Topswara.com -- Bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia, lebaran adalah sebuah momen yang tepat untuk mudik ke kampung halaman tercinta. Momen setahun sekali ini menjadi sangat spesial karena dalam kondisi perekonomian negeri ini, tidak setiap saat kita bisa bolak-balik ke kampung halaman semau kita, bahkan kenyataannya banyak yang tidak bisa mudik setahun sekali sehingga harus menahan rindu dan tetap berada di kota.
Salah satu kegembiraan di saat mudik adalah bertemunya saudara dan handai taulan yang telah lama tidak berjumpa. Dengan ini kita bisa mendekatkan hati diantara saudara yang jauh jarak tempuhnya, maupun jauh dalam artian tidak terlalu akrab sebelumnya. Tentu saja menyambung silaturahmi dan sillah ukhuwah ini adalah hal yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Oleh karena itu kegiatan positif ini tentu akan membawa kegembiraan dan suasana positif yang membahagiakan perasaan.
Saling menanyakan kabar dan saling berbagi informasi menjadi bumbu dalam aktivitas silaturahmi, apalagi ketika acara tersebut dikoordinir sedemikian rupa menjadi sebuah acara seremoni. Kita menjadi tahu bahwa saudara kita sekarang sudah bertambah cucunya, yang jomblo sudah menikah, yang menganggur juga sudah bekerja, bisnis saudara kita sedang meningkat omzetnya dan lain sebagainya. Intinya adalah bahwa momen silaturahmi tersebut adalah momen yang tepat untuk tahadduts bi nikmah atas semua keberkahan dan fadhillah yang diberikan Allah SWT kepada keluarga kita.
Namun demikian, setelah kita pulang ke kota, kembali dalam ritme pekerjaan dan kesibukan harian kita, bahkan ketika perjalanan menyusuri arus balik menuju kota, seolah-olah yang ada hanya tinggal capeknya saja. Mengapa setelah semua kegembiraan dan canda ria, segala hidangan dan hiburan yang kita nikmati bersama keluarga, justru menyisakan ruang kosong dan kehampaan didalam jiwa. Ke mana semua nikmat yang beberapa hari yang lalu kita rasakan, ke mana perginya? Kenapa yang tersisa hanyalah kekosongan belaka? Apakah hanya kita yang merasakan, atau ini juga menjadi tradisi tahunan?
Dalam sebuah aktivitas yang penuh dengan kebaikan, kadang kala juga terselip hal-hal buruk yang tidak kita perhatikan. Bisa jadi kegembiraan membuat kita lalai dalam menunaikan kewajiban. Bagaimana pun juga manusia adalah makhluk yang sangat mungkin untuk melakukan kesalahan, sehingga sering kali meskipun tidak kita sadari, namun demikian hal ini berulang kali. Hal ini menuntut kita untuk senantiasa berintrospeksi.
Bisa juga dalam acara silaturahmi yang penuh dengan kegembiraan tersebut kita juga pernah terjebak untuk pamer keberhasilan. Keberhasilan apa pun. Bisa pekerjaan, kesehatan, anak, pendidikan, keshalihan dan lain sebagainya, namun kita berhasil menutupinya dengan tampilan kesederhanaan. Mungkin kita bisa merespons pujian dengan malu-malu mengatakan bahwa hal tersebut biasa saja, namun sebenarnya di dalam hati pujian inilah yang kita harapkan.
Fenomena ini dinamakan dengan humblebrag yang sangat mungkin kita lakukan. Tidak terlalu kentara riyaknya bukan? Namun demikian, inilah sebenarnya yang bisa membuat hati kita menjadi kosong setelah segala kebaikan dan kegembiraan yang kita dapatkan ketika mudik lebaran.
Lalu mengapa hati kita bisa menjadi kosong? Mungkin ada beberapa hal tidak sengaja kita lakukan, namun perlu kita perhatikan barang kali hal tersebut bisa menjadi penyebabnya.
Pertama. Lalai dari ketaatan dan larut dalam kegembiraan dan kesenangan. Bisa jadi dalam suasana gembira bersama keluarga kita terjebak lebih mementingkan hal tersebut daripada menjalankan kewajiban kita sebagai hamba Allah SWT.
Kedua. Meletakkan harapan pada selain Allah SWT. Ketika kita berusaha mempertahankan diri dari hinaan maupun ingin menaikkan posisi dimata manusia, kitapun terjebak mengharapkan ridha dari mereka.
Ketiga. Menzalimi orang lain tanpa sadar. Bisa jadi ketika kita membanggakan kesuksesan, ada saudara yang sedang kesusahan. Ketika kita menampakkan anak-anak, ada keluarga yang belum diberi momongan.
Ketika Allah menginginkan kita untuk sadar, maka perasaan sedih setelah liburan (post holiday syndrome) tersebut bisa jadi akan didatangkan. Ketika hati kita diliputi kekosongan, kebutuhan kita akan asupan spiritual meningkat tajam. Mungkin dengan cara itulah Allah memanggil kita untuk kembali mendekat kepada-Nya, berkhalwat dengan-Nya, serta menangis menghiba untuk memenuhi kebutuhan kita setelahnya.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus kita lakukan apabila kita mengalami apa yang dinamakan post holiday syndrome ini, di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama. Meluangkan waktu untuk menyendiri, berkhalwat dengan Tuhan Semesta Alam.
Kedua. Melakukan kontemplasi, agar kita kembali menjadi diri kita sendiri, yaitu sebagai hamba Allah SWT yang bertakwa, sesuai fitrah penciptaan kita.
Ketiga. Meminta maaf kepada pihak yang tidak sengaja atau tidak sadar telah kita zhalimi, bersedekah atas namanya, atau mengirimkan hadiah kepadanya.
Semoga dengan upaya tersebut, setelah Ramadhan berlalu, setelah mudik lebaran terlewati kita bisa kembali dalam kondisi yang fitri dan kembali menjalankan fungsi kita di akhir zaman, yaitu berjuang bersama-sama untuk mengembalikan kemuliaan Islam dengan diterapkannya seluruh syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishshowwab.
Oleh: Trisyuono Donapaste
Aktivis Penggerak Perubahan
0 Komentar