Topswara.com -- Hubungan yang terjalin antara Indonesia-Australia tidak bisa dipisahkan dari histori antara kedua belah pihak yang sangat mencekam. Kedua negara ini tergolong memiliki hubungan yang sangat unik, disatu sisi dapat menjamin berbagai peluang kerja sama, namun tetap disisi lain penuh dengan berbagai tantangan.
Menoleh kepada sejarah, kondisi hubungan bilateral antara Indonesia-Australia senantiasa mengalami pasang surut hubungan. Perbedaan norma nilai, agama, budaya, orientasi politik yang mengakibatkan perbedaan prioritas kepentingan. Kecurigaan, kekhawatiran pengkhianatan, dan berbagai dinamika persengketaan kerap menyelimuti hubungan bilateral antara kedua negara ini.
Hubungan Indonesia-Australia terus memanas sejak permasalahan Timor-Timur. Pada saat itu Australia dianggap mendukung kemerdekaan Timor-Timur dari Indonesia. Tak di pungkiri lagi, meskipun berbagai permasalahan yang melekat antara hubungan bilateral kedua negara ini, keduanya tetap meyakini pentingnya memperbaiki kembali hubungan diantara mereka.
Baru-baru ini dikabarkan, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese dan Menteri luar Negeri Penny Wong dijadwalkan berkunjung ke Indonesia (5-7 Juni, 2022).
Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementrian Luar Negeri Santo Darmasumarto dalam jumpa pers, Kamis (2/6/2022), mengatakan kunjungan resmi Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menunjukan arti penting dari perjanjian Kemitraan Strategis Komperenshif yang ditanda tangani kedua negara pada 2018.
“Hubungan Indonesia-Australia telah meledak panas dan dingin selama bertahun-tahun”. Athiqah Nur Alami, Kepala Pusat Penelitian Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN).
Pengamat hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran di Bandung, Teuku Rezasyah menjelaskan, Indonesia jangan sampai terjebak kedalam isu yang dibuat pemerintah Australia terkait masalah keamanan. Menurutnya, Indonesia fokus saja pada apa yang sudah di tandatangani pada 2006, serta pada aspek keamanan, karena masih banyak hal yang belum dikembangkan bersama antara Indonesia dengan Australia.
Disisi lain, Albanese mengatakan pada akun twitternya, bahwa ia berharap untuk melanjutkan diskusi tentang kemitraan yang sedang berlangsung diantara kedua negara, termaksud merevitalisasi hubungan perdagangan.
Dari berbagai peristiwa yang telah terjadi (dimasa lalu), sebenarnya apa yang sedang direncanakan Australia kali ini?
Menjalin Hubungan Tak Sekedar Jabat Tangan
Pergerakan negara sangat mempengaruhi stabilitas keamanan bagi rakyatnya, terlebih dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Maka sudah seharusnya pertimbangan negara saat menjalin hubungan dengan negara lain adalah keamanan negara serta kemashlahatan rakyat.
Namun apalah daya, dalam kekangan sistem kapitalisme, orientasi pergerakan negara diarahkan kepada pencarian keuntungan sebesar-besarnya. Selama terdapat keuntungan, maka dengan berbagai cara akan ditempuh demi mendapatkannya meski dengan cara gunting dalam selimut.
Dalam Islam diperbolehkan menjalin hubungan dengan negara lain, dengan syarat kebijakan yang akan diberlakukan tentunya harus mengutamakan kemashlahatan bagi negara Islam, sehingga ketika negara lain tidak ingin mengikuti persyaratan, maka tidak akan terjalin hubungan.
Hal ini menjadikan negara Islam menjadi negara yang mandiri, tidak ketergantungan dengan negara lain. Sebagaimana yang telah Rasulullah SAW contohkan dalam perjanjian Hudaibiyah.
Tentunya orientasi dalam menjalin hubungan pada sistem Islam adalah kemashlahatan bagi rakyat dan tersebarnya syariat Islam. Karena politik dalam Islam adalah mengayomi, dan mengurusi permasalahan ummat, sehingga pergerakan negara pun berdasarkan pertimbangan mashlahat ummat.
Negara diperbolehkan membatalkan hubungan jika dirasa akan terjadi pengkhianatan, dan hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah indikasi. Sebagaimana dalam Al-Qur'an QS. Al-anfaal:58, yang artinya :
“ Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang yang berkhianat”.
Dengan ketentuan seperti inilah, negara dalam sistem Islam akan terjamin stabilitas keamanan juga kemashlahatan negara. Pentingnya bagi ummat untuk sadar, bahwa hal demikian hanya akan tercapai jika sistem yang diterapkan di muka bumi adalah sistem yang sudah dirumuskan oleh Allah Sang Mudabbir, yakni sistem Islam yang diterapkan melalui institusi bernama Daulah Khilafah Islamiyah, bukan sistem kapitalisme kufur yang menyesatkan dan merusak tatanan dunia. Wallaahua’alam.
Oleh: Priety Amalia
(Sahabat Topswara)
0 Komentar