Topswara.com -- Pernikahan beda agama disahkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya berbuntut panjang. Dari permasalahan ini, banyak pihak meminta MA memberikan solusi karena bisa menjadi preseden dibanyak tempat. Lalu, bagaimana Islam memandang terhadap nikah beda agama ini? Dan apakah solusi yang ditawarkan bisa mencerdaskan umat?
Pengesahan nikah beda agama disahkan Pengadilan Negeri (PN), ketika sepasang pasutri melaporkan ke PN bahwa mereka tidak tercatat Dinas Kependudukan dan ditolak atas pengajuan nikah beda agama. Kemudian mengajukan dan meminta persetujuan ke PN Surabaya pada 13 April dan disahkan 26 April 2022, dan ini melalui berbagai pertimbangan, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 bahwa tertera tentang pernikahan beda agama tidak diatur. Oleh karena itu, dipertimbangkan untuk mengabulkan permohonannya merupakan bagian untuk mengisi kekosongan aturan-aturan UU Perkawinan. (ccnindonesia.com, 21/06/2022).
Dari Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta Tholabi Kharlie, mengatakan putusan yang dilakukan PN Surabaya merupakan preseden yang akan melahirkan keputusan serupa bagi mereka yang menikah beda agama, dan keputusan ini membuka keran pengesahan peristiwa yang sama. (sindonews.com, 24/06/2022).
Jika dikembalikan pada kehidupan nyata, bahwa setiap permasalahan yang ada di Indonesia baru saja selesai sudah menghadirkan permasalahan baru yang tidak ada ujungnya, bahkan tidak mampu setiap pengadilan tinggi dan lainnya menyelesaikan permasalahan ini, apalagi dengan pemimpin yang kian bingung menunjukkan kegagalan ia sebagai pemimpin yang tidak mampu menuntaskan problematika umat.
Pengesahan nikah beda agama merupakan sikap yang tidak memiliki prinsip dalam menetapkan hukum dan betapa beraninya beliau menetapkan hukum yang jelas bertentangan dengan Islam yang telah Allah tetapkan di dalam Al-Qur’an dan hadis.
Bukannya ia tidak mengetahui bahwa Islam tegas melarang Muslim menikah dengan non muslim dengan ketentuan di dalam Al-Qur'an, bukan tidak ada orang muslim yang bekerja dibidang pengadilan melainkan banyak. Seharusnya mereka jeli dan memahami terhadap persoalan ini bukannya membuat masyarakat ikut turun tangan dalam mengatasi bahwa pengesahan ini tidak berhak dilegalkan.
Terlepas dari pelegalan atau pengesahan Pengadilan Negeri Surabaya, sebenarnya pengesahan nikah beda agama ini sudah jauh terlaksanakan dengan baik bagi pasutri yang melakukannya. Namun, karena hidup disistem demokrasi-sekularisme yang kental dengan kebebasan termasuk bebas memilih pasangan tanpa melihat dan menyeleksi apakah pasangan tadi seakidah atau tidak.
Ternyata publik sama sekali tidak disiarkan dengan data-data valid oleh Pengadilan Negeri maupun pihak pemerintah yang bertanggungjawab penuh atas setiap permasalahan yang ada, sudah hampir ribuan lebih tercatat pasangan beda agama yang dibolehkan menikah walau secara hukum Islam telah melarang tegas, tetapi pejabat setempat tetap memilih mengesahkannya, sungguh suatu kezaliman yang dilakukan terhadap perintah Allah yang terang-terangan dilanggar oleh negara.
Di sisi lain, mengapa Islam melarang pernikahan beda agama ketika tidak mengikuti perintah dan larangan di dalam Al-Qur’an. Pertama, di dalam Al-Qur’an telah jelas nikah beda agama tidak boleh dilakukan oleh perempuan muslim dengan lelaki non muslim dan musyrik yang dijelaskan di dalam surah Al-Mumtahana ayat 10. Kedua, dalam kitab Imam Ibnu Katsir di Juz 30 QS. Al-Bayyinah ayat 1, menjelaskan bahwa ahli kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, hal ini karena kepada merekalah Allah menurunkan kitab melalui perantaraan para Rasul yakni Taurat Melalui Nabi Musa a.s. dan Injil melalui Nabi Isa a.s.
Pendapat ini telah menjadi kesepakatan di antara para ulama berdasarkan dalil antara lain firman Allah. Pernikahan seorang lelaki muslim dengan perempuan ahli kitab yang menjaga diri hukumnya adalah boleh berdasarkan firman Allah QS. Al-Maidah ayat 5. Namun, sebaliknya, perempuan Muslim diharamkan untuk menikah dengan lelaki ahli kitab. Larangan ini didasarkan pada QS. Al-Mumtahanah ayat 10.
Perempuan ahli kitab yang dimaksud adalah perempuan yang menjaga kehormatannya, dan perlu diingat, kebolehan ini tidak berarti harus dilakukan karena menimbang bahwa banyak upaya untuk memurtadkan kaum muslim dan anak-anak mereka melalui perempuan-perempuan ahli kitab yang menikahi muslim.
Maka, pernikahan ini bukanlah opsi yang bisa dipilih dengan ringan sebab pendidikan anak berada ditangan seorang ibu. Oleh karena itu, pernikahan beda agama membawa mafsadat dan kerugian yang harus dihindarkan.
Terakhir, Islam melarang lelaki Muslim menikahi wanita musyrik sebelum ia beriman, sebagaimana dalam firma Allah SWT:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَ مَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰٓئِكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّا رِ ۖ وَا للّٰهُ يَدْعُوْۤا اِلَى الْجَـنَّةِ وَا لْمَغْفِرَةِ بِاِ ذْنِهٖ ۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّا سِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 221).
Atas dasar inilah Islam menjaga ketat kehormatan seorang lelaki dan perempuan muslim yang beriman agar pernikahan yang dijalankan menjadi keberkahan yang berlimpah tanpa adanya pencorengan nasab yang tidak jelas. Hal ini wajib bagi pemimpin untuk mencegah adanya pernikahan beda agama, jika tidak memenuhi ketentuan syarak yang berlaku.
Jika pemimpin masih berpendapat boleh dan sahnya pernikahan semacam ini, maka akan menimbulkan kekacauan di lingkungan masyarakat dan suatu penodaan terhadap kehormatan Muslim.
Kemudian, apa saja solusi yang diberlakukan Islam agar umat makin cerdas dan memahami larangan yang begitu banyak ditegaskan oleh Allah SWT. dalam naungan sistem Islam, seorang khalifah (pemimpin) akan memastikan setiap pernikahan yang dijalankan sesuai dengan ketetapan Al-Qur’an.
Karena dengan seperti itu, keturunan yang dihasilkan akan membuahkan hasil yang terarah, ketika ia lahir dari seorang Muslim akan mudah bagi si ibu mendidik anaknya dengan pendidikan Islam dan negara Islam akan ikut serta memfasilitasi setiap generasi dengan pendidikan yang layak, isi setiap pembekalan ilmunya tidak menyesatkan dan selalu terarah sehingga muslim tersebut menjadi cerdas dan produktif.
Selanjutnya, pastinya seorang pemimpin akan memberikan pemahaman tuntas kepada masyarakat apa saja yang diperintahkan Allah dan apa saja yang dilarang yang wajib diikuti. Dengan begitu, tidak satu pun muslim maupun non Muslim tidak mengetahui apa saja yang boleh dilakukan dan tidak dilakukan.
Bukan itu saja, setiap keputusan yang ditetapkan dan diterapkan harus berdasarkan Al-Qur’an dan hadis, tidak satu pun ketetapan hukum yang boleh ditetapkan hanya sesuai dengan kegeniusan manusia dan hawa nafsunya saja seperti disistem sekarang. Dalam Islam, hal semacam itu tidak dibenarkan karena seorang khalifah memahami dengan baik bahwa bukan itulah hukum yang Allah inginkan.
Maka, seorang Muslim tadi harus sadar betul hanya dengan aturan Islam saja setiap problematika umat terselesaikan bahkan pernikahan beda agama yang merupakan isu sudah lumrah dipahami tidak perlu disahkan kembali, karena sudah jelas bahwa Islam melarang dengan tegas tanpa babibu dan pilihan.
Dengan demikian, sudah selayaknya kaum Muslim memperjuangkan kembali akan penerapan hukum Islam yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang tidak akan mampu diselesaikan dalam sistem demokrasi.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Muzaidah
Aktivis Dakwah Muslimah
0 Komentar