Dilansir melalui idxchannel.com (10/6/2022), pemerintah akan memberlakukan pola penyaluran MGCR dengan menerapkan QR Code dan mengembangkan aplikasi PeduliLindungi. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, hal ini dilakukan untuk mecegah kelangkaan minyak. Namun pertanyaannya, apakah dengan pola distribusi semacam ini, penyaluran MGCR akan merata ke seluruh masyarakat?
Penyaluran MGCR melalui aplikasi PeduliLindungi ini justru berpotensi memunculkan masalah baru. Sebab, tidak semua masyarakat memilki aplikasi tersebut. Aplikasi yang hanya bisa dimiliki jika seseorang memiliki gawai android. Terlebih, bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit, apatah lagi memilki gawai android. Olehnya itu, cukup disanksikan, jika penyaluran MGCR lewat aplikasi PeduliLindungi ini akan tepat sasaran dan tersalurkan secara merata.
Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno menilai, perlu ada pertimbangan dan kritik terhadap rencana penyaluran MGCR. Menurutnya, MGCR bersubsidi sasarannya apakah perorangan atau keluarga, itu harus jelas. Sementara, aplikasi PeduliLindungi dimiliki perorangan. Di satu sisi, jika dalam satu keluarga terdapat empat orang yang memiliki aplikasi tersebut, maka dalam satu keluarga bisa memperoleh lebih dari satu kemasan MGCR.
Sementara di sisi lain, jika ada keluarga yang tidak memiliki aplikasi tersebut, maka akan kesulitan dalam memperoleh MGCR. Pada akhirnya, akan terjadi masalah dalam distribusi karena tidak tepat sasaran. YLKI juga menilai, pembelian lewat aplikasi ini berpotensi dimanfaatkan segelintir orang untuk meraup keuntungan. Misalnya, pemilik aplikasi membeli migor untuk membantu warga yang tidak bisa membeli sendiri, namun dengan harga berbeda (liputan6.com, 24/6/2022).
Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat. Jika pendistibusiannya mengharuskan adanya syarat-syarat tertentu, maka ini akan menghambat proses pemenuhannya. Padahal, MGCR digunakan oleh masyarakat biasa. Semakin berat beban hidup rakyat saat ini, di mana untuk sekadar memperoleh minyak yang tidak gratis pun harus serumit itu.
Pemerintah berdalih, aturan tersebut bertujuan untuk mengontrol ketersediaan migor di pasaran dan menghindari terjadinya kelangkaan. Jika berbicara soal kelangkaan karena proses pendistibusian, maka pemerintah harus mampu melakukan pendataan supply dan demand yang akurat. Jika jumlah produksi minyak goreng tinggi, maka tidak akan terjadi kelangkaan. Namun, jika masih tetap terjadi kelangkaan di saat produksi minyak tinggi, maka dapat diasumsikan distribusinya yang macet atau ditahan oleh tangan-tangan tertentu.
Sebenarnya masalah ini mudah saja ditangani, jika ada kemauan dan keberanian untuk menindak pihak-pihak yang menyebabkan kemacetan distribusi atau melakukan manipulasi data. Problemnya adalah jika pihak-pihak tersebut berada dalam lingkaran penguasa atau bersinggungan dengan penguasa, tentu akan terjadi tarik-ulur kepentingan. Hal ini telah lumrah dalam sistem kapitalisme.
Selanjutnya, dari sisi pengelolaan sumber daya alam termasuk di dalamnya pengelolaan bahan pangan sampai pendistribusiannya, sejatinya negara lah yang berperan penuh. Namun faktanya, pengelolaan migor berada dalam genggaman para korporat, mulai dari penguasaan rantai produksi, jalannya distribusi, hingga kendali harga pangan, semua dikuasai oleh swasta. Alhasil, penyelesaian perkara migor masih saja menuai masalah.
Pada akhirnya, masyarakat kembali diresahkan dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Pertama, penyaluran minyak goreng berpeluang tidak akan mencapai semua lapisan masyarakat, sebab tidak semua masyarakat memiliki aplikasi Peduli Lindungi. Kedua, muncul kekhawatiran di kalangan pedagang yang dibayang-bayangi kerugian jika minyak goreng mereka tidak laku atau sepi pembeli, karena prosedur pembelian yang rumit. Apalagi, tidak semua pedagang memiliki HP android.
Inilah potret buruknya penerapan sistem kapitalisme. Di mana, pengelolaan sumber daya alam termasuk bahan pangan, dan distribusinya tidak lagi dikelola penuh oleh negara. Akan tetapi, diserahkan pada korporasi. Dalam sistem kapitalisme, korporasi atau pengusaha sebagai pengelola sekaligus pemilik modal terbesar, memiliki wewenang penuh mengatur urusan migor atau perkara lainnya.
Negara hanya berfungsi sebagai stempel untuk melegalisasi melalui berbagai peraturan atau undang-undang. Tentu saja, peraturannya harus sesuai kepentingan perusahaan dan kepentingan segelintir pemilik kekuasaan, tanpa sedikit pun memikirkan kepentingan rakyat.
Berbeda halnya jika syariat Islam diterapkan. Sistem Islam meniscayakan adanya peran utama negara yang bertanggung jawab atas seluruh urusan dan kebutuhan rakyat, serta tidak bergantung pada pihak mana pun. Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berupa kebutuhan pangan, pendidikan, keamanan serta kesehatan.
Negara harus mengedepankan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan rakyat, tanpa melibatkan pihak luar (asing). Sebab, jika diserahkan kepada negara lain, maka negara akan mudah diintervensi. Pada akhirnya negara akan lemah dan mudah dikendalikan, bahkan menjadi negara jajahan.
Dalam Islam, ada beberapa kebijakan yang diambil negara dalam mengelola kebutuhan pangan rakyat.
Pertama, mengatur kembali masalah kepemilikan harta dengan menerapkan tata kelola lahan sesuai syariat Islam. Individu dan swasta tidak diperbolehkan menguasai harta milik umum, seperti hutan misalnya, yang saat ini telah dialihfungsikan sebagai lahan perkebunan milik korporasi atau swasta, baik nasional maupun asing.
Kedua, negara menjamin ketersediaan pasokan barang di dalam negeri, terutama mengupayakan dari produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan produktivitas petani dan pengusaha lokal. Di dalam Islam, politik pertanian sendiri memiliki dua kebijakan, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi lahan yang sudah ada harus dioptimalkan untuk penyediaan suplai bahan pangan dan mencegah alih fungsi lahan pertanian. Hal ini perlu disokong dengan sarana kemajuan teknologi pertanian yang dapat diadopsi para petani secara langsung. Selanjutnya, ekstensifikasi pertanian yang bertujuan untuk memperluas atau menambah lahan pertanian. Jika dengan lahan yang ada kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi, maka harus ada pertambahan lahan.
Ketiga, negara menjalankan politik distribusi perdagangan dengan melakukan pengawasan terhadap rantai niaga, sehingga tercipta harga kebutuhan atau barang-barang secara wajar dengan pengawasan. Pasar akan terjaga dari tindakan-tindakan curang, seperti penimbunan, penetapan harga, penipuan, dan sebagainya. Pengawasan ini pun ditetapkan oleh negara dengan adanya struktur tertentu di dalam negara Islam, yakni Qadhi Hisbah.
Dengan demikian, stabilitas pangan termasuk minyak goreng akan tetap terjaga, tanpa harus membuat kebijakan yang rumit dan memberatkan rakyat, seperti penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk memperoleh minyak goreng, sebagaimana kebijakan pemerintah saat ini.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Waode Rachmawati, S.Pd., M.Pd.
(Aktivis Dakwah Muslimah Kota Kendari)
0 Komentar