Topswara.com -- Dari tahun ke tahun demo buruh di tanah air terus berulang terjadi. Hal ini karena sampai detik ini para buruh belum mendapatkan solusi bagi permasalahan yang menimpa mereka. Kesejahteraan yang mereka harapkan masih jauh di mata.
Sebagaimana dilansir CNBCIndonesia (21/5), massa buruh dan mahasiswa berencana kembali menggelar demo untuk menyampaikan aspirasi mereka di depan gedung MPR/DPR.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan di Mapolda Metro Jaya mengatakan pihaknya telah menyiapkan pengamanan terkait aksi demo tersebut. Ia meminta agar peserta untuk kooperatif dan mengikuti aturan dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
"Polda Metro sudah mendapatkan pemberitahuan dari elemen yang menyampaikan pendapat di muka umum. Untuk kegiatan demo buruh di DPR/MPR, kata Zulpan, Jum'at (detikNews, 20/5/2022).
Jika kita teliti problem utama para buruh setiap tahunnya adalah terkait masalah upah yang sangat kecil. Mengapa masalah buruh terkait upah tak kunjung selesai? Inilah akibat sistem ekonomi kapitalis yang diadopsi oleh negara ini.
Sekularisme Pangkal Persoalan
Paradigma negara dengan asas sekularismenya (memisahkan aturan agama dari kehidupan) sebagaimana negeri kita hari ini mengadopsinya. Hari ini hidup dalam masyarakat kapitalis semua beban harus ditanggung oleh individu itu sendiri.
Sementara negara tidak berposisi sebagai penanggung kebutuhan-kebutuhan yang harus diselesaikan oleh masyarakat. Sehingga pada akhirnya merembes ke masalah gaji. Apesnya, gaji justru tidak memenuhi semua akomodasi kebutuhan masyarakat. Sebab gaji atau upah masyarakat, khususnya buruh sangat minim, hanya sebatas upah minimum.
Maka selama pangkal persoalan yang telah bercokol ini (kapitalis-sekularisme) masih diadopsi, maka sulit mengharapkan kehidupan para buruh hidup dengan layak. Sebab sistem ini memposisikan upah sebagai bagian dari faktor produksi. Walhasil, perusahaan-perusahaan tentu meraih keuntungan yang setinggi-tingginya.
Negara Gagal Menjamin Kesejahteraan Buruh
Turunnya buruh kejalan untuk menyampaikan aspirasi mereka tanda bahwa kesejahteraan para buruh, dimana masih rendah dan hanya sebatas standar minimum. Sudah jelas upah ini tak mampu memenuhi hajat hidup mereka dengan layak. Sementara harga-harga di pasaran terus merangkak naik.
Persoalan ini juga turut menunjukkan bagaimana gagalnya peran negara dalam menjamin kesejahteraan buruh. Sementara para buruh telah bekerja maksimal dan mengerahkan dedikasi untuk kemajuan bangsa, namun kerap tak mendapatkan upah yang layak serta menikmati kehidupan layak dari negara.
Ditambah semenjak ditetapkannnya undang-undang omnibus law semakin menyebabkan ketidakpastian para buruh untuk mendapatkan upah yang tetap. Sebab mereka yang statusnya pekerja kontrak jika memasuki masa kontrak berakhir maka saat itu pula para buruh mencari pekerjaan yang baru. Dari sini semakin tidak jelas nasib para buruh.
Hal ini wajar saja terjadi, sebab negara tidak lagi berperan sebagai tonggak untuk menyelesaikan berbagai persoalan termasuk masalah kesejahteraan dan upah buruh akan tetapi hanya sebagai regulator (bukan penanggung jawab) lalu mekanisme pelaksanaanya diserahkan ke pihak perusahaan swasta.
Maka pihak swasta lah yang menentukan upah bagi para buruh. Terang saja mekanisme seperti ini tidak akan memberikan pelayanan yang optimal sebab perusahaan swasta tidak akan menanggung kerugian.
Sehingga semakin pilu nasib buru.
Islam Mensejahterakan Buruh
Hadirnya Islam sebagai solusi atas semua persoalan mampu mengatasi berbagai masalah termasuk persoalan mekanisme kesejahteraan buruh. Dalam Islam upah atau ujrah merupakan bentuk konpesasi atas jasa yang diberikan para tenaga kerja. Persoalan upah dikembalikan pada standar Islam yakni syariah. Sebagaimana Rasulullah SAW telah memberikan panduan terkait upah dalam hadis, diriwayatkan imam al-baihaqi yang artinya:
"Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya terhadap apa yang dikerjakan."
Pekerja dan majikan harus menepati akad diantara keduanya mengenai sistem kerja dan sistem pengupahan. Sementara besarnya upah tergantung kesepakatan antara pekerja dan majikan atau bestandar pada upah sesuai profesi.
Seperti kisah khalifah Umar bin Khatab yang ingin mempekerjakan seorang pemuda yang miskin maka beliau menawarkan kerjanya dengan mengatkan. "Siapakah yang akan mempekerjakan atas nama pemuda ini untuk bekerja di ladangnya." Maka seseorang dari kaum anshor berkata "saya, wahai Amirul mukminin."
"Khalifah Umar berkata, berapa kamu memberinya upah dalam sebulan?" Dia menjawab dengan demikian dan demikian." Maka beliau berkata ambilah dia. Riwayat ini memberikan penjelasan bahwa Umar menawarkan tenaga kerja. Lalu datang dari pihak anshor tersebut. Kemudian terjadilah kesepakatan tentang upah.
Jika terjadi konflik antara seorang pekerja dengan majikannya kasus tersebut bisa diajukan pada qadhi (hakim) sebagai representasi dari negara. Maka hakim akan menyelesaikan konflik tersebut berdasarkan akad yang terjadi antara kedua belah pihak. Pihak yang bersalah akan diberi sanksi dengan sistem sanksi pengupahan yang adil.
Dan dalam sistem Islam (khilafah) para pekerja (buruh) maupun para pengusaha akan hidup sejahtera. Sebab para pekerja akan di upah berdasarkan manfaat yang diberikannya. Kemudian jika upah tersebut tidak mencukupi kebutuhan dasarnya maka negara akan memberi santuna dari dana zakat dan lainnya di baitul mal.
Lalu pengusaha juga tidak akan dibebani dengan membiyai hidup pekerja. Seperti kesehatan, pendidikan dll. Sebab negaralah yang akan menjamin kesejahteraan buruh.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mencapakkan sistem kapitalis. Sistem hasil buatan akal manusia yang terbatas yang hanya menyengsarakan umat dan saatnya kembali kepada sistem Islam yakni khilafah yang mampu mensejahterakan umat termasuk para buruh. Di mana aturannya langsung dibuat oleh sang pemilik kehidupan (Allah).
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Aisyah Abdullah
(Aktivis Muslimah Baubau)
0 Komentar