Topswara.com -- BBM merupakan kebutuhan dasar bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Namun, peliknya aturan mengenai BBM yang mana harus menunjukkan aplikasi MyPertamina ketika membeli BBM sangat menyulitkan masyarakat, terutama bagi kalangan menengah kebawah.
Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan mulai 1 Juli 2022.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga. Alfian Nasution Menyampaikan, masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite atau Solar dapat mendaftarkannya datanya melalui website, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar. Okezone.com.
Adanya kebijakan ini bertujuan agar BBM tepat sasaran kepada rakyat yang tidak mampu. Sebab, data yang ada di aplikasi untuk menunjukkan pembeli berhak mendapatkan BBM subsidi atau tidak. Namun kebijakan ini menuai kritik, karena tidak semua lapisan masyarakat yang menerima subsidi memiliki sebuah gadget atau tidak bisa menggunakan gadget.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan yang disusun pemerintahdan pertamina. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax. “menurut saya tidak tepat dan sekarang pasti banyak yang keberatan karena ini seperti dipaksa beli pertamax, terutama kelas menengah yang rentan,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Persoalan mendasar terkait BBM di negeri ini bukan karena banyaknya pengguna BBM bersubsidi yang tidak memiliki hak. Tapi kesalahannya adalah tata kelola energi yang berkiblat pada kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme subsidi merupakan salah satu instrumen pengendalian tidak langsung
Grossman dalam sistem-sistem ekonomi (1995) menerangkan bahwa pengendalian tidak langsung adalah kebijakan yang bekerja melalui mekanisme pasar, misalnya penetapan tarif serta segala macam pajak dan subsidi. Subsidi adalah bentuk bantuan keuangan yang biasanya dibayar oleh pemerintah.
Dengan menjaga stabilitas harga-harga atau untuk mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis atau untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya. Perlu dipahami kapitalisme dengan sistem neoliberal telah berpijak pada pasar bebas. Peran negara terbatas dengan individualisme.
Karena peran negara terbatas maka neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai “ancaman yang paling serius” bagi mekanisme pasar. Dari sinilah mengapa pencabutan subsidi BBM sangat dianjurkan dalam neoliberalisme. Sebab subsidi dianggap bentuk intervensi pemerintah.
Sistem neoliberalisme pada dasarnya adalah antisubsidi. Pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik karena itu BBM murah yang harusnya bisa dinikmati siapapun, kaya/ miskin semakin dibatasi.
Pemerintah memberlakukan kebijakan yang mempersulit publik untuk memenuhi kebutuhan dasar. Alih-alih membuat kebijakan menyediakan BBM murah yang lebih memadai bagi seluruh rakyat, pemerintah tetap memaksa publik untuk mengkonsumsi BBM jenis pertamax.
Sistem kapitalisme berbeda dengan sistem Islam dalam memandang subsidi. Jika kapitalisme memandang subsidi dan perspektif intervesi pemerintah atau mekanisme pasar. Islam memandang subsidi dari perspektif syariat yaitu kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib dilakukan oleh negara.
Jika subsidi diartikan sebagai bantuan keuangan yang dibayar oleh negara maka Islam mengakui adanya subsidi dalam pengertian ini. Subsidi dapat dianggap salah satu cara yang boleh dilakukan khilafah karena termasuk pemberian harta milik negara kepada individu rakyat yang menjadi hak khalifah.
Khalifah Umar bin al-khathtab pernah memberikan harta dari baitulmal atau kas negara kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan pertanian mereka. Negara boleh memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai produsen. Seperti subsidi pupuk dan benih bagi petani atau subsidi bahan baku kedelai bagi perajin tahu dan tempe.
Negara boleh memberikan subsidi kepada individu rakya yang bertindak sebagai konsumen, seperti subsidi pangan (sembako murah) atau subsidi minyak goreng dan sebagainya. Subsidi untuk sektor energi (seperti BBM dan listrik) dapat diberikan negara kepada rakyat.
BBM dan listrik dalam Islam termasuk barang milik umum (milkiyh ‘ammah) dalam distribusinya kepada rakyat, khalifah tidak terikat dengan satu cara tertentu. Khalifah dapat memberikannya secara gratis, atau menjual kepada rakyat dengan harga sesuai ongkos produksi atau sesuai harga pasar.
Serta memberikan kepada rakyat dalam bentuk uang tunai sebagai keuntungan penjualannya. Disinilah subsidi dapat diberikan agar BBM dan listrik yang didistribusikan itu harganya semakin murah dan bahkan gratis jika memungkinkan. Sebab kepimilikan rakyat adalah hak rakyat. Negara hanya boleh bertindak sebagai pengelola, sementara keuntungannya wajib dikembalikan kepada rakyat.
Haram hukumnya bagi negara mengambil keuntungan sepeserpun dalam pengelolaan harta rakyat. Adapun pemberian harta milik negara kepada individu rakyat merupakan hak khalifah dalam mengelola harta milik negara. Hukum asalnya boleh artinya boleh memberikan harta kepada satu golongan dan tidak kepada lain.
Boleh khalifah mengkhususkan pemberian untuk satu sektor dan tidak untuk sektor lainnya. Semua ini hak khalifah berdasarkan pertimbangan syariah. Sesuai dengan pendapata dan ijtihad demi kemashlahatan rakyat. Khusus untuk sektor pendidikan, keamanan dan kesehatan Islam telah mewajibkan negara menyelenggarakan pelayanan tiga sektor tersebut secara gratis bagi rakyat.
Karena itu jika pembiayaan negara untuk ketiga sektor tersebut dapat disebut subsidi. Maka subsidi menyeluruh untuk ketiga sektor itu adalah wajib secara syri’i. Dengan demikian hanya khilafah yang mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat dengan mengembalikan harta rakyat milik umum kepada rakyat. Salah satunya hak rakyat mendapatkan BBM murah bahkan gratis
Oleh: Nurul Saharani
Sahabat Topswara
0 Komentar