Topswara.com -- Rakyat seperti tersengat listrik, beginilah kondisi rakyat hari ini. Saat ini santer terdengan berita kenaikan tarif dasar listrik. Tentu saja membuat rakyat harap-harap cemas. Jika wacana tersebut memang benar, maka dipastikan kebutuhan pokok lainya akan ikut naik. Dalam situasi rakyat belum kondusif akibat terdampak Covid-19, rakyat terus saja dicekik dengan kebijakan yang zalim.
Dilansir dari cnbcindonesia.com tarif dasar listrik (TDL) terancam mengalami kenaikan pada Juli 2022 ini. Ancaman kenaikan harga setrum itu terjadi imbas dari rencana dibentuknya Entitas Khusus Batu Bara atau Badan Layanan Umum (BLU) pemungut iuran batu bara.
Ekonom Indef Abra Talattov mengakui upaya menaikkan tarif listrik dan harga Pertalite mungkin bisa mengurangi beban APBN. Namun, di sisi lain, tentu menambah beban masyarakat. Jika beban masyarakat makin berat, justru akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, kenaikan tarif listrik berkontribusi besar dalam mengurangi daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat rendah, biaya untuk mendongkrak perekonomian akan jauh lebih besar dibanding proyeksi penghematan APBN yang Pemerintah klaim. (CNN Indonesia, 14/4/2022).
Beginilah realita kehidupan di sistem kapitalisme. Tidak ada makan siang yang gratis. Meski kenaikan tersebut diperuntukkan bagi golongan yang mampu yakni kenaikan tarif listrik di atas 3.000 VA bukan berarti rakyat kecil tidak terkena dampaknya.
Padahal negeri ini kaya akan SDA terutama batu bara (tambang) tetapi mengapa rakyat seperti mengemis kepada negara? Kemanakah kekayaan yang seharusnya dinimati rakyat? Dilansir dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, total sumber daya batu bara di Indonesia adalah 143,7 miliar ton degan total cadangan batubara sebesar 38,84 miliar ton. Total sumber daya yang besar menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil batu bara terbesar di dunia. (kompas.com 21/12/2022).
Betapa melimpahnya kekayaan sumber daya alam yang Allah berikan kepada negeri ini, tetapi mengapa setiap tahunnya rakyat terbebani dengan kenaikan listrik?. Cadangan batu bara yang begitu melimpah seharusnya mampu mencukupi kebutuhan masyarakat dan tidak perlu adanya wacana kenaikan listrik.
Namun realitasnya negeri ini menganut sistem kapitalisme yang mana segala sesuatu yang dapat mendatangkan uang maka akan dibisniskan, tidak terkecuali listrik yang dibutuhkan banyak orang. Listrik merupakan kebutuhan dasar baik individu maupun kelompok, maka jika ingin mendapatkan manfaatnya masyarakat harus membayar dengan harga yang mahal.
Beginilah jika pengelolaan SDA (tambang) diserahkan kepada swasta, alhasil rakyat tidak mampu merasakan SDA secara cuma-Cuma. Di sini peran negara menjadi mandul, negara hanya bertugas sebagai regulator.
Dalam Islam, tambang adalah harta milik umum, negara berkewajiban untuk mengelolanya untuk kemaslahatan masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud).
Karena listrik adalah kebutuhan pokok dasar, dan banyak dibutuhkan masyarakat maka peran negara mengelolanya untuk diberikan kepada masyarakat secara cuma-cuma, kalaupun berbayar harganya murah. Jikalau negara tidak mampu mengelola barang tambang maka negara hanya boleh mempekerjakan pihak swasta dalam hal eksploitasi dengan akad kerja, bukan izin usaha tambang atau bagi hasil.
Dalam Islam, peran negara sebagai raa’in (pengurus dan pelayan rakyat) berjalan secara berkeadilan. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW. bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Negara harus memastikan setiap rakyat dapat merasakan kebutuhan dasarnya terpenuhi. Bukan seperti sekarang, barang tambang dijadikan lahan bisnis, akhirnya hanya segelintir orang yang mampu merasakannya.
Terjaminnya kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dengan sempurna ketika Islam diterapkan secara kaffah. Oleh karena itu marilah kita menyongsong tegaknya kembali khilafah ala minhajin nubuwwah.
Oleh: Alfia Purwanti
Mutiara Umat Institute
0 Komentar