinsip-prinsip akidah Islam serta hukum syariat sehingga bisa membangun tujuan hidupnya yang diarahkan dalam kemuliaan Islam.
Kedua, masyarakat juga memiliki peran sebagai tempat belajar bagi orang lain dan sebagai tempat interaksi untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Yang menjadi tolak ukur keberhasilan dan kebahagiaan yang dilakukan masyarakat dalam amar makruf nahi mungkar hanya mengharap keridhaan Allah. Bukan materialistik seperti sistem sekuler saat ini. Maka aktivitas generasi pemuda akan berfokus pada fastabiqulkhairat.
Ketiga, negara memiliki peran penting dalam memastikan setiap warga negara termasuk generasi remaja terikat pada hokum syariat Islam. Negara wajib memberikan pelayanan pendidikan, mulai dari kurikulum berbasis akidah hingga sarana yang memadai. Negara melakukan kontrol sosial dalam pergaulan remaja dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas sosial.
Negara juga akan melakukan pembinaan kepada warga negaranya melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan ini, akan menghasilkan keperibadian syakhsiyah Islam, yaitu pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. Mereka juga akan dibekali dengan ilmu pengetahuan dan ilmu teknis agar mampu mengeruhi kehidupan.
Inilah yang solusi yang diberikan dari sistem Islam, dimana menghasilkan generasi-generasi pemuda yang unggul dan islami seperti generasi pemuda pada masa kejayaan Islam. Bukan generasi yang sakit terbawa arus deras kehidupan sekuler dimana kebebasan dijunjung tinggi. Sehingga menghasilkan pemuda yang rusak. Wallahu a’alam bishawab
Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Topswara
0 Komentar