Topswara.com -- Bengkulu digoyang. Sebanyak 40 orang petani yang terhimpun dalam Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (P3BS) Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu ditangkap Brimob, Kamis (12/4/2022) karena memanen di lahan sengketa yang diklaim milik PT Daria Dharma Pratama (DDP), salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit seluas ribuan hektar tanah (JPNN, 14/5/2022).
Tindakan penangkapan ini diklaim karena PT. Daria menganggap P3BS melakukan pencurian di lahan yang mereka miliki tersebut. Padahal faktanya lahan yang memang dimiliki PT. Daria ini dianggurkan tanpa ditanami apa pun. Jadi apa yang sebenarnya dicuri dari lahan tersebut? Pada tanggal 13/5/2022 melalui konferensi pres Kapolres Mukomuko menetapkan mereka sebagai tersangka (Kompas.com, 15/5/2022).
Zelig Ilham Hamka, S.H. selaku Koordinator Reforma Agraria, Akar Law Office (ALO) Foundation menyatakan penangkapan aparat kepolisian terhadap anggota P3BS merupakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan tindakan sewenang-wenang (arbitrary detention) kepada masyarakat, yang secara jelas melanggar dan bertentangan dengan UUD 1945, KUHAP, dan prinsip HAM (infonegeri, 15/5/2022).
Penangkapan kepolisian di berbagai media dilengkapi gambar telanjang separuh badan dan pengikatan 40 orang tersebut sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Bagaimana keadilan akan tegak jika APH sudah main hakim sendiri karena mengandalkan info dari PT. Daria semata?
Kasus tanah sengketa tersebut sebenarnya masuk pada kasus lama sengketa agraria. Perkara ini diselesaikan antara pengadilan dan PT. Daria. Sejak pandemi kasus sengketa agraria meningkat tajam. Masalah tentu saja ada pada administrasi. Sama seperti kasus Wadas, di Mukomuko pun tanah tersebut diambil paksa, belum diganti lalu didiamkan tidak digarap selama 2 tahun. Penangkapan ini justru menunjukkan keberpihakan APH dari konflik petani dan perusahaan. Padahal seharusnya APH netral.
Untuk meredam opini negatif Bupati Mukomuko Sapuan mengatakan 40 petani bisa segera dibebaskan dengan jaminan (Tempo.Co, 17/5/2022). Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyatakan, PT Daria Dharma Pratama (DDP) bersedia menyerahkan 900 hektar lahan telantar yang disengketakan dengan masyarakat (kompas.com, 17/5/2022).
Apakah semudah itu? Realitasnya kasus ini sudah menjadi opini nasional. Sehingga solusi parsial ini bagaikan lip sync semata. Nyatanya masalah agraria semakin lama semakin meluas dan sikap arogansi selalu muncul seolah testing water. Jika tidak viral maka masalah juga tidak ada tindakan yang serius. Rakyat dibiarkan dalam keresahan. Inilah hidup dalam sistem buruk kapitalisme liberal. Dimana rakyat selalu kalah karena dianggap pihak lemah.
Solusi masalah tanah (agraria) akan paripurna dalam Islam. Dalam buku An nidhomul Iqthishodi fil Islam karangan Syekh Taqiyuddin An Nabhani, disebutkan setiap tanah mempunyai lahan sekaligus kegunaan. Lahan adalah dzat tanahnya. Kegunaan adalah pemanfaatannya misal untuk pertanian, perkebunan, dan seterusnya, Islam membolehkan kepemilikan tanah atas lahan dan kegunaannya.
Konsep Islam juga dikenal adanya menghidupkan tanah mati (ihya' al mawat). Berbagai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang telah mengelola sebidang tanah, yang bukan menjadi hak orang lain, maka dialah yang lebih berhak."
Imam Abu Dawud juga meriwayatkan, bahwa Nabi SAW, telah bersabda: “Siapa saja yang telah memagari sebidang tanah dengan pagar, maka tanah itu adalah miliknya.”
Tanah mati adalah tanah yang tidak ditanami atau tanah yang lama tidak dikelola oleh pemiliknya selama lebih dari tiga tahun maka negara akan mengambil alih tanah itu. Jika ada orang yang menghidupkan, memagari atau mengelola maka tanah itu menjadi miliknya. Sehingga konsep dalam Islam tanah dimiliki bukan untuk ditelantarkan atau dikumpulkan saja. Sebagaimana kasus sengketa agraria di negeri ini.
Tanah yang ditelantarkan setelah dimiliki hanya karena memiliki harta untuk membeli berarti mengambil haq lahan tapi mengabaikan kemanfaatannya. Padahal dalam Islam keduanya ada pada lahan dan harus dioptimalkan. Sebagaimana dalam Kitab Al Amwal Abu Ibaid menuturkan bagaimana tanah Bilal bin al Harist al Muzni yang diberikan oleh Rasulullah SAW seluas seluruh lembah.
Pada masa Khalifah Umar ra menegaskan, sesungguhnya beliau (Rasulullah SAW) memberimu tanah agar kamu dapat bekerja. Karena itu ambil saja bagian yang sanggup kamu garap dan kembalikan sisanya. Dan sahabat juga bersepakat dengannya.
Jika masih ada perselisihan tentu saja akan ada peradilan yang adil dengan pegawai yang amanah. Islam melarang adanya risywah (suap) untuk pegawai. Karena hal itu masuk syariat maka ada hukuman untuk orang yang melanggar.
Tentu saja hal ini menjadi filter individu dengan keimanannya, pengawasan masyarakat dan syariat Islam yang diterapkan oleh negara. Sistem paripurna yang menyejahterakan dan menjamin rasa aman warga negaranya.
Oleh: Retno Asri Titisari, S.Si.Apt.
(Aktivis Muslimah, Pemerhati Sosial Politik)
0 Komentar