Di kutip dari Kontan.Co.Id, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan inflasi pada Mei 2022 akan berada pada kisaran 0,31% month to month (mom) atau 3,47% secara year on year (yoy).
Menurut Yusuf, bahwa inflasi barang bergejolak masih akan menjadi pendorong utamanya. “Hal ini juga selaras dengan beberapa harga komoditas pangan seperti bawang putih, cabai rawit, cabai merah dan minyak goreng yang mengalami penurunan harga disepanjang bulan Mei,” ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Yusuf juga melihat komoditas yang naik antara lain bawang merah, telur ayam ras, daging ayam ras, daging sapi dan gula pasir. Adapun peningkatan harga bawang merah disebabkan oleh menipisnya pasokan akibat cuaca ekstrem di daerah pulau Jawa. Sedangkan kenaikan daging ayam ras dan telur ayam ras disebabkan karena adanya kenaikan pada harga pakan ternak.
Maka dari itu, sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi jika keadaan tanah air kita ini sedang mengalami keterpurukan. Baru saja masyarakat merasa bahagia dengan hilangnya pandemi Covid-19 dan masyarakat mulai ingin membenahi ekonomi mereka , lantas dibuat mencekam kembali dengan naiknya harga pangan yang membuat ibu-ibu memutar otaknya demi memenuhi isi dapurnya.
Tak heran jika mengalami kenaikan harga, pemerintah sendiri mengizinkannya. Masyarakat semakin dibuat menjadi sengsara dan menderita akibat ekonomi yang terus menerus tidak stabil. Kadang turun beberapa hari, kadang naik. Kenaikan ini pun dengan harga yang cukup fantastis.
Sejauh mana rakyat mampu bertahan dalam impitan ekonomi yang terus terjadi, jikalau tidak ada upaya serius dari pemegang kebijakan untuk menyelesaikan kenaikan ini. Sedangkan pendapatan rakyat juga pas-pasan. Maka dikhawatirkan kondisi seperti di Sri Lanka akan menular ke negeri ini. Krisis pangan akan melanda, kekacauan di mana-mana. Bahkan, penjarahan bisa saja berdarah-darah.
Kenaikan Harga Pangan dalam Perspektif Islam
Pada waktu di zaman Nabi, saat harga barang-barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga-harga tersebut dipatok, supaya bisa terjangkau. Tetapi, permintaan tersebut ditolak oleh Nabi, seraya bersabda, “Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi Rezeki, dan Mematok harga.” (HR Ahmad dari Anas).
Dengan begitu, Nabi tidak mau mematok harga, justru dibiarkan mengikuti mekanisme supplay and demand di pasar.Tentu saja hal itu bukan membiarkan ,namun melakukan intervensi tanpa merusak persaingan pasar.
Kenaikan harga akibat gagal panen seharusnya negara intervensi dengan adanya teknologi canggih dalam mengatasi itu. Upaya antisipasi bencana dengan penciptaan lahan khusus menampung kebutuhan pokok juga hal baik dalam mensupply kebutuhan.
Kebijakan seperti inilah yang diharapkan oleh masyarakat pada saat harga pangan mulai tinggi seperti saat ini. Pemerintah melakukan operasi pasar. Barang atau bahan pangan yang dibeli sebelumnya akan dikeluarkan dan dijual dengan harga murah sehingga konsumen tidak merasa berat membelinya.
Selain itu, pemegang kebijakan juga akan melakukan sidak kepada distributor/penjual yang berbuat nakal (menimbun barang dengan sengaja agar harga naik). Para mafia itu akan dikenai sanksi yang tegas sehingga tidak akan berani menimbun lagi. Sanksi dalam bentuk ta’zir, sekaligus kewajiban untuk menjual barang yang ditimbunnya ke pasar.
Dengan demikian, pemerintah akan melakukan hal-hal di atas untuk menstabilkan harga. Inilah cara Islam mengatasi problematika mengenai kenaikan harga kebutuhan pokok. Semuanya itu pernah dilakukan ketika tegaknya Islam lebih dari 13 abad lamanya. Karenanya hanya di sistem Islam yang mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan. Yaitu bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah yang berasal dari Allah SWT dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah atau menyeluruh.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Nidya Ayu Zulkarnain
(Sahabat Topswara)
0 Komentar