Topswara.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. memperingatkan adanya potensi penyimpangan dan bahaya legalisasi ganja.
“Kalau legalisasi ganja, saya yakin banyak
penyimpangan, penyalahgunaan, dan orang akan mengklaim untuk medis. Potensi
penyimpangannya banyak sekali, jadi bahaya sekali,” terangnya dalam
Kajian Soal Jawab Fiqih: Hukum Ganja di YouTube Ngaji Shubuh,
Kamis (14/07/2022).
Kiai Shiddiq
mengatakan, kalau ada orang yang sakit dan obatnya itu
ganja medis, maka yang dilakukan itu bukan meminta legalisasi ganja. “Bukan! Kalau
memerlukan ganja medis itu datang ke rumah sakit atau dokter minta obat medis
yang sifatnya sudah jadi yang bahannya itu dari ganja. Nanti yang
dilakukan adalah menyuntikkan obat yang sudah jadi, bukan minta legalisasi ganja. Itu dua hal yang
berbeda,” tegasnya.
“Jadi bukan
menanam ganja di ladang masing-masing, ini misleading menurut saya.
Kemarin ada aksi yang semacam itu (menuntut legalisasi ganja). Kita harus
berhati-hati membedakan antara medis ganja itu bermanfaat dengan satu aspek
yaitu legalisasi ganja. Legalisasi ganja itu haram, enggak boleh,” tandas Kiai Shiddiq.
“Legalisasi ganja artinya rakyat itu boleh menanam, menperjualbelikan,
juga memanfaatkannya untuk dibuat obat. Artinya ganja itu tidak
menjadi sesuatu yang kriminal, tetapi sesuatu yang legal,” imbuhnya lagi.
Makruh
Kiai Shiddiq
mengatakan bahwa kalau ganja medis digunakan untuk pengobatan, maka hukumnya makruh
menggunakan zat yang najis atau zat yang diharamkan. Di dalam hadis Imam Abu Dawud, Rasulullah
ﷺ bersabda,
إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ
وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام
Sesungguhnya Allah
menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit ada
obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.
“Di sini ada larangan memanfaatkan obat-obatan yang hukumnya
haram, tetapi larangan ini kemudian oleh para ulama ada perbedaan pendapat. Ada dua pendapat,” tuturnya.
Pertama, ada yang
berpendapat bahwa menggunakan obat yang haram maka hukumnya haram. “Kedua, ada yang berpendapat obat yang diharamkan itu larangannya itu
larangan makruh, bukan larangan yang sifatnya haram,” sebutnya perbedaan
pendapat itu.
“Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya yang berjudul Syakhshiyah
Islamiyah Juz 3, beliau lebih menguatkan pendapat bahwa yang namanya berobat
dengan obat yang diharamkan itu tidak haram, tetapi larangan yang sifatnya
makruh. Artinya itu ada toleransi, ya bolehlah,” tuturnya.
“Tetapi kalau ada yang tidak
diharamkan atau tidak najis itu lebih afdal, lebih baik. Kenapa kok makruh?
Karena ada beberapa dalil syariat yang berupa hadis-hadis Nabi yang membolehkan
sesuatu yang najis atau yang diharamkan,” paparnya.
Ia
menjelaskan, Nabi misalnya dalam hadis riwayat
Imam Bukhari membolehkan sebagian orang yang dari suku Uql atau Suku Urainah, yaitu orang-orang Badui dari
pedalaman masuk ke kota Madinah. Mereka bertemu Nabi dan masuk Islam.
“Tetapi ketika di Madinah mereka sakit itu. Setelah sakit oleh Nabi
diizinkan berobat dengan cara meminum air susu dan air kencing unta. Padahal yang
namanya air kencing binatang atau kotoran binatang secara umum itu najis.
Tetapi kok Nabi membolehkan. Itu berarti kalau dikaitkan larangan berobat
dengan yang haram, ini bukan larangan yang sifatnya tegas (jazim),
tetapi larangan yang sifatnya makruh,” urainya.
Lebih
lanjut, ia menerangkan, sebagian sahabat Nabi yang saat itu sakit
dibolehkan oleh untuk mengenakan pakaian dari bahan sutra. Padahal laki-laki tersebut
sahabat yang sakit.
“Ada dua nama yang disebut di dalam
riwayat hadis, yakni Abdurrahman bin Auf dan Zubair bin Awwam. Nabi itu
memberikan rukhsah atau keringanan kepada kedua sahabat dan mengenakan kain
sutra,” ujarnya.
Kiai Shiddiq
mengungkapkam kasus yang terjadi di Indonesia. “Kan kemarin ada
seorang ibu yang protes anaknya lumpuh, lalu dia minta legalisasi ganja.
“Itu menurut saya itu ada unsur benarnya, tetapi ada unsur
propagandanya. Unsur benarnya, ketika anak sakit dan solusinya ganja medis, itu
secara syariah boleh, makruh dalam arti tidak diharamkan. Tetapi solusinya
tentu bukan melegalkan ganja, melainkan datanglah ke dokter atau rumah
sakit minta ganja medis,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Komentar