Topswara.com -- Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terus menggiatkan sistem zonasi yang disinyalir mampu meratakan pendidikan berkualitas bagi anak-anak di seluruh tanah air.
Sistem ini sendiri berlaku empat tahun lalu dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018. Jalur sistem zonasi merupakan jalur penerimaan siswa berdasarkan zona tempat tinggal. Harapannya, sekolah favorit dan non favorit tidak memiliki gap. Namun benarkah demikian?
Sistem zonasi adalah seleksi penerimaan siswa atau peserta didik baru yang kemudian ditetapkan sesuai radius tempat tinggal, jika tempat tinggal berdekatan dengan sekolah, itu yang dijadikan pertimbangan utama dalam proses seleksinya. Melalui sistem zonasi ini diharapkan dapat lebih transparan dan adil dalam pemerataan pendidikan.
Hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun ajaran 2022/2023 sistem zonasi telah diumumkan. Akan tetapi, sistem zonasi ini masih menyisakan persoalan. Misalnya kasus di SDN 197 Sriwedari Surakarta, Jawa Tengah yang hanya mempunyai satu murid baru hasil PPDB secara daring. Kepala SDN 197 Sriwedari Surakarta, Bambang Suryo Riyadi mengatakan, sejak diterapkan sistem zonasi dari tahun ketahun jumlah siswa baru cenderung menurun. Apalagi SDN ini letaknya tidak berada di tengah perkampungan. (tirto.id, 8/7/2022)
Sementara itu menurut Direktur Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan bahwa kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB), merupakan salah satu upaya meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkualitas. (Gatra.com, 20/6/2022)
PPDB 2022 yang mengacu pada Permendikbud 1/2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Siswa bisa memilih satu dari empat jalur yang disediakan yaitu, jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua/wali, dan yang terakhir jalur prestasi dengan kuota terbatas.
Jalur afirmasi merupakan jalur yang disediakan untuk siswa yang kurang mampu. Biasanya mereka menerima program penanganan dari pemerintah pusat ataupun daerah. Jumlah kuota yang disediakan adalah sebesar 15 persen dari total kuota penerimaan anak didik tiap sekolah.
Adapun kuota bagi jalur zonasi adalah sebesar 50 persen, jalur perpindahan orang tua/wali sebesar 5 persen dan jalur prestasi 30 persen ini. Kecilnya jumlah kuota bagi jalur afirmasi membuat kekhawatiran tersendiri. Ini karena jika siswa miskin tidak diterima di sekolah negeri, mereka cenderung putus sekolah karena kesulitan biaya untuk masuk sekolah swasta.
Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan menilai, terdapat banyak dampak dari sistem zonasi ini, salah satunya seperti yang dialami oleh SDN 197 Sriwedari karena letaknya di antara gedung dan jauh dari perumahan, akibatnya sekolah sepi peminat dan banyak bangku kosong, banyak pula anak-anak terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan, jika pun bisa harus masuk swasta dengan biaya selangit.
Akibatnya timbul manipulasi data, misalnya orang tua peserta didik melakukan manipulasi data tempat tinggal agar dekat dengan sekolah yang ingin dituju karena dinilai unggulan atau favorit. Kasus berkurangnya jumlah peserta didik ini ternyata berdampak pula kepada jam mengajar guru yang berkurang karena siswa dan kelasnya sedikit. Dimana jumlah jam mengajar guru minimal 24 jam seminggu. Dengan demikian akan berdampak kepada sertifikasi, tunjangan dan honor para guru.
Adanya sistem zonasi menyulitkan bagi sekolah negeri yang lokasinya jauh dari perkampungan atau pemukiman penduduk untuk menerima siswa baru. Apalagi jika lokasi tersebut sulit mendapat akses transportasi. Jika ditinjau dari segi lokasi, sekolah negeri tidak tersebar secara merata jika dibandingkan dengan persebaran tempat tinggal calon siswa.
Kondisi ini merugikan calon peserta didik yang domisilinya relatif jauh dengan sekolah negeri di sekitarnya. Satu-satunya peluang lain bagi calon siswa tersebut untuk terdaftar di sekolah negeri adalah dengan mengejar kuota jalur prestasi yang paling banyak hanya 5 persen dari total kuota.
Tampaknya sistem zonasi membuat sekolah negeri kehilangan pamor akibat kalah bersaing dengan sekolah swasta. Kebanyakan orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya disekolah swasta yang fasilitas dan kualitasnya lebih mumpuni dibandingkan sekolah negeri.
Selain itu perbedaan infrastruktur dan fasilitas sekolah negeri dan swasta membuat orang tua rela mengeluarkan biaya lebih mahal karena ingin mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Adanya anggapan sekolah negeri minim layanan dan fasilitas yang berkualitas membuat sekolah swasta lebih dilirik orang tua siswa. Akibatnya sekolah negeri semakin sepi peminat dan tertinggal.
Diakui atau tidak sistem pemerintahan yang berlandaskan ideologi kapitalisme saat ini sering kali menyodorkan solusi instan berasas manfaat tanpa memikirkan dampaknya pada masyarakat. Bermaksud ingin menyelesaikan masalah namun malah menambah masalah.
Maksud baik pemerintah ini sepertinya kurang memperhitungkan dampak dan efek jangka panjangnya. Masalah layanan pendidikan yang berkeadilan sejatinya bukan karena zonasi tetapi infra struktur pendidikan yang kurang merata. Jika pemerintah serius ingin layanan pendidikan yang berkeadilan terwujud dengan baik, mestinya menyelesaikan dulu akar masalahnya yakni memberikan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas dari kota hingga ke pelosok negeri.
Dalam Islam pendidikan adalah tanggung jawab negara sepenuhnya dan ini merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga negara wajib mempersiapkan fasilitas pendidikan yang berkualitas serta gratis untuk seluruh rakyatnya. Serta memberikan penghidupan yang layak bagi para pengajar maupun kepada para pelajar.
Dengan demikian akan melahirkan generasi cerdas nan shalih dan berakhlak mulia. Sistem pendidikan Islam telah terbukti melahirkan generasi-generasi yang hebat, ilmuan, para mujtahid serta ulama termasyhur yang hingga kini masih menjadi rujukan oleh Barat.
Pendidikan berkeadilan dan berkualitas tidak akan pernah tercipta selama kurikulum sekuler masih menjadi landasan dalam pembentukan kepribadian generasi. Problematik pendidikan saat ini hanya bisa teratasi jika negara berani meninggalkan sistem kapitalisme sekularisme. Selanjutnya negara menerapkan syariat Islam secara menyeluruh sehingga tujuan pendidikan sebagai pencetak generasi cerdas dan bertakwa bisa terwujud sempurna. Wallahu alam bisshawab.
Oleh: Nahmawati, S.IP
Pegiat Literasi
0 Komentar