Saat ini kita hidup di tengah kungkungan sistem yang memunculkan pribadi individualis sehingga melunturkan rasa empati. Hal ini menyebabkan orang tua harus menyelesaikan PR besar untuk menjaga generasi supaya tidak mati empati. Memang tidak mudah, tetapi kita harus berusaha semaksimal mungkin sehingga terhindar dari lahirnya generasi minim empati.
Setiap anak yang lahir memang memiliki gharizah nau (naluri untuk menyayangi) namun kemampuan untuk menyayangi sesama, bersikap empati perlu dilatih. Karena sikap ini tidak muncul secara otomatis, tetapi perlu pembiasaan.
Orang tua perlu memberikan contoh bagaimana caranya peduli, memahami perasaan orang lain, serta menyayangi sesama.
Dalam Islam empati berkaitan erat dengan tasamuh (tenggang rasa). Sikap ini diganbarkan oleh rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang artinya : ” Perumpamaan orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam,” (HR Bukhari dan Muslim)
Mengpa Kita Harus Melatih Empati Sejak Dini?
Sikap empati akan memunculkan kepekaan terhadap kondisi orang lain. Menumbuhkan sikap toleransi dan mengurangi konflik, serta bisa mewujudkan kehidupan yang tenang dan damai. Sikap empati juga bisa menjadi kunci keberhasilan dalam berhubungan dengan sesama manusia. Oleh karena itu kita harus mengajarkan anak memiliki sikap empati sedini mungkin. Sehingga mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang kuat tetapi penuh kasih sayang dan peka terhadap kondisi masyarakat.
Bagaimana Cara Melatih Empati pada Anak?
Pada dasarnya apapun yang diajarkan orang tua akan mempengaruhi kemampuan anak dalam bersikap, termasuk memunculkan rasa empati. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan supaya terbentuk habits dalam diri mereka.
Pertama, orang tua bisa mengajarkan kepada anak supaya anak mengenali emosinya. Sehingga anak bisa memaknai dengan benar perasaan apa yang sedang mereka rasakan, marah, sedih, kecewa, atau justru bahagia. Hal ini akan memudahkan anak memahani emosi orang lain sehingga bisa mengambil sikap yang benar pada momen yang tepat.
Kedua, orang tua berusaha untuk selalu membangun interaksi positif dengan anak. Menghargai perasaan mereka serta menghadirkan rasa dicintai dalam diri anak. Hal ini akan menajamkan kepekaan anak terhadap emosi orang lain.
Ketiga, memberikan contoh langsung bagaimana cara berempati kepada orang lain. Menanamkan dalam diri anak bahwa menolong orang lain adalah perilaku yang terpuji, membuatnya dicintai Allah serta bisa meringankan beban orang lain.
Dengan begitu anak akan memahami dampak dari sikapnya, sekaligus menghadirkan nilai ruhiyah dalam setiap amalnya.
Keempat, memposisikan anak sebagai orang lain. Misalnya anak bertengkar atau mengambil mainan milik saudaranya, orang tua bisa menanyakan bagaimana perasaan anak jika yang diambil adalah miliknya. Dengan begitu anak akan terbiasa menimbang rasa sebelum melakukan sesuatu.
Kelima, memberikan contoh yang baik dalam mengelola emosi. Orang tua adalah role model bagi anaknya. Jika anak terbiasa mendapatkan empati dari orang terdekat khususnya orang tua maka dia akan mudah menirunya. Ketika orang tua melakukan kesalahan ada baiknya segera meminta maaf kepada anak dengan begitu anak akan belajar untuk berani bertanggung jawab jika melakukan kesalahan. Memberikan pelukan ketika anak sedang marah atau sedih juga akan melatih kepekaan mereka. Karena mereka paham bahwa orang lain memberikan respon atas apa yang mereka rasakan.
Melatih anak untuk berempati memang memerlukan proses panjang. Orang tua harus bersabar dalam menjalani setiap fase yang ada. Senantiasa memohon kepada Allah supaya diberikan kemampuan untuk mendidik anak-anak untuk menjadi generasi yang memiliki empati tinggi. Tanggap dengan permasalahan yang dihadapi oleh umat, serta mampu memberikan solusi yang tepat.
Wallahu a’lam bishawab
Oleh: Sri Purwanti
(Mutiara Umat Institute)
0 Komentar