Topswara.com -- Jumeri, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan kebijakan zonasi dalam sistem pendaftaran siswa baru (PPDB) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas akses layanan pendidikan yang merata. Pedoman yang digunakan untuk pelaksanaan PPDB tahun 2022 tetap sama dengan tahun sebelumnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 menjelaskan bahwa PPDB dilaksanakan melalui empat jalur. Di tingkat SD, hingga 70 persen daya tampung sekolah digunakan untuk zonasi, 15 persen untuk afirmasi, dan 5 persen untuk jalur perpindahan orang tua.
Sementara untuk SMP dan SMA, jalur zonasi mendapat kuota 50 persen, afirmasi 15 persen, dan jalur perpindahan orang tua hingga 5 persen, dan selebihnya bisa dijadikan jalur prestasi. Ia mengatakan, banyak sekolah yang bisa dicontoh dalam mengimplementasikan PPDB di tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya berkoordinasi dengan Dinas Informasi dan Komunikasi (Diskominfo) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk memastikan keabsahan data tersebut. (gatra.com, 20/06/2022).
Kebijakan sistem zonasi ini adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas akses layanan pendidikan yang merata. Beberapa pihak berpendapat bahwa sistem zonasi memungkinkan orang tua siswa untuk memanipulasi data tentang tempat tinggal siswa atau pindah dekat sekolah yang mereka inginkan.
Kenyataannya, memang sistem zonasi ini bukanlah solusi atas ketimpangan akses pendidikan di Indonesia, melainkan mendorong berbagai kalangan dalam berupaya untuk mencapai sekolah yang mereka tuju, dengan menggunakan cara yang tidak sehat.
Isu ketimpangan pendidikan mungkin terdengar klise, namun tetap perlu diupayakan di negeri ini. Dimulai dengan pemerataan pelayanan pendidikan dengan meningkatkan mutu pendidikan secara merata dengan menentukan rasio ideal antara jumlah sekolah dan jumlah penduduk.
Selain menyiapkan sekolah dengan jumlah yang ideal, pemerintah harus membuat kualitas semua sekolah sesuai standar. Guru juga harus dilatih untuk meningkatkan keterampilan mereka. Selain itu, kesejahteraan guru harus terjamin.
Gaji guru harus sesuai dengan kelelahannya untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi siswa. Demikian pula kualitas sarana dan prasarana harus ditingkatkan dengan cara yang sama, agar terwujudnya keadilan.
Istilah suka dan tidak suka yang sudah tidak asing lagi di masyarakat harus dihilangkan seiring dengan peran pemerintah dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat melalui tiga pilar pendidikan: sekolah, orang tua, dan pendidikan masyarakat. Oleh karena itu, faktor yang menentukan hasil belajar tidak hanya sekolah tetapi sinergi antara ketiga faktor tersebut.
Oleh karena itu, selain program sekolah yang berkualitas, ia membutuhkan dukungan orang tua yang tertarik dengan pendidikan dan yang menghargai ilmu pengetahuan.
Adanya sistem zonasi ini membuat ketimpangan pendidikan, dimana karena adanya ketidakcukupan masing-masing sekolah, sehingga kemungkinan besar dari segi fasilitas, kualitas guru dan lain-lain akan menjadi tidak merata.
Faktanya, dengan sistem zonasi ini banyak anak yang tidak dapat bersekolah di sekolah negeri karena belum adanya pemerataan sekolah negeri yang layak didaerahnya, dan berakhir dengan harus bersekolah di sekolah swasta yang semakin mahal.
Kebijakan ini telah menunjukkan ketidakmampuan pemerintah memberikan pendidikan yang merata bagi seluruh rakyatnya. Tidak heran jika solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalis hanya menguntungkan individu yang bermodal besar (yaitu mereka yang kekayaannya dapat mengakses pendidikan berkualitas dan meningkatkan taraf hidupnya), sedangkan mereka yang tidak kaya sangat kecil kemungkinannya untuk dapat memperolehnya.
Dalam Islam, negara tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Islam memiliki konsep pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Program ini berkualitas tinggi karena diambil dari wahyu Allah. Negara berperan melayani dan mengatur rakyat:
“Imam/kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggunjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagai seorang Muslim, tidak ada pilihan selain menggunakan Islam sebagai sistem kehidupan, termasuk solusi dalam sistem pendidikan ini. Sistem Islam hanya berlaku karena iman mematuhi semua hukum yang telah ditetapkan Allah bagi manusia.
Hasil penerapan syariat tidak lain adalah berkah dunia oleh semua makhluk dan nantinya bagi kaum muslimin sendiri. Sistem pendidikan merupakan salah satu sistem di dunia yang juga perlu dilengkapi dengan Islam, untuk membawa kebaikan bagi semua makhluk.
Pendidikan dalam Islam adalah keinginan mendasar berdasarkan keyakinan Islam yang dapat diakses oleh semua orang di bawah naungan sistem, Muslim dan non-Muslim. Selain itu, fasilitas, kurikulum, dan kualitas guru perlu merata (semuanya berkualitas tinggi), dan beban kuliah dibebankan kepada negara dari posisi milik umum, dan dari posisi adil dan kharaj.
Dimana warga negara yang tidak memiliki keuangan yang cukup, mereka dibebaskan dari pajak, tidak seperti sistem kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara.
Wallahu’alam bishawwab.
Oleh: Sanyya Ahfa
Sahabat Topswara
2 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNice Information
BalasHapus