Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Waspada Inflasi di Tengah Pemulihan Ekonomi Pasca-pandemi


Topswara.com -- Dua tahun sudah berlalu semenjak Indonesia terserang virus Covid. Semua kegiatan dilakukan secara daring dan terbitlah kebijakan PPKM. Hingga mematikan sendi-sendi perekonomian Indonesia, terutama UMKM kebanyakannya bangkrut. Namun kini, semua kegiatan sudah diperbolehkan secara luring dengan syarat rakyat Indonesia melakukan vaksin. 

Pemberlakuan tatap muka untuk seluruh kegiatan baik pendidikan, pelaku usaha, para karyawan, dan aktivitas berwisata semata-mata untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sehingga, saat ini pemerintah fokus dalam mengembangkan UMKM di daerah-daerah, serta bisa berpotensi menjadi wisata. 

Nyatanya tak mudah memulihkan perekonomian pasca pandemi Covid-19. Banyak yang perlu dibenahi dan dipilah-pilah mana yang menjadi skala prioritas. Karena faktanya, dari awal tahun 2022 hampir semua harga kebutuhan pokok melejit. Sehingga produksi dan distribusinya menurun. 

Belum lagi, per April 2022 Indonesia diperkirakan mengalami inflasi hingga 0,85 persen. Jika benar, maka ini menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017 (0,97 persen) atau lebih dari lima tahun terakhir. Dan secara tahunan (year on year/YoY) diperkirakan menembus 3,4 persen. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Agustus 2019  di mana pada saat itu tercatat 3,49 persen.

Tingginya perkiraan inflasi berasal dari konsensus pasar yang sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI). Serta berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu III, BI memperkirakan inflasi April bakal menyentuh 0,74 persen (MoM) dan 3,26 persen (YoY). (Cnbcindonesia.com, 06/05/2022).

Akar Permasalahan

Permasalahan inflasi tahun 2022 merupakan perkara yang biasa terjadi ketika mendekati bulan Ramadan. Menurut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri menyatakan bahwa kenaikan inflasi juga dipicu peningkatan permintaan akibat pelonggaran mobilitas.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menjelaskan bahwa peningkatan inflasi terjadi di semua kelompok. Yaitu, volatile food, administered prices, dan inti. Dimana inflasi inti salah satunya tercatat 0,36 persen, meningkat dibandingkan dengan bulan Maret 2022 sebesar 0,30 persen. Berdasarkan komoditasnya, inflasi inti April 2022 terutama disumbang oleh komoditas kue kering berminyak dan mobil, seiring dengan peningkatan harga minyak goreng dan peningkatan mobilitas masyarakat. (Viva.co.id, 10/05/2022). 

Inflasi yang terjadi di beberapa negara maupun Indonesia bisa diakibatkan kenaikan harga kebutuhan yang naik secara terus-menerus. Berbeda jika kenaikan hanya terjadi pada satu atau dua barang saja, maka tidak bisa disebut inflasi. 

Lantas, apa yang menyebabkan inflasi terjadi? Pertama, tigginya permintaan. Dimana ketersediaan barang tidak sepadan dengan tingginya permintaan. Kedua, meingkatnya biaya produksi. Ini berkenaan dengan bahan baku produksi yang naik, dampaknya produsen akan menaikkan harga barang. Ketiga, jumlah uang yang beredar. Aritnya ketika jumlah uang ditengah masyarakat meningkat, maka barang akan ikut mengalami kenaikan.

Walhasil, ketika dibiarkan terus, maka dampak inflasi akan muncul. Terutama untuk kalangan masyarakat menengan ke bawah. Pasalnya, ketika harga barang ketubuhan terus naik, tak bisa disalahkan jika daya beli rakyat akan menurun. Sehingga, akan terjadi ketidakseimbangan pendapatan. 

Itulah yang terjadi, alih-alih pemulihan ekonomi setelah pandemi, tetapi yang terjadi sebaliknya. Rakyat dipaksa membuka usaha sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Rakyat diminta memutar otak sendirian demi menafkahi keluarganya. Sungguh memprihatinkan. 

Benarlah, pendapat Al-Maqrizi yang menyebutkan penyebab inflasi ada tiga hal, yaitu korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan, dan jumlah uang yang dicetak berlebihan. Belum lagi keberadaan riba yang selalu hadir dalam setiap transaksi. Masya allah. 

Memang benar, aturan manusia tidak akan membuat keadilan dan solusi yang tuntas. Karena hanya bersumber pada akal semata dan perkiraan. 

Sistem Ekonomi Islam Menyejahterakan Rakyat

Islam merupakan agama yang tidak hanya mengatur urusan ibadah saja, tetapi mengatur urusan muamalah. Karena hadirnya Islam bertujuan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Baik Muslim maupun non Muslim. 

Maka, dalam perkara perekonomian akan sangat memperhatikan distribusi, biaya produksi, biaya bahan baku, dan sebagainya. Semuanya yang mengatur adalah khalifah, sebagai kepala negara. 

Oleh karena itu, negara akan meminimalisir terjadinya inflasi. Salah satu caranya, dengan memastikan harga-harga barang tidak melebihi harga pasaran, dan tidak pula terlalu rendah. Selain itu, pendistribusian pun haruslah merata. Tidak ada wilayah yang makmur atau bahkan ada yang miskin, karena ini termasuk ketidakadilan dalam pelayanan rakyat. 

Allah SWT berfirman, “ … supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (QS Al-Hasyr [59]: 7). Maka, berdasarkan ayat tersebut, tugas utama negara adalah melayani rakyat, terutama dalam perkara pemenuhan kebutuhan pokok. Karena tujuannya untuk pemerataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat di seluruh negeri. 

Adapun ciri khas sistem ekonomi Islam menurut pakar ekonomi Caria Ningsih, S.E., M.Si., Ph.D., pertama, Islam sangat memperhatikan aspek distribusi kekayaan. Kedua, mekanisme distribusi diatur dengan konsep kepemilikan yang meliputi kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Ketiga, pengembangan harta dan investasi tidak boleh ada unsur riba, spekulasi, gharar, maysir, transaksi barang haram, dan menimbun harta. Sebab, Islam fokus pengembangan sektor riil. 

Keempat, mata uang yang digunakan berbasis emas dan perak atau dinar-dirham. Karena memiliki nilai ekstrinsik dan intrinsik yang sama dan relatif stabil. Kelima, Islam memandang ukuran keberhasilan ekonomi jika tercapai kesejahteraan setiap individu masyarakat.
Wallahu'alam bishshawab.


Oleh: Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar