Topswara.com -- Hidup di dalam sistem kapitalisme memang tidak mudah. Tidak ada yang bernilai selain nilai materi. Biaya hidup tinggi, pekerjaan semakin sulit, persaingan di mana-mana, masyarakatnya individualis tidak saling peduli dan banyak tuntutan yang harus dipenuhi.
Kondisi tersebut membuat sebagian besar manusia terutama para ibu menjadi gampang depresi, terlebih di masa kenaikan kelas. Mesti melunasi tunggakan spp dan dibayangi biaya daftar ulang sesudahnya, ditambah tidak terjaminnya kebutuhan dasar oleh negara. Sehingga muncullah statement, 'Aku capek', 'Sampai kapan bertahan?' Dan lain sebagainya.
Memang capek atau lelah itu manusiawi. Karena kita adalah manusia bukan robot, tapi jika terus-menerus dan berkepanjangan, apalagi sampai membuat manusia down dan tidak produktif, bisa berbahaya. Karena bisa berujung kepada hilangnya semangat hidup. Apalagi kalau penyebab dari rasa capek yang sering kali hinggap adalah karena mengejar banyaknya tuntutan hidup. Mulai dari pendidikan yang berkualitas, pekerjaan yang bergengsi, karir yang sukses, financial yang mapan dan lain sebagainya.
Jika semua tuntutan tersebut dikejar mati-matian hingga menguras waktu, energi, harta dan usia sebenarnya kita sedang menjadikan diri kita sendiri sebagai budak kapitalisme yang menghambakan diri pada materi.
Kapitalisme merupakan sistem hidup yang menjunjung tinggi materi sebagai standar kebahagiaan dan sistem inilah yang dipakai sebagai aturan hidup saat ini. Maka tidak heran jika di hampir semua bidang terutama yang langsung go public harus mempunyai tampilan yang good looking. Bagi mereka yang tidak good looking dan dompet pas-pasan akan menjadi mudah depresi bukan hanya fisik tapi juga psikis. Karena harus bersaing untuk mengejar standar rendah ala kapitalis. Bagaimana nasib umat dan bangsa kedepannya, kalau manusianya hanya sibuk mengejar semua materi tersebut.
Islam sebagai Aturan Hidup
Realitas seperti itu sangat jauh berbeda, jika Islam yang menjadi aturan hidup. Karena Islam memiliki standar kebahagiaan yang mulia, yakni meraih ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Selain itu, aturan Islam merupakan problem solving bagi problematika manusia.
Kita bisa tahu kemana harusnya energi kita disalurkan, untuk apa harusnya usia kita dihabiskan, yang utama kita jadi punya semangat dan daya juang yang tinggi karena tahu tujuan hidup kita, yakni untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surah Adz-Dzariyat ayat 56
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ ٱلْجِÙ†َّ ÙˆَٱلْØ¥ِنسَ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Jika sudah begitu, maka segala rasa lelah yang kita rasakan justru berubah menjadi lillah yang berbuah ketenangan, keikhlasan dan kenikmatan. Itulah uniknya sistem Islam yang hanya bisa diterapkan secara kaffah oleh institusi khilafah.
Khilafah merupakan institusi penerapan syariat Islam yang diwariskan oleh Rasulullah SAW. Peran strategis khilafah dalam mengatur kehidupan juga sangat unik.
Dimulai dari sistem pendidikannya yang berasaskan akidah Islam. Menjadikan individu dan masyarakatnya memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami.
Masyarakatnya juga merupakan masyarakat yang Islami, peduli dan berdedikasi tinggi amar makruf dan nahi mungkar. Sehingga mampu menjaga generasi penerusnya dari segala perbuatan yang dilarang agama.
Tidak hanya itu, masyarakat dalam khilafah juga dikenal sebagai masyarakat yang produktif terutama generasi mudanya. Sejarah telah mencatat khilafah mampu mencetak sangat banyak ilmuwan yang bertakwa dan produktif dalam menyelesaikan persoalan hidup.
Sebut saja Ibnu Sina, dia menguasai bahasa Arab, geometri, fisika, logika, ilmu hukum Islam, teologi, dan ilmu kedokteran. Bahkan di usia 17 tahun, ia menjadi amat terkenal dan dipanggil untuk mengobati Pangeran Samani, Nuh bin Mansyur.
Ibnu Sina berhasil menulis lebih dari 200 buku dan di antara karyanya yang terkenal berjudul Al-Qanūn Fi At-Thibb, yang berisi ensiklopedia tentang ilmu kedokteran.
Ilmuwan Islam lain yang berjasa sekaligus perintis pengembangan keilmuwan, sebut saja misalnya Ibnu Rushd (Averroes), al Biruni, Jabir Ibnu Hayyan (Ibnu Geber), Ibnu Ismail al Jazari penemu ilmu robot modern, Ibnu Haitham, ilmuwan optik dari Basrah yang teorinya digunakan para saintis Itali untuk menemukan kaca pembesar pertama di dunia, Al Ghazali ahli dibidang ilmu tafsir, fiqih, filsafat dan akhlak serta masih banyak lagi ilmuwan Islam yang telah meletakkan fondasi bagi pengembangan ilmu modern sebagaimana yang kita rasakan dan alami sekarang ini.
Adapun keberadaan media selalu dikontrol oleh negara. Khilafah akan memastikan bahwa konten maupun tayangan yang ditampilkan media berjalan sesuai fungsi utamanya, yakni untuk mengedukasi umat.
Sosial media digunakan sebagai ladang untuk menebar amar makruf nahi mungkar. MasyaAllah sebegitu terjaganya kehidupan masyarakat dalam sistem khilafah, tidakkah kita merindukannya?
Oleh: Nabila Zidane
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar