Topswara.com -- Guru adalah pahlawanku, kata-kata itu selalu di ucapkan oleh para siswa dari zaman dulu hingga sekarang. Guru jelas bagaikan pahlawan bagi siswa-siswinya. Bagaimana tidak, kala siswa sedang kesulitan disekolah, maka gurulah yang akan membantunya bahkan dikala mereka sedang terlibat perkelahian di sekolah, gurulah yang mampu meredam amarah mereka hingga bisa kembali reda.
Panggilan pahlawan sangat cocok bagi mereka yang menduduki gelar sebagai guru. Oleh karena itu, sepantasnya guru mendapatkan penghargaan besar atas gelarnya itu. Sebab tanpa guru maka tak ada pula profesi-profesi lain yang kini bercokol ditengah-tengah kita. Namun bagaimana kiranya, jika panggilan itu tidaklah berarti bagi sebagian pemilik profesi lain hingga seolah acuh atas perjuangan para guru. Sehingga gaji guru pun seolah menjadi permainan bagi mereka yang bertugas untuk memberikan upah para guru.
Dilansir dari telisik.id bahwa sejumlah guru di bagian Buton Selatan mengeluhkan keadaan mereka lantaran hingga pertengahan Juni 2022 mereka belum terima gaji. Padahal seharusnya, hak para guru itu dibayarkan pada setiap awal bulan. Seorang guru yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa sejak 6 bulan terakhir ini bayaran atau gaji mereka selalu terlambat.
Padahal dulu Dinas pendidikan selalu membayarkan gaji mereka di atas tanggal 15, para guru itu juga berharap Kepala Dinas Pendidikan Busel, La Makiki tidak tutup mata dengan persoalan tersebut. Sebab rata-rata para guru di Busel telah berkeluarga. Mereka harus menafkahi anak keluarga mereka dari hasil gaji mengajarnya. (Telisik.id. 15/06/2022)
Sungguh miris melihat kondisi para pendidik bangsa yang terabaikan dari pandangan para pemangku kekuasaan hari ini. Guru adalah profesi yang sangat mulia, tidak seharusnya mendapatkan perlakuan abai dari negara. Sebab hadirnya gurulah yang telah melahirkan ratusan profesi dan hadirnya guru pula yang mampu menghadirkan anak-anak bangsa yang hebat dan cerdas.
Kesabaran dan keikhlasan guru dalam mendidik generasi bangsa ini seharusnya di hargai bak sultan. Bukan justru di abaikan bahkan di sepelekan sehingga pemberian gaji pun seolah tak begitu urgent bagi negara hari ini. Alhasil, hadirlah kegelisahan dan rasa kecewa di hati para guru yang terabaikan.
Berbeda halnya perlakuan negara Islam yang memberikan penghargaan yang begitu luar bisa kepada para guru. Sebab bagi Islam guru adalah profesi yang sangat mulia yang membutuhkan hati yang ikhlas dan jiwa yang sabar.
Sehingga sahabat Abi Umamah pernah berkata bahwa Rasulullah SAW., bersabda: “Barang siapa mengajar satu ayat dari Kitabullah kepada seorang hamba, maka orang itu menjadi junjungan hamba tersebut, hamba tidak boleh merendahkan orang tersebut, dan tidak boleh mendahuluinya (harus memuliakannya)”. (HR. At-Tirmidzi. Harusnya Hasan)
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (H.R. Ahmad).
Dari dua hadis di atas menggambarkan kepada kita bahwa betapa Allah dan Rasul-Nya sangat memuliakan dan mengutamakan hak para guru. Sebagaimana yang telah dicatat oleh sejarah, bahwa sistem Islam ternyata mampu memberikan kesejahteraan kepada para guru pendidikan generasi bangsa.
Di era Khalifah Umar bin Khattab misalnya, ketika itu para guru digaji sebesar 15 dinar dan jika di kakulasikan 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas dan harga emas pada hari ini 800 ribu rupiah per gram-nya maka terhitung gaji guru ketika itu di era Khalifah Umar setara dengan 51 juta rupiah.
Karena itu, abainya negara hari ini sungguh sangat melukai hati para pendidik generasi. Oleh sebab itu, para guru butuh junnah untuk memberinya kesejahteraan yang sesungguhnya hingga mereka hanya fokus dalam mendidik tanpa terganggu dengan bagaimana nafkah keluarga mereka.
Sebab untuk mendidik generasi masa depan butuh perhatian ekstra dan juga butuh pikiran yang fokus sehingga tidak ada lagi generasi yang terabaikan di karena gurunya diabaikan. Wallahu ‘alam bissawab []
Oleh: Rismawati, S.Pd
Pegiat Literasi
0 Komentar