Topswara.com -- Menanggapi pertanyaan apakah orang yang tenggelam di sungai, termasuk mati syahid? Ahli Fiqih Islam K.H. Muh. Shiddiq Al-Jawi menjawab benar, asal memenuhi dua syarat.
“Benar, orang yang tenggelam di sungai termasuk mati syahid, asalkan dia memenuhi dua syarat berikut ini ketika orang tersebut mati,” tuturnya dalam kajian Soal Jawab Fiqih, Eps. 770, Mati Tenggelam di Sungai, Benarkah Mati Syahid? Kamis (16/6/2022), di kanal YouTube Ngaji Shubuh.
Pertama, dia adalah orang mukmin (Muslim), bukan orang kafir (non-Muslim). “Orang mati syahid itu haruslah seorang Muslim, bukan orang kafir,” ucapnya.
Dia memberikan contoh dalil dalam Al-Qur'an surat Ali Imran: 102 yang artinya,
"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."
Kedua, tidak dalam kondisi berbuat maksiat ketika mati tenggelam. “Misal mati tenggelam ketika sedang naik kapal pesiar sambil pesta minum khamr (minuman keras), lalu kapalnya tenggelam karena badai,” ujarnya.
Sebab, menurutnya, jika dia mati dalam keadaan maksiat berarti matinya adalah mati su’ul khatimah (mati dengan akhir yang buruk).
“Dan orang yang su’ul khatimah tidak layak mendapat syahadah (mati syahid), seperti perempuan yang meninggal saat nifas tetapi sebelumnya dia hamil karena zina (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz ke-26, halaman. 273-274),” paparnya.
Ia mengingatkan, pengertian su’ul khatimah adalah kondisi seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir (tidak beragama Islam) atau dalam keadaan bermaksiat kepada Allah.
“Berdasarkan penjelasan ini, jika seorang Muslim misalnya sedang berenang di sungai, dalam keadaan tidak sedang bermaksiat kepada Allah, lalu dia terhanyut oleh aliran sungai dan mati tenggelam, maka insya Allah dia mati syahid,” tambahnya.
Hal ini, lanjut dia, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya:
"Syuhada itu ada lima, yaitu al-math’un (mati karena wabah tha'un/pes), al-mabtun (yang mati karena penyakit perut diare (al-is-hal), al-ghoriq (yang mati tenggelam di laut, sungai, dsb), shahibul hadam (yang mati tertimpa tembok, gedung, dsb), dan yang mati syahid di jalan Allah Azza wa Jalla (di luar perang)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hanya saja, ungkap dia, yang dimaksud mati syahid untuk orang yang tenggelam adalah kategori syahid akhirat, bukan syahid dunia akhirat dan syahid dunia.
Ia menjelaskan, syahid akhirat adalah orang yang mati di luar medan perang (jihad) dan mendapat pahala mati syahid di akhirat. “Namun, kepadanya tetap diberlakukan hukum-hukum jenazah pada umumnya, yaitu tetap dimandikan, dikafani, dan dishalatkan, andaikata dapat ditemukan jenazahnya,” bebernya.
Syahid dunia akhirat, lanjutnya, adalah orang yang mati di medan perang (jihad) yang dilakukannya secara ikhlas Lillahita’ala dan mendapat pahala syahid di akhirat. “Jenazahnya tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan, hanya dikuburkan dengan baju apa adanya yang dia pakai,” jelasnya.
Dan terakhir, beliau menerangkan, syahid dunia, adalah orang yang mati di medan perang (jihad) tetapi dia tidak ikhlas Lillahita’ala atau hanya berperang demi ghanimah (harta rampasan perang), atau mati terbunuh saat dia lari dari medan perang, dan sebagainya).
“Dia tidak mendapat pahala syahid di akhirat, na’udzubillahi min dzalik, jenazahnya tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan, dan hanya dikuburkan dengan baju apa adanya. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakshiyyah Al-Islamiyyah, Juz 11, halaman. 166-168). Wallahualam,” pungkasnya. [] Mariyam Sundari
0 Komentar