Topswara.com -- Cuplikan video dari Najwa Shihab dengan dua influencer Jovial Da Lopez dan Andovi Da Lopez dalam acara mereka di Narasi TV sempat viral. Dalam video tersebut, Najwa Shihab mengutarakan keresahannya mengenai aturan ambang batas calon presiden dalam pemilu di Indonesia. Dimana posisi calon presiden hanya dapat diambil dari sekelompok orang melalui proses koordinasi dari para elit politik saja.
Najwa juga membandingkan dengan Timor Leste dengan total jumlah penduduk sekitar 1,4 juta jiwa, mereka menyelenggarakan pemilu dengan 16 calon presiden. Begitu pula dengan Prancis, dimana dengan jumlah sekitar 67 juta jiwa, ada 12 calon presiden yang berlaga di pemilu. Sedangkan di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, hanya dapat memilih dua calon presiden.
Kondisi dimana calon presiden hanya bisa dipilih dari partai maupun partai koalisis yang memiliki kuota 20 persen dalam pemilu legislatif sebelumnya atau meraih total 25 persen dari total suara nasional ini adalah representasi dari pasal 22 UU tentang pemilu.
Dengan peraturan seperti ini, tentu secara otomotis yang bisa maju sebagai calon presiden adalah sosok yang telah disepakati oleh anggota elit politik dari partai-partai tertentu untuk maju. Pastinya yang dipilih adalah sosok yang sesuai dengan kepentingan mereka dan selama ini berkubu dengan mereka.
Rakyat akhirnya tak dapat berkontribusi secara langsung dan hanya melihat proses tersebut dari balik layar kaca maupun sosial media. Drama politik mulai panas, perebutan bursa calon presiden juga sudah mulai ramai, dan akhirnya rakyatlah yang akan tertarik pada pusaran kepentingan elit politik dan terpecah menjadi beberapa kubu seperti kubu cebong dan kadrun pada pemilu lalu.
Para elit politik berusaha berkampanye mengobral janji janji manis kembali untuk menarik perhatian para pemilih. Menggemborkan jangan golput dengan alasan kontribusi rakyat terhadap jalannya demokrasi. Sungguh lucu, karena rakyat hanya diperhatikan dengan penuh saat suara mereka dibutuhkan.
Slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanyalah rayuan kosong karena calon presiden yang harus mereka pilih bukanlah berasal dari representasi pilihan rakyat yang sesungguhnya. Istilah Jovial Da Lopez bahwa rakyat hanya menjadi boneka voting para elit politik.
Sejatinya tingginya angka golput setiap pemilu berlangsung adalah bukti nyata bahwa rakyat tak percaya dengan proses demokrasi di Indonesia. Setidaknya mereka tidak menganggap bahwa suara mereka adalah penting. Karena siapapun yang berkuasa tentu alih alih mengayomi rakyat tapi malah membela kepentingan diri dan golongannya sendiri.
Ada pula yang berusaha mengubah situasi dengan ikut terjun ke dalam bursa caleg dengan harapan mampu memberi kontribusi perubahan yang lebih baik kepada bangsa. Yang mana sama sekali tak akan mungkin melahirkan perubahan, karena hanya mengikuti fakta demokrasi yang selalu sarat dengan kepentingan elit politiknya.
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia? Tentu perlu dipahami bahwa perubahan revolusioner bukanlah menyesuaikan diri dengan terjun langsung untuk mengubah. Namun butuh untuk memahami fakta serta situasi adalah objek hukum yang bisa dirubah.
Fakta bahwa demokrasi adalah sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas adalah objek yang harus dipahami dan dirubah. Untuk apa bertahan pada sistem yang jelas jelas tidak bisa mensejahterakan manusia? Untuk apa berusaha memperbaiki sistem yang seolah menjadikan rakyat sebagai sumber kedaulatan namun sebenarnya dikuasai beberapa elit dengan dalih mereka adalah wakil rakyat?
Sistemlah yang harus dirubah, demokrasi yang patutnya kita ganti. Bukan orang orang di dalamnya, namun sistem politik dan pemerintahan ini yang harus dirubah. Mengapa? Karena sistem ini menjadikan suara manusia yang lemah dan terbatas sebagai sumber hukum, meski hal tersebut sangan bertentangan dengan syariat bahwa hanya Allah-lah yang bisa membuat hukum.
اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗيَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفٰصِلِيْنَ
Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah.Dia menerangkan kebenaran dan Dia memberi keputusan yang terbaik. (Al An'am : 57)
Oleh: Nadia LK
Sahabat Topswara
0 Komentar