Topswara.com -- "Koar-koar" kandidat capres terdengar bersinggungan di bawah langit biru Indonesia. Walau pilpres masih diadakan pada tahun 2024 namun sirine-sirine capres tetap bersahutan. Aksinya tak main-main semua kandidat bersahut-sahutan dengan baliho di pinggir-pinggir jalan.
Tak hanya itu para kandidat pun berlomba lomba mencari dukungan dari berbagai belah pihak. Dari mulai menyabet perhatian para parpol, sampai yang paling masif adalah menyabet hati rakyat. Semuanya saling mengerahkan tenaga untuk saling mempromosikan "nya".
Nama-nama dan angka elektabilitas para kandidat mulai mengambang. Seperti yang dilansir dari kompas.com, 18 Juni 2022. Berdasarkan survei Poltracking Indonesia, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi kandidat capres dengan elektabilitas tertinggi, yakni 26,9 persen.
Posisi kedua diduduki oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dengan perolehan elektabilitas 22,5 persen. Selanjutnya, Anies Baswedan yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta memperoleh posisi ketiga dengan elektabilitas 16,8 persen.
Tak hanya itu notifikasi-notifikasi dukungan dari berbagai parpol, turut berkiprah menjajakan nama orang yang digadang nomor 1 di Indonesia, pada tahun 2024 nanti. Seperti Nama Anies Baswedan yang kini di tag oleh partai NasDem bersama 2 capres lainnya yakni Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa. Atau perseteruan capres PDIP antara Puan Maharani atau Ganjar Pranowo.
Persaingan dari berbagai belah kandidat tak akan pernah terselesaikan. Di tengah persiapan pilpres 2024, semuanya sibuk dengan "suara", rakyat pun terbengkalai. Janji-janji manis yang rakyat harapkan, justru tak menjanjikan dapat memuaskan. Selama sistem yang terjamah masih menggunakan sistem selain Islam.
Para kandidat yang menyandarkan diri dengan para kapitalis. Tak layak disebut sebagai calon pemimpin. Karena mereka yang bersikeras mencari suara dukungan dari berbagai pihak, untuk berebut kursi kekuasaan. Yang sifatnya duniawi. Sangat jauh dari moralitas pemimpin dalam kacamata Islam.
Bagaimana akan disebut pendidik umat atau pelindung umat, jika mahkotanya saja masih berhiaskan dunia. Dan aturan yang dianut buatan manusia, bahkan jubahnya pun bergantung pada individu-individu kapitalis, tidak akan terselesaikan tentunya selama yang dijunjung jauh dari agama.
Islam sebagai Ideologi yang dirahmati seluruh alam memiliki pandangan khusus dalam memilih seorang pemimpin yang akan menaungi dan melindungi umat. Tidak hanya itu bahkan aturan dasar hidupnya pun turut menjadi kriteria calon pemimpin dalam Islam, yakni akidah Islam.
Islam sangat menyorot karakter pemimpin, bukan yang hanya jago mempromosikan diri namun juga integritasnya dalam menaungi seluruh umat islam.
Pemimpin yang satu ini adalah pemimpin yang harus berakidah Islam sebagai landasan hidupnya. Karena banyaknya pemimpin yang gagal dan malah berkhianat, adalah pemimpin yang jauh dari agama. Ini merupakan bukti lemahnya manusia tanpa agama.
Islam menuntut pemimpin yang bersikap amanah, sidiq, fathanah, dan tabligh. Berarti yang tidak berkhianat dan dekat dengan umat. Yang mengerti setiap persoalan umat. Berbalik dengan masa kini. Negeri yang tengah dilanda endemi namun geraknya pasif, malah menyengsarakan. Harga bahan pokok yang naik, harga bbm yang tak kunjung turun, pelecehan agama di mana-mana dan lain-lain.
Semuanya hanya dapat diselesaikan dengan Islam yang merupakan pelindung ummat. Yakni ditegakkannya khilafah, yang akan melahirkan benih-benih pemimpin yang berasaskan Islam. Dan yang menjadi satu konstitusi yang akan menaungi seluruh umat. Yang berdiri atas dasar Islam yang merupakan rahmatan lil'alamin.
Oleh: Silmi Atikah
Aktivis Pelajar Peduli Bangsa
0 Komentar