Topswara.com -- Akhirnya yang dikhawatirkan para peternak kini terjadi, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang pada awalnya hanya ada di satu daerah sekarang menyebar keseluruh pelosok negeri. Tak terkecuali Kabupaten Bandung, hanya dalam hitungan minggu saja hewan yang tertular sudah mencapai ribuan ekor dari sebelumnya yang hanya belasan saja.
Di saat penularan yang begitu cepat vaksin yang ditunggu tidak kunjung datang, bahkan penyediaan obat pun sangat sulit didapatkan karena terbentur dengan biaya yang mahal. Pada akhirnya wabah menyebar cepat bukan lagi per hari tetapi sudah mencapai per detik hitungannya.
Kepala Dinas Pertaniaan Kabupaten Bandung Trisna Umaran merinci jumlah kasus terbaru sebanyak 1.276 dari 18.621 ternak yang diperiksa, bahkan tidak menutup kemungkinan kasus di kandang sebenarnya bisa lebih besar dari yang terdata. (Liputan 6.com, Rabu 1/6/2022)
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan penyakit hewan yang menular dengan menyerang ternak yang berkuku belah, seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa/kijang, unta atau gajah, tingkat resikonya pun sangat tinggi yakni kematian dari pada hewan tersebut.
Tentu hal itu akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi para peternak. Apalagi menjelang hari raya Idul Adha di mana kaum Muslim disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban. Momen ini sangat dinantikan oleh peternak hewan untuk menjual dan mendapat keuntungan.
Sangat disayangkan memang, kasus PMK yang menyerang ternak harusnya bisa diantisipasi sejak awal dan ini membutuhkan peran negara sebagai lembaga tertinggi yang menaungi warga masyarakat. Bahkan dengan penyebaran PMK yang begitu cepat banyak yang berpandangan ada kelalaian terutama dalam upaya pencegahan lalu lintas ilegal ternak antar wilayah dan negara.
Hal lainnya, ada dugaan karena rendahnya implementasi biosekuriti pada peternak rakyat, kurangnya sumber daya manusia, serta dukungan logistik dan anggaran untuk vaksinasi yang tidak memadai.
Sulitnya para peternak dalam mendapatkan vaksin yang merupakan langkah awal dari pencegahan penularan, juga obat-obatan yang mahal memperjelas bahwa peran negara dalam kasus ini dirasa begitu lamban dan tidak peka dengan kondisi masyarakat, selain bahaya serta dampak yang akan ditimbulkan, juga sulitnya menggenjot perekonomian rakyat adalah fakta yang mestinya mendapat perhatian negara.
Kurangnya perhatian pemerintah dalam kasus ini tidak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan. Di mana pemerintah tidak berfungsi sebagaimana mestinya yakni mengurusi urusan rakyatnya. Untung rugi senantiasa menjadi tolok ukur kebijakan negara dalam mengatur urusan publik. Antara pemimpin dengan rakyat ibarat penjual dan pembeli, bukan lagi seperti hubungan orang tua pada anaknya yang tentu akan sangat bertanggung jawab untuk mengurusinya.
Hal tersebut sangat bertentangan dengan sistem pemerintahan Islam. Fungsi dari seorang pemimpin yakni sebagai pengurus urusan rakyatnya, segala permasalahan atau pun kebutuhan setiap warga negaranya akan senantiasa diperhatikan dan diselesaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. bahwa:
"Al-Imam (pemimpin) adalah pengurus/pengembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang diurusnya (rakyat)." (HR Al Bukhari)
Ketika ada kasus seperti PMK maka negara akan mengambil tindakan yang konkret di antaranya pencegahan dengan cara biosekuriti yakni pertama, perlindungan zona bebas dengan membatasi gerak hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans.
Kedua, pemotongan pada hewan terinfeksi, hewan baru sembuh juga hewan yang kemungkinan kontak dengan agen PMK. Ketiga, desinfeksi aset dan semua material yang terinfeksi, perlengkapan kandang, mobil, baju dan lain-lain. Keempat, musnahkan bangkai, sampah dan semua produk hewan pada area yang terinfeksi. Kelima, tindakan karantina dan vaksinasi. Semua dikerjakan dengan bekerja sama antara pemilik ternak dan pemerintah terkait.
Semua pembiayaan ditanggung negara dari dana yang berasal dari baitul mal, yang peruntukannya hanya untuk kemaslahatan umat. Karena penguasa dalam sistem Islam bertugas menjadi pelayan rakyat yang tidak memperhitungkan untung rugi. Semua mudah saja dilakukan karena faktor keimanan yang mereka miliki sangat tinggi serta kesadaran akan pertanggungjawaban kekuasaannya di hadapan Allah SWT. di akhirat kelak.
Ketika umat menginginkan kembalinya peran seorang pemimpin, tentu harus ada upaya maksimal agar syariat Islam diterapkan kembali, dari mulai tataran individu, masyarakat dan negara. Karena hanya negara yang menerapkan Islam secara kafah lah yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang akan memperhatikan rakyat layaknya orang tua kepada anaknya.
Wallahu a'lam bi ash sawwab.
Oleh: Suryani
Pegiat Literasi
0 Komentar