Topswara.com -- Ekonom yang juga Direktur riRset Centrer of Reform Economics (CORE) Piter Abdullah menilai kenaikan tarif dasar listrik untuk golongan 3000 volt Ampere (VA) ke atas akan menyebabkan inflasi ke depan. Menurut dia, masyarakat miskin akan menerima dampak tidak langsung dari kenaikan tarif listrik tersebut.
“Kenaikan tetap mendorong kenaikan inflasi yang pada akhirnya akan berdampak terhadap masyarakat miskin,” ujar ekonomi Piter Abdullah, Minggu (22/5)
Piter mengatakan ditengah lonjakan harga komoditas energi imbas konflik geopolitik, pemerintah tidak punya banyak pilihan hingga harus bersiap dengan lonjakan inflasi. Sebelumnya menteri keuangan Sri Muliani mengatakan usulan kenaikan tarif listrik di atas 3000 VA tersebut sudah disetujui oleh presiden Joko Widodo.
“! Presiden Joko dan kabinet sudah menyetujui untuk berbagi beban, kelompok rumah tangga yang mampu yaitu mereka yang berlangganan listrinya di atas 3000 VA, boleh ada kenaikan tarif listriknya, hanya di segmen itu ke atas,” ujar Sri M.ulyani dalam rapat bersama badan anggaran Banggar DPR RI, jpnm.com,Jakarta.
Sebuah kebijakan yang sering terjadi di negeri ini, memiliki banyak sumber daya alam energi yang berlimpah, namun di sisi lain masyarakat harus menelan pil pahit karena kenaikan tarif dasar listrik. Imbasnya seluruh sektor PT PLN Persero sebagai pengelola bisnis listrik juga mengalami kerugian.
Mengapa kenaikan listrik ini terus berulang? Ditambah masyarakat sedang berusaha memulihkan keadaan ekonomi pasca pandemi.
Padahal sumber daya alam tambang yang ada di negeri ini berlimpah, cadangan batu bara menurut data Kementrian ESDM mencapai 26,2 miliar ton. Dengan produksi batu bara sebsar 461 juta ton tahun lalu, diperkirakan cadangan masih 56 tahun, diasumsikan tidak ada cadangan baru. Namun sumberdaya yang ada tidak dioptimalkan untuk melayani rakyat tetapi untuk di ekspor.
Selain itu Indonesia tidak hanya memiliki sumber energi primer berupa batubara tetapi juga mempunyai minyak bumi dan gas dengan jumlah yang masih tergolong melimpah. Nyatanya tarif listrik termasuk termahal nomor empat di Asia Tenggara bahkan mengalahkan Laos yang sumber energi juga sepenuhnya berasal dari EBT dan inpor.
Mahalnya tarif listrik di Indonesia dikarenakan permasalahan yang terus-menerus menghantui masyarakat, tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme dan sistem politik demokrasi yang mencengkram saat ini.
Sejak swasta diperkenankan turut serta dalam bisnis penyediaan listrik dengan dikeluarkannya Keppres 37/1992. Pada saat itu kita akan kekurangan pasokan listrik sehingga perlu membuka pintu lebar-lebar bagi swasta untuk membangun pembangkit baru inilah penyebab nya terjadi swasta pembangkit tenaga listrik yang berupaya untuk membantu listrik PLN.
Berbeda dalam sistem Islam, yang mana harga listrik akan terjangkau. Karena tambang adalah harta milik umum, dan ini dapat dilihat dari dua aspek. Pertama listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk kategori bahan milik umum harta milik umum Nabi SAW bersabda, ”Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: Padang , rumput, air dan api “. (Hadis riwayat Abu Dawud dan Ahmad).
Yang termasuk dalam kategori api tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana pendidikan listrik seperti tiang listrik, gedung mesin, pembangkit dan sebagainya, kemudian sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar, seperti migas dan batubara yang merupakan milik umum.
Negara bertanggung jawab mengelola harta milik umum mulai dari hulu hingga hilir dan memastikan kebutuhan listrik setiap individu rakyat terpenuhi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, harga terjangkau atau bahkan gratis serta untuk seluruh rakyat baik kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim.
Solusi Islam dalam pengelolaan tambang, al-Fiqh al Islami wa Adilatuh Wahbah al Zuhaili menggunakan kata ma’din (bentuk Jamak dari ma’din) untuk itulah bahan Galian tambang. Menurut beliau, bahan gas adalah sesuatu benda yang terdapat di dalam perut bumi dari ciptaan Allah yang masih asli dan murni.
Menurut Imam Ibnu Qudamah diisi dalam kitab besarnya, Al Mughni, pada bab pembahasan tentang Ihya Al-Mawat, bahan-bahan galian tambang (hasil usaha pertambangan) yang didambakan dan dimanfaatkan oleh manusia tanpa banyak biaya, seperti halnya garam, air, belerang , gas bumi mumia (semacam obat), petrolium, intan dan lain lain, tidak boleh di pertahankan (hak kepemilikan individunya).
Jika barang tambang dikelola oleh segelintir orang maka yang terjadi adalah ketimpangan seperti sekarang. Hanya yang memiliki uang yang mampu merasakan listrik.
Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran negara dalam mengelola harta kepemilikan umum. Dan jikalau negara tidak mampu mengelola, boleh mendatangkan ahlinya dari negara lain, namun dengan akad kerja, bukan untuk menguasai tambang tersebut.
Demikianlah khilafah Islamiyyah mengatur sumber daya energi listrik sehingga mampu melayani rakyat dengan pinsip- prinsip pengelolaan yang diatur dalam dalam syariat Islam.
Wallahu’alam bi asshawwab
Oleh: Kania Kurniaty
Aktivis Muslimah Ashabul Abrar Kyumanis Bogor
0 Komentar