Topswara.com -- “Sudah Jatuh Tertimpa Tangga”. Inilah peribahasa yang tepat untuk mendeskripsikan nasib masyarakat saat ini, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.
Sudah jatuh akibat melambungnya harga minyak goreng, dikala ekonomi masyarakat yang sedang minus. Kemudian ditimpa lagi dengan regulasi pembelian minyak goreng curah subsidi yang menggunakan aplikasi PeduliLindungi, yang mana secara tidak langsung hanya memihak kepada masyarakat kelas menengah atas.
Hal ini terbukti, mulai tanggal 27 Juni 2022 pemerintah mulai mensosialisasikan beberapa regulasi untuk pembelian Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Dimana salah satu syarat dalam regulasi tersebut mengharuskan masyarakat untuk memiliki aplikasi PeduliLindungi.
Dengan adanya aplikasi tersebut masyarakat dapat membeli Minyak Goreng Curah (MGCR) dengan harga eceran tertinggi yaitu Rp14.000/Liter atau Rp15.500/kg dengan pembatasan pembelian sebesar 10 kg per NIK/hari. Jika tidak memiliki aplikasi PeduliLindungi maka dapat tetap membeli dengan menunjukkan kartu KTP mereka untuk dicatat nomor induk kependudukan (NIK)-nya (detikFinance, 26/06/2022).
Kemenko Marves mengklaim bahwa dengan adanya regulasi tersebut maka penyebaran MGCR ini akan lebih cepat, tepat sasaran dan masyarakat pasti dapat MCGR (detikFinance, 26/06/2022).
Namun, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adanya penerapan regulasi baru dalam pembelian MCGR ini dinilai akan menimbulkan potensi masalah, khususnya pada saat penerapan pembelian MGCR tersebut (Liputan6.com, 24/06/2022).
Hal ini juga didukung oleh pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno yang memandang bahwa ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dikritisi dalam penerapan regulasi baru ini (Liputan6.com, 24/06/2022).
Pertama, mengenai sasaran penerima dari MGCR yang subsidi oleh pemerintah. Apakah sasarannya perorangan atau keluarga? Karena PeduliLindungi merupakan aplikasi yang bersifat personal maka kemungkinan dalam satu keluarga akan ada lebih dari satu pengguna aplikasi PenduliLindungi ini. Ia menyebut, misalnya ada 4 orang dalam satu keluarga tersebut maka keempatnya bisa membeli MGCR sesuai syarat (Liputan6.com, 24/06/2022).
Dengan begitu muncullah masalah kedua yakni tujuan distribusi. Ia mengatakan, "Akan terjadi masalah dalam distribusi yang tepat sasaran, bisa aja satu orang secara personal membeli itu, tapi di sisi lain tidak semua masyarakat bawah itu memiliki smartphone."
"Ini jadi masalah juga, karena mereka beli minyak goreng itu bukan kelompok masyarakat mampu, alih-alih beli smartphone mereka lebih mendahulukan kebutuhan pokok," terangnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (24/6/2022) (Liputan6.com, 24/06/2022).
Ketiga, bukan hanya masalah sasaran MGCR di perkotaan namun juga di pedesaan. Ia menyoroti berkaitan dengan data jumlah kepemilikan aplikasi atau smartphone di satu keluarga. Dengan data yang jelas tersebut maka seharusnya baru ditentukan skema yang tepat untuk penyaluran regulasi baru pembelian MGCR subsidi ini (Liputan6.com, 24/06/2022).
Karena kemungkinan besar tidak semua masyarakat pedesaan memiliki smartphone. Jika pun mereka memiliki smartphone maka mereka juga harus memiliki kuota internet dan kartu memori yang cukup untuk mengunduh aplikasi PeduliLindungi.
Yang tentunya hal tersebut akan sangat memberatkan masyarakat sebab mereka harus mengeluarkan uang lebih sedangkan mendapatkan sesuap nasi per harinya saja sudah untung bagi mereka apalagi harus membeli kuota internet dan kartu memori lebih.
Keempat, karena kebutuhan akan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat sehingga mau tidak mau masyarakat harus membeli minyak goreng. Hal ini tentu akan berpotensi memunculkan oknum-oknum yang akan memanfaatkan kesempatan ini.
Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, "Ini menimbulkan potensi istilahnya diakali oleh orang-orang atau oknum yang tak bertanggung jawab. Kalau misal ada kelompok yang tak miliki smartphone itu bisa ada oknum yang kemudian mengambilkan dengan akses PeduliLindungi yang dia miliki dengan catatan harganya beda. Ini jadi permasalahan juga." (Liputan6.com, 24/06/2022).
Dengan demikian, alih-alih masyarakat mendapatkan MGCR subsidi yang murah dan mudah dijangkau malah secara tidak langsung membuat masyarakat semakin sulit. Karena harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli smartphone, kuota internet ataupun kartu memori dengan kapasitas yang cukup untuk mengunduh aplikasi PeduliLindungi.
Sedangkan bagi masyarakat yang mampu akan sangat mudah mendapatkan dan memborong MGCR tersebut sehingga pada akhirnya mau tidak mau masyarakat yang tidak mampu pun harus tetap membeli minyak goreng yang mahal tersebut.
Lalu berkaitan dengan menggunakan NIK pada KTP juga banyak mengundang kekhawatiran masyarakat sebab banyak yang takut data pribadinya mereka disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab sehingga tak heran banyak masyarakat dan penjual yang kurang setuju dengan regulasi baru dalam pembelian minyak goreng curah ini.
Birokrasi Rumit dalam Kapitalisme
Birokrasi dan regulasi yang menyulitkan masyarakat saat ini sudah sangat biasa terjadi dalam sistem kapitalis. Sebab dalam sistem ini tujuan utamanya ialah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan dalam melaksanakan pemerintahannya pun demikian. Para penguasa akan sangat perhitungan dengan rakyatnya. Kebutuhan pokok rakyat pun serba dijatah padahal sumber daya alam melimpah.
Regulasi dalam Islam
Dalam islam, memberikan pelayanan yang terbaik, tak bertele-tele dan tak perhitungan dalam memenuhi hak rakyat merupakan hal yang wajib untuk dilakukan. Sebab dalam Islam, penguasa yang melaksanakan pemerintahan dengan baik merupakan salah satu bagian dari ibadah mereka yang akan dipertanggungjawabkan di pengadilan Allah kelak.
Struktur administrasi dalam sistem islam memiliki tiga prinsip dasar yakni pertama, birokrasi yang mudah (efektif dan efisien), tidak berbelit-belit ataupun bertele-tele. Kedua, cepat dalam penanganan. Ketiga, kemampuan dan kapabilitas orang-orang yang menangani urusan-urusan rakyat.
Dengan tiga macam ini rakyat akan mendapatkan layanan sebaik mungkin.
Rakyat tidak akan dipersulit untuk memperoleh haknya sebab hubungan rakyat dengan penguasa ialah ibarat tuan dan pelayan bukan sebaliknya. Kebutuhan pokok rakyat pun akan dipenuhi dengan sebaik mungkin sehingga kesejahteraan pun terwujud dengan merata.
Kemudian, para penguasa dalam Islam tidak akan perhitungan dengan rakyatnya. Segala hak rakyat akan ditunaikan karena para penguasa Islam merupakan orang-orang yang bertakwa. Mereka akan takut menzalimi rakyatnya sebab mereka tahu di akhirat nanti rakyatnya dapat menuntut kembali kezaliman yang telah ia lakukan. Akhirnya, mereka menjadi penguasa yang amanah dan melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Wallahu’alam..
Oleh: Rizkika A.M.
Sahabat Topswara
0 Komentar