Topswara.com -- Pada Hari Jumat (15/7/2022), Kabupaten Garut dilanda Banjir, setelah sehari sebelumnya diguyur hujan dengan curah yang tinggi. Akibatnya, 9 rumah hanyut tersapu banjir, dan puluhan rumah lainnya mengalami kerusakan.
Bupati Garut, Rudy Gunawan menyatakan setidaknya terdapat 4000 unit rumah terdampak banjir yang tersebar di 13 Kecamatan. Kemudian, sebanyak 150 orang warga terpaksa harus tinggal di tempat pengungsian sementara waktu.
Menanggapi bencana banjir di Garut, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum pun meninjau langsung ke lokasi. Menurutnya, bencana ini tidak hanya akibat curah hujan yang tinggi saja. Akan tetapi, ada faktor lain juga, yaitu tata kelola lahan di hulu sungai yang tidak baik, dan pembabatan hutan, sehingga terjadi aloh fungsi dari hutan lindung menjadi hutan produktif (merdeka.com, 17/7/2022).
Beralih ke kota Industri, Karawang, dimana terjadi bencana alam yang sama. Teluk Jambe Barat dilanda banjir pada hari Sabtu (16/72022) lalu. Curah hujan yang tinggi membuat air sungai Cidawolong dan Kedunghurang meluap.
Bahkan, Plt. Kepala Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari BPBD Karawang, sudah berkoordinasi dengan lembaga terkait guna mengevakuasi warga yang terdampak.
Melansir cnnindonesia.com (18/7/2022), kurang lebih 200 kepala keluarga dan 1.192 jiwa yang terkena dampak banjir ini. Selain itu, 304 unit rumah, 2 tempat ibadh dan 3 fasilitas umum mengalami kerusakan.
Menelisik fenomena bencana ekologis yang tidak berkesudahan, bahkan semakin hari dampaknya semakin meluas. Tentu menjadi renungan. Benarkah ini adalah musibah yang disebabkan fenomena alam semata?
Benarkah solusi yang dilakukan hanya menyentuh masyarakat pinggiran sungai? Tanpa mengindahkan siapa sebetulnya yang paling banyak andil sebagai penyebab bencana.
Sayangnya, sikap kontradiktif muncul dari para pemangku kebijakan. Satu sisi mereka menyadari bahwa curah hujan tinggi bukanlah satu-satunya penyebab banjir. Menghimbau masyarakat untuk rasional dalam mengelola area resapan air. Tetapi, di sisi lain perizinan mengelola daerah terdebut sangat mudah diberikan. Padahal, izin tersebut untuk pengelolaan area hulu sungai. Area hulu bermasalah, maka hilir terkena dampak terbesar seperti yang sudah terjadi.
Bencana alam terjadi menuntut manusia menyadari Mahakuasa Allah atas segalanya, mengevaluasi perilaku individu dan sistem terhadap alam. Faktanya, pengelolaan alam dengan basis kapitalisme justru menghasilkan kerusakan hingga bencana.
Oleh karenanya, penerapan kebijakan yang pro umat sangat penting. Kebijakan berasaskan Islam mendorong penguasa untuk membuat tata kelola ruang dengan benar dan minim kemadhorotan. Penguasa akan mengelola semua area milik umum, tidak akan menyerahkannya pada swasta yang notabene hanya mengeruk keuntungan semata.
Maka dari itu, ketika pun bencana yang merupakan ketetapan dari Allah SWT. melanda sudah dapat diantisapasi baik dari aspek pencegahan atau penanggulangan.
Allah SWT berfirman:
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan. (Q.S. Al-A’raf: 96)
Wallahu'alam
Oleh: Tati Sunarti, S.S
Guru dan Pegiat Literasi
0 Komentar