Topswara.com -- Lahirnya pembenci menciptakan fitnah, lahirnya LGBT datangkan musibah. Sekilas gambaran yang telah tampak ditengah-tengah masyarakat Indonesia hari ini.
Berita hangat yang menjadi perbincangan publik, sampai menggelarkan aksi terhadap pemerintahan Singapura akibat menolak kedatangan ulama besar Indonesia (UAS). Jelas tindakan ini sama halnya mendiskriminasi warga Indonesia sebab ketika Kedubes Singapura yang berkunjung ke Indonesia, dia disambut dengan baik dan ramah tetapi perlakuan mereka malah sebaliknya kepada warga Indonesia.
Tentu saja ini mengundang kontroversi dan dikecam keras oleh pendukung UAS Pertahanan Ideologi Serikat Islam (perisai), sehingga mereka meminta agar Kedubes Singapura di keluarkan bilamana tidak meminta maaf secara terbuka (detikNews, 22/05/2022)
Ulama itu pembawa cahaya dalam kegelapan, ketika ulama tidak ada maka kegelapan terus menaungi kita. Ulama adalah silsilah Nabi yang hendak memberi petunjuk arah supaya tidak salah jalan.
Olehnya itu, pemerintah wajib memberikan segenap perlindungan kepada ulama-ulama dimanah pun berada baik di dalam maupun di luar negeri agar terus memberikan cahaya kepada umat.
Sebab ulama memiliki tugas untuk senantiasa memberikan nasehat dan ilmu kepada umat khususnya para pemimpin negara agar mereka senantiasa membedakan haq dan batil, serta mau mengambil aturan yang benar sesuai tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunah.
Ulama hadir ditengah-tengah pemimpin menjadi penasihat, agar mereka tidak mengambil aturan dari barat yang hendak menghalalkan segala cara demi maslahat individu sehingga merelakan martabat negeri dimata asing yang hendak berdiri bacar mulut menghinakan aturan Islam.
Selain itu, tanpa ulama pemimpin akan buta, hingga rela mengabaikan kewajiban negeri dan takkan memberi perlindungan terhadap masyarakat dari perbuatan haram. Alhasil, perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah seperti merajalelanya kemaksiatan yang di anggap biasa, seperti zina, ribawi, LG8T, riya’, kufur dari Islam dan membungkam kebenaran itu kini terjadi di negara-negara Islam yang ulamanya tak di hargai.
Di Indonesia misalnya, pengibaran bendera LGBT oleh asing semakin menggila. Mengampanyekan kemaksiatan di negeri penduduk Muslim, perlu perhatian tegas dari pemerintah untuk mencegah aksi tersebut. Sebab ini bertentangan dengan nilai dan norma agama yang berlaku di Indonesia sebagai negeri yang berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa dalam pasal 29 ayat 1 Undang-undang tahun 1945.
Beda halnya di barat, paham LGBT diterima karena pandangan negaranya liberal dan sekuler. Tidak membedakan haq dan batil, semua perbuatan berhukum sama sebab hukum yang mereka gunakan tak lain adalah hukum buatan manusia. Oleh karena itu anggota komis VIII DPR Bukhori Yusuf memprotes pengibaran bendera pelangi LGBT di kedutaan besar Inggris di Jakarta.
Bukhari menyampaikan kepada pemerintah agar bertindak tegas dengan mengirimkan surat pada setiap perwakilan asing di Indonesia agar tidak memperkenalkan secara provokatif mengampanyekan nila dan norma yang tidak sesuai dengan pandangan hidup warga negara Indonesia. Sebab, selain menyimpang dari ajaran agama, LGBT juga termasuk penyakit sosial yang mengancam kohesi sosial di tengah masyarakat khususnya dalam keluarga. (JPNN.com, 22/05/2022).
Dari sini terlihat jelas asing telah melecehkan negeri berpenduduk Muslim terbesar didunia dengan menolak UAS di Singapura dan mengampanyekan LGBT di Indonesia. Ini adalah teguran bagi pemerintah Indonesia agar lebih tegas dalam mengevaluasi kebijakannya agar kewibawaan dimata asing menguat serta menampakkan sikap tegas menentang LGBT dan menunjukkan penghormatan terhadap ulama. Kita ketahui bahwa Indonesia mendominasi penduduk beragama Islam. Pemimpinnya orang Islam tapi sayang akhlak dan perbuatan masyarakat maupun pemimpinnya tidak Islam.
Perbuatan yang jelas haram menurut Islam di biarkan, kewajiban menghormati dan menjaga Ulama tidak terealisasikan. Semua ini terjadi karena aturan yang diterapkan adalah aturan Barat atau liberal dan sekuler bukan aturan Islam kaffah. Alhasil aturan Islam hanya di gunakan dalam bentuk ritual saja, sementara aturan dalam sosial memakai aturan dari barat.
Oleh karena itu, Indonesia kini terlihat rendah dimata asing sebab aturannya berlandaskan aturan Barat, padahal kita juga punya aturan tersendiri yang menjanjikan kejayaan tanpa bergantung pada korporasi asing.
Gambaran-gambaran dimasa lampau sudah jelas bahwa keberhasilan dalam penerapan Islam kaffah tahun Ketahun meluas, lalu apa yang perlu diragukan ?
Sebenarnya bukan ragu terhadap Islam, mereka sadar akan sejarah kejayaan Islam hanya saja pemimpin-pemimpin di negeri sekuler ini telah tertutup hatinya dengan manfaat-manfaat dan kedudukan yang menjanjikan Individualis dan kelompok.
Hingga akhirnya kebenaran itu di bungkam demi manfaat. Oleh karena itu, umat semestinya sadar untuk meninggalkan sekularisme yang para pemimpinnya tidak sejalan dari tujuan beragama mereka yakni meraih ketakwaan individu dan sosial.
Sejatinya, ketakwaan umat bisa membantu meringankan kewajiban penguasa untuk memperbaiki moral dan kepribadian bangsa yang akan berdampak kebaikan bagi negeri ini. Ketakwaan individu dan sosial inilah yang lebih dibutuhkan untuk menyelesaikan problem negeri.
Umat harus sadar bahwa kita membutuhkan sistem Islam sebagai pengganti sekularisme yang akan melahirkan pemimpin, penegak hukum, pejabat, dan warga yang senantiasa menjaga ketakwaan sosial.
Islam adalah agama rahmat, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin bukanlah isapan jempol. Bukti kemuliaan Islam banyak kita temukan sepanjang sejarah Islam memimpin peradaban dunia. Perlakuan Islam terhadap orang kafir sangat adil. Islam selalu mengajarkan agar berbuat baik kepada sesama manusia, termasuk non Muslim.
Sejak Islam diturunkan kepada Nabi SAW. Lalu diteruskan para khalifah sesudahnya, tidak pernah ada pemaksaan Islam terhadap non muslim. Bahkan, dalam peperangan sekali pun, ada adab yang berlaku bagi mereka yang berjihad fii sabilillah, yakni larangan merusak tempat ibadah dan fasilitas publik, serta larangan menyakiti anak-anak, perempuan, dan orang tua.
Secara empiris, hanya Islam yang mampu mengurusi masyarakat heterogen dengan sangat baik selama berabad-abad. Hal ini dapat kita buktikan dari ungkapan sejarawan Barat, Will Durant yang bertutur dengan jujur bagaimana perlakuan khilafah terhadap non muslim.
“Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi. Fenomena seperti itu setelah masa mereka.” (The Story of Civilization).
Oleh karena, untuk menghentikan kriminalisasi terhadap para ulama, maka umat harus bersatu untuk senantiasa melindungi para ulama yang memegang teguh aqidah Islam. Ulama butuh junnah yang siap melindunginya dari ke tidak adilan yang kini mereka dapat dari negara-negara Muslim itu sendiri.
Namun di butuh kan sebuah konstitusi Islam untuk menyelesaikan segala aspek problematika umat hari ini, sebab hanya konstitusi Islamlah yang mampu memberikan kenyamanan dan penjagaan yang terbaik untuk para ulama. Wallahu ‘alam bisshawab
Oleh: Sasmin, S.Pd.
(Pegiat Literasi)
0 Komentar