Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jodoh Koalisi untuk Kontestasi, Akankah Jadi Solusi Hakiki Perbaikan Negeri?

Topswara.com -- Pinang sana, pinang sini. Cocokologi terus berjalan dan nanti  berhenti ketika peraturan baru diketuk palu. Namun sebelum palu diketuk, tidak ada salahnya mencari jodoh terbaik untuk dipinang seandainya nanti tiga periode bukanlah pilihan terbaik menurut para kontenstan politik negeri ini. 

Pencarian jodoh koalisi untuk mengusung sosok yang akan maju dalam kontestasi sudah sering diberitakan berbagai media massa. Bahkan banyak survei yang sudah turun ke lapangan mencari tahu pilihan masyarakat untuk dipasangkan berjodoh dalam pemilu 2024 mendatang. 

Meskipun masih ada sekitar 2 tahun lebih, segala sesuatu harus dipersiapkan secepatnya untuk mendapatkan peluang kemenangan dalam kontestasi nanti. Parpol-parpol mulai berfikir dengan beberapa opsi seperti bertahan dengan koalisi lama, tetap oposisi, atau membentuk koalisi baru bersama para tokoh lain bahkan partai baru. Sebab, setiap partai tentu ingin mempertahankan eksistensinya di kursi parlemen dan pemerintahan. 

Seperti yang dilansir dari berita merdeka.com (29/05/2022), PKS salah satu partai oposisi pemerintahan Jokowi dikabarkan tengah mencari jodoh untuk koalisi. Hal tersebut terungkap saat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggelar acara Milad ke 20 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (29/5). Sejumlah elite parpol hadir dalam acara tersebut di antaranya PKB, PPP, Demokrat dan Golkar.

Saat Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi berpidato, ia berbica kemungkinan berjodoh dengan parpol lain untuk Pilpres 2024. PKS masih mengamati tokoh mana paling menarik untuk dipinang sebagai capres. 

Aboe lalu melempar candaan kepada Ketua Bawaslu Rahmad Bagja bahwa PKS perlahan mulai memilih tokoh yang diusung, seperti Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan, Sandiaga Uno hingga Agus Harimurti Yudhoyono. Karena acara tersebut dihadiri oleh nama-nama dan parpol yang disebutkan oleh Aboe Bakar. 

Koalisi, Antara Syahwat Kontestasi dan Gengsi Partai

Setiap parpol sejatinya memiliki keinginan untuk memenangkan kontestasi pemilu. Sebab menjadi bukti bahwa kemenangan yang diraih adalah dukungan masyarakat melalui suara mayoritas. Hanya saja dunia politik tidaklah stagnan, melainkan sangat dinamis. Segala kemungkinan bisa terjadi dalam berpolitik. Termasuk kegagalan diakhirnya. Analisis dan spekulasi boleh saja dilakukan. Namun kebenaran di lapanganlah yang akan menjawabnya. 

Sebagian boleh saja berpandangan bahwa partai koalisi akan terus menjadi pemenang dalam kontestasi berikutnya. Atau adanya poros baru seperti partai-partai yang mencoba untuk menunjukkan nuansa relijius akan menjadi primadona masyarakat Indonesia sehingga memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilu. Atau kalangan independen non parpol boleh  saja  menilai jika masyarakat sudah muak dengan parpol-parpol yang ada selama ini karena nyatanya tidak berpihak pada rakyat. 

Pertanyaannya adalah, adakah semua itu direncanakan  demi perbaikan negeri ini? Ataukah hanya sekedar mempertahankan keberadaan partai? Jika parpol-parpol yang sudah ada sekarang mau berfikir jernih, harusnya mengutamakan masa depan negeri ini untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Meskipun terkadang harus mengesampingkan kepentingan partai. 

Namun sayangnya, parpol-parpol tersebut bekerja demi eksistensi dan ego atau gengsi partai. Saat yang lain bisa menang, kenapa yang ini tidak bisa? Maka harus bisa! Begitulah kira-kira kalimat yang memotivasi partai lainnya untuk maju terus dalam kontestasi. Namun untuk persiapan melakukan perubahan yang mendasar dan menyeluruh bagi negeri, belum ada partai politik dari Parlemen yang berani untuk mendobraknya. 

Perjuangan Menegakkan Islam Kafah Adalah Solusi Hakiki

Kontestasi pemilu sudah puluhan kali terjadi dan diadakan. Ironisnya, kondisi negeri ini semakin tidak terarah. Parpol yang tumbuh juga semakin marak, seiring besarnya harapan masyarakat untuk bisa berpindah dari situasi yang tidak menentu akibat diterapkannya sekuler kapitalis menuju kehidupan yang lebih baik dan pasti. 

Perjodohan Koalisi parpol dalam naungan demokrasi kapitalis hanyalah mengulang kesalahan-kesalahan lama. Bahkan menjadi salah satu bentuk dukungan pada bobroknya sistem yang diterapkan di negeri ini.Kekecewaan akan terus dirasakan oleh pendukung parpol dari kalangan masyarakat. Bahkan ulama sekalipun sanggup untuk dihianati. 

Kemenangan parpol dalam koalisi maupun sosok yang dijodohkan bukanlah solusi hakiki. Karena pada hakikatnya, kemenangan parpol dalam sistem demokrasi kapitalis hanyalah untuk meraih kursi pemerintahan. Masyarakat sudah menyaksikan dan merasakan secara langsung betapa para penguasa dalam sistem kapitalis yang diterapkan rezim negeri ini hanya membuahkan kesengsaraan dan kebangkrutan negara. 

Selama ideogi yang diterapkan tidak berasal dari Allah SWT, yaitu Islam, perjodohan dalam koalisi hanyalah syahwat kontestasi dan gengsi partai. Sulit untuk meyakininya sebagai jalan menuju perubahan menyeluruh dan membawa keberkahan bagi Indonesia ke depannya sebagai negeri Muslim terbesar di dunia. Wallahu a'alam bissawab.



Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar