Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kiai Shiddiq Al Jawi Menyatakan Haram Hukumnya Menggunakan Ganja


Topswara.com -- Merespons kampanye tuntutan legalisasi ganja, Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. menyatakan bahwa haram hukumnya secara syar’i menggunakan ganja (Cannabis sativa) secara mutlak.

Menurut kami, haram hukumnya secara syar’i menggunakan ganja (Cannabis sativa) secara mutlak. Meskipun untuk sekadar penyedap makanan, hanya sedikit, dan tidak menimbulkan bahaya atau efek negatif bagi yang memakan makanan tersebut,” terangnya dalam Kajian Soal Jawab Fiqih: Hukum Ganja di YouTube Ngaji Shubuh, Kamis (14/07/2022).

Kiai Shiddiq mengulas bahwa keharaman tersebut didasarkan pada dalil syar’i yang mengharamkan ganja secara mutlak, baik sedikit maupun banyak. “Juga didasarkan pada fakta tidak adanya ilat (alasan) keharaman ganja, misalnya karena menimbulkan efek negatif bagi penggunanya. Maka ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya,” lugasnya.

Ia menukil dalil syar’i yang mengharamkan ganja (hasyis) yaitu dari Ummu Salamah ra,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفْتِرٍ

Bahwa Nabi telah melarang setiap-tiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (muftir). (H.R. Abu Dawud no. 3686 dan Ahmad no. 26676).

“Sebagian ulama menilai hadis ini daif (lemah), misalnya penulis kitab ‘Aunul Ma’bud dan Syekh Syu’aib Al Arna`uth. Namun kami lebih condong kepada Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani yang menghukumi hadis ini sebagai hadis hasan,” ujarnya.

Lanjut diterangkan, menurut Rawwas Qal’ah Jie di dalam Mu’jam Lughah Al Fuqoha halaman 342 dan Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Juz 11 halaman 35 bahwa para ulama menjelaskan yang dimaksud dengan kata mufattir dalam hadis di atas adalah setiap zat yang dapat menimbulkan rasa tenang atau rileks (istirkhaa`) dan lemah atau lemas (futuur) pada tubuh manusia.

Maka dari itu, hadis di atas dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan ganja. Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa dalam hadis Ummu Salamah ini terdapat dalil yang secara khusus mengharamkan ganja (hasyis), karena ganja dapat menimbulkan rasa tenang (tukhaddir) dan melemahkan (tufattir),” paparnya menyitat kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Juz 11 halaman 35 dan Al Mausu’ah Al Jina`iyyah Al Muqaranah Juz 1 halaman 367 dan 695.

Co-Founder Islamic Business Online School tersebut menegaskan kembali keharaman ganja yang bersifat mutlak, artinya baik dikonsumsi sedikit maupun banyak, berdasarkan pendapat Syekh As-Saharanfuri di dalam kitab Badzlul Majhud fi Halli Abi Dawud Juz 16 halaman 22.

Kemutlakan hukum ini disimpulkan dari nas hadis Ummu Salamah yang bersifat mutlak pula. Artinya, hadis ini hanya menjelaskan bahwa Nabi telah melarang setiap zat yang melemahkan (mufattir), tanpa menjelaskan batasannya apakah yang dilarang itu sedikit atau banyak,” imbuhnya.

Kiai Shiddiq juga menyebutkan kaidah ushul fiqih dalam masalah tersebut berdasarkan pandangan Syekh Wahbah Zuhaili di dalam kitab Ushul Al Fiqh Al Islami Juz 1 halaman 208,

المطلق يجري على إطلاقه ما لم يرد دليل يدل على التقييد

Dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang menunjukkan batasan.”

“Selain itu, keharaman ganja ini semata-mata didasarkan pada nas, bukan didasarkan pada ilat (alasan penetapan hukum) keharaman ganja. Karena ilat itu memang tidak ada. Bahwa ganja dapat menimbulkan efek negatif adalah semata-mata fakta (al waqi’), namun bukan ilat keharaman ganja,” paparnya.

Maka dari itu, ia menjelaskan, ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya. Kaidah fiqih menyebutkan,

إِنَّ العِبَادَاتِ وَالْمَطْعُومَاتِ وَالْمَلْبُوسَاتِ وَالمَشْرُوبَاتِ وَالأَخْلَاقَ لَا تُعَلَّلُ وَإِنَّمَا يَلْتَزَمُ فِيهَا بِالنَّصِّ

“Sesungguhnya hukum-hukum ibadah, makanan, minuman, dan akhlak tidak didasarkan pada ilat (alasan penetapan hukum), namun hanya didasarkan dan berpegang pada nas saja. Wallahu a’lam,” tutupnya menyitat pendapat Syekh Abdul Qadim Zallum di dalam kitab Hizb At-Tahrir halaman 55.[] Reni Tri Yuli Setiawati

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar