Topswara.com -- Redaktur Pelaksana Topswara.com, Puspita Satyawati, S.Sos.
mengajak mahasiswa sebagai the leader of change untuk menulis demi menyampaikan gagasan idealnya.
"Sebagai the leader of change, untuk memperkuat leadership-nya, mahasiswa (cendekiawan Muslim) mesti terampil berbicara dan menulis demi menyampaikan gagasan idealnya," tuturnya dalam Diskusi Jurnalistik Pelatihan Menulis Opini Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung (UKMF FPPI FKIP Unila) bertajuk Meningkatkan Kesadaran Mahasiswa sebagai Cendekiawan Muslim yang Berintelektual serta Terampil dalam Menulis, di ruang Zoom, Sabtu (11/6/2022).
Puspita menyitir quotes H.O.S. Cokroaminoto, "Jika ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan, dan bicaralah seperti orator."
"Maka jika ingin menjadi pemimpin besar, sebagai the leader of change, mahasiswa setidaknya terampil berbicara dan menulis," cetusnya.
Ia pun membeberkan fungsi strategis mahasiswa sebagai the leader of change yaitu pertama, bertugas merohanikan ilmu yakni pencarian terhadap kebenaran.
"Searching the truth, nothing but truth. Mencari kebenaran, tak ada yang lain tetapi kebenaran itu sendiri," ujarnya.
Kedua, berkontribusi memajukan dan mencerdaskan pola pikir masyarakat.
Adapun ketiga, memiliki kepekaan tinggi dan critical thinking.
"Mahasiswa harus peduli terhadap fenomena masyarakat dan memiliki daya kritisi terhadap ketidakadilan yang terjadi. Berani memberikan kritik terhadap kebijakan yang tidak merakyat, misalnya. Bukannya malah tunduk pada hegemoni kekuasaan," imbuhnya.
Keempat, berani membela kebenaran dan keadilan.
Dan fungsi kelima, mengarahkan perubahan berdasarkan nilai-nilai Islam.
"Sebagai cendekiawan Muslim, memiliki beban untuk mengarahkan perubahan berdasarkan Islam, agar terwujud masyarakat islami. Sekaligus ini menjalankan kewajiban berdakwah, amar makruf nahi mungkar," jelasnya.
Coach di Pelatihan Penulisan Opini Tintasiyasi.com ini juga mengungkapkan menulis sebagai aktivitas strategis dunia akhirat.
Pertama, menulis merupakan sarana menebar kebaikan bagi sesama, sekaligus menjadi amal jariyah bagi sang penulis.
Kedua, cara bertanggung jawab dalam menyikapi masalah sekitar.
"Terlebih bagi cendekiawan Muslim. Menulislah sebagai wujud tanggung jawab kelimuan dan kontribusi pada umat," dorongnya.
Ketiga, ia mengingatkan di era ghazwul fikri saat ini, menulis adalah sarana meninggikan kalimat-Nya untuk memenangkan opini Islam demi perubahan masyarakat yang diidamkan.
"Terlebih di era media sosial yang memberikan peluang besar menuang ide kebaikan via tulisan," terangnya.
Di akhir, Puspita memotivasi agar seorang penulis opini Islam tak hanya berbekal semangat, namun juga optimal menghadirkan karya tulis terbaik.
"Menjadi keniscayaan bagi penulis opini untuk meningkatkan skill dengan belajar teknik menulis yang baik. Agar gagasan mudah dipahami publik, juga memudahkan media menayangkannya," pungkasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar