Topswara.com -- Kebijakan pemerintah pada sistem pendidikan di Indonesia selalu mengalami polemik sejak pemerintah mengumumkan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023. Dalam sistem zonasi, standar utama dalam penerimaan siswa baru adalah jarak antara wilayah tempat tinggal siswa dan sekolah.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria turut menanggapi banyaknya keluhan masyarakat terkait pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Keluhan tersebut, diketahui terkait sistem zonasi sekolah. Ariza mengakui, pemberlakuan PPDB kerap menjadi polemik tiap tahunnya. Padahal, kata Ariza, justru dengan adanya sistem zonasi tersebut, membuat sekolah Negeri yang ada di Jakarta semakin berkualitas. (Sindonews.co.id, 12/7/2022)
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, kasus SDN Sriwedari merupakan bentuk nyata dampak buruk sistem zonasi tanpa pemetaan wilayah dan kesenjangan kualitas. Akibatnya, ada sekolah yang sepi peminat dan banyak bangku kosong.
Menurutnya, sistem zonasi akan berdampak buruk bila tidak dikelola dengan baik. Jika tanpa ada pemerataan kualitas sekolah, maka zonasi tidak akan diminati, karena siswa tetap pilih sekolah berdasarkan mutu yang bagus, tidak berdasarkan jarak dari rumah. (Tirto.id, 8/7/2022)
Zonasi dan Peningkatan Kualitas Pendidikan
Dalam penerapannya, sistem zonasi menuai pro dan kontra dari masyarakat di sejumlah daerah. Masyarakat menganggap bahwa kebijakan dari sistem zonasi ini tidak adil pada calon peserta didik memiliki tempat tinggal tidak terjangkau zona sekolah mengalami kesulitan untuk masuk sekolah.
Dampak dari sistem zonasi SDN Sriwedari Solo hanya mendapatkan 1 siswa didik baru, terdapat sekolah yang muridnya membludak dan ada sekolah yang muridnya hanya beberapa, hingga mengajarkan masyarakat untuk memanipulasi data berupa Kartu Keluarga (KK) dan manipulasi tempat tinggal agar orangtua bisa menyekolahkan anak di sekolah yang diinginkan.
Jika sistem zonasi dipandang sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan akses pendidikan, pada faktanya banyak anak yang sulit untuk masuk ke sekolah negeri dan terpaksa harus masuk ke sekolah swasta yang berbiaya mahal.
Hal ini membuktikan bahwa pemerintah belum mampu memenuhi UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 1 yang menjamin hak yang sama bagi setiap warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan bermutu dan berkualitas.
Permasalahannya pendidikan di Indonesia ini tidak merata, baik dari segi jumlah masih banyak daerah yang kekurangan sekolah, dan dari segi kualitas terjadi ketimpangan pendidikan sehingga muncul istilah sekolah favorit.
Menjadi tugas negara dalam hal pendidikan seharusnya sekolah dipersiapkan dengan kualitas yang sesuai standar dimulai dari tenaga pendidiknya, guru wajib mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kapabilitasnya, menjamin kesejahteraannya dengan memberikan gaji yang layak, kemudian sarana dan prasarana harus ditingkatkan secara merata, menyediakan sekolah-sekolah didaerah yang membutuhkan.
Namun, dalam sistem kapitalisme yang memiliki paradigma memandang segala sesuatu atas dasar manfaat, yang tercipta adalah minimnya tanggung jawab penguasa terhadap hak-hak rakyat.
Pendidikan Berkualitas dalam Islam
Hal demikian tentu berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap warga negara, negara wajib menyediakannya bahkan secara gratis. Seluruh pembiayaan termasuk pendidikan akan dijamin oleh negara melalui Baitu Mal.
Istilah sistem zonasi tidak terdapat dalam Islam, karena negara menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas baik dari fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik dan tenaga kependidikannya. Sehingga tidak ada ketimpangan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya.
Islam terbukti mampu menciptakan pemerataan pendidikan yang melahirkan kemaslahatan bagi kehidupan. Negara hadir memberikan layanan pendidikan yang merata dan adil sehingga memudahkan masyarakat untuk memperoleh pendidikan baik Muslim maupun nonmuslim, kaya atau miskin.
Negara juga menyediakan fasilitas untuk memudahkan bagi siapa saja yang ingin memperdalam ilmu baik tsaqofah Islam maupun ilmu sains dan ilmu-ilmu yang lainnya. Negara juga memberikan penghargaan dan dukungan penuh kepada yang berprestasi hingga hasilnya bermanfaat bagi kepentingan umat.
Sistem Islam juga mampu menciptakan generasi matang secara spiritual, intelektual dan emosional maka tidak heran jika Islam melahirkan cendekiawan Muslim yang cerdas bahkan di usia yang muda, potensi-potensi mereka terasah dan terarah yang tidak hanya membawa kebaikan di dunia tapi juga di akhirat. Maka demikian sederet kesulitan-kesulitan yang dialami masyarakat saat ini tidak akan didapatkan jika diterapkan sistem Islam. Wallahu a'lam Bisshawab[]
Oleh: Nayla Shofy Arina
(Mahasiswa)
0 Komentar