Topswara.com -- Kerinduan akan kampung halaman terbayar sudah, setelah dua tahun tertahan wabah. Virus Covid-19 belum benar-benar hilang dari tanah air, akan tetapi kondisinya jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Di Kabupaten Bandung, saat ini terjadi penurunan kasus hingga ke level dua. Bupati Bandung Dadang Supriatna optimistis bisa mencapai level satu dan insyaa Allah zero, dengan alasan kasus terus menurun, yaitu di bawah 100 yang terpapar. Demikian ungkapan Bapak Bupati selepas melaksanakan salat idul fitri di Dome Balerame Soreang, Senin 2/5/2022. (detik.com)
Sikap optimistis Bapak Bupati berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman. Menurut Dicky, prinsip dari hukum (biologi) terkait wabah, jika ada pergerakan orang yang banyak, interaksi yang tinggi, maka potensi adanya penularan suatu penyakit wabah menjadi membesar. Pemerintah tidak mungkin bisa membuat kasus Covid-19 tidak ada sama sekali terutama dalam situasi wabah. Apalagi angka positivity rate secara nasional masih di atas 5 persen.
Mudik lebaran telah banyak menciptakan kerumunan, interaksi, juga pergerakan orang. Pergi ke tempat wisata, bersilaturahmi, dan pertemuan keluarga dalam jumlah banyak. Protokol kesehatan masih banyak yang dilanggar, karena merasa sudah aman, apalagi sudah divaksin.
Harapan kita sebagaimana harapan Bapak Bupati, pandemi segera berakhir. Namun kita pun tidak bisa menafikan, bahwa ada beberapa negara yang sudah menganggap aman ternyata mengalami lonjakan kasus. Beberapa negara di Asia, yaitu Hongkong, Singapura, Jepang, Malaysia, dan Korsel, setelah merayakan hari raya Imlek, 1 Februari lalu, memberitakan terjadinya lonjakan kasus di negaranya.
Kewaspadaan seharusnya tetap diusahakan baik oleh pemerintah melalui kebijakannya, maupun masyarakat. Ketika mudik diijinkan, sebagaimana pendapat Epidemiolog Dicky, mestinya disertai dengan persyaratan, agar tidak menambah kasus yang ada terlebih lonjakan kasus beberapa pekan ke depannya. Intinya harus ada aturan yang jelas.
Selain Epidemiolog, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengajukan persyaratan bagi yang mudik tapi belum divaksin atau vaksin baru 1 kali harus tes PCR. Yang sudah vaksin 2 kali harus tes antigen. Dan yang sudah vaksin booster lengkap tidak perlu tes apa-apa.
Awalnya pemerintah mengumumkan sejumlah persyaratan bagi yang mudik, selanjutnya persyaratan tersebut hanya berlaku untuk pemudik tertentu. Berubah-ubahnya aturan dirasakan masyarakat sejak awal pandemi. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme sekular yang diterapkan negeri ini.
Kapitalisme menitikberatkan kepada keuntungan. Sedangkan sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya dipandang sebagai pengatur kegiatan ibadah ritual. Sementara kehidupan diserahkan pengaturannya kepada akal manusia yang sifatnya terbatas, dan cenderung subyektif, sarat kepentingan.
Berbagai kebijakan, khususnya yang berhubungan dengan pandemi dan mudik lebaran, mengedepankan keuntungan materi, mengutamakan kepentingan ekonomi. Mudik diijinkan, tetapi biaya transport semakin membebani. Wisata digalakkan karena dianggap sebagai salah satu penopang ekonomi. Bagaimana dengan keselamatan jiwa dan kesejahteraan rakyat? Jawabannya seolah menjadi taruhan dan tanggung jawab masing-masing individu.
Rakyat dibiarkan terhibur sesaat oleh mudik lebaran dan berwisata. Naiknya harga-harga, pajak dan BBM diharapkan diterima dengan lapang dada. Namun korupsi, berlomba kekuasaan, pembangunan berbasis utang terus berlangsung. Akibat agama tidak jadi panduan, amanah mengurus rakyat semakin terabaikan. Dunia terus dikejar, akhirat menjadi kabur, lupa akan amanah kepemimpinan.
Agar kebijakan bernilai pahala, tegas, konsisten, dan tidak menyusahkan rakyat, haruslah berpijak kepada Islam. Islam memposisikan pemimpin sebagai penggembala, yang tidak akan membiarkan gembalaannya mengalami kesulitan karena menyayanginya. Sabda Nabi SAW.: "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang yang mencintai kalian, dan kalian pun mencintainya. Kalian mendoakannya, dan ia pun mendoakan kalian" (HR. Muslim)
Pemimpin seperti gambaran hadis di atas, akan terwujud ketika memiliki keimanan yang kokoh, tidak tergiur kenikmatan dunia yang sesaat, dan mengutamakan kebahagiaan akhirat yang kekal. Sehingga terbentuk dalam jiwanya kekonsistenan menjalankan hukum-hukum Allah SWT. dalam seluruh aspek kehidupan.
Menangani wabah dengan menerapkan lock down tanpa pertimbangan untung rugi, membangun infrastruktur ditujukan untuk mempermudah mobilisasi masyarakat, bukan proyek yang pro para kapital, mengelola SDA yang berlimpah sesuai syariah sehingga mendatangkan berkah. Pemimpin yang demikian haruslah yang mencampakkan kapitalisme sekular dengan seluruh turunannya, dan menerapkan hanya ideologi Islam saja.
Sejarah Islam telah mencatat sosok pemimpin Islam yang kuat keimanan kepada Allah, begitu mencintai rakyatnya, jauh dari sifat rakus terhadap dunia. Khulafaur Rasyidin dan khalifah setelahnya seperti Umar bin Abdul Aziz mampu membawa segenap rakyatnya ke puncak kesejahteraan, individu per individu. Hal ini mustahil dicapai oleh negara pengusung kapitalisme sekular walaupun terkategori negara sangat maju. Yang kaya semakin kaya, yang miskin makin terpuruk lumrah ditemukan di negara kapitalis.
Oleh karena itu untuk mengakhiri wabah, melepaskan rakyat dari berbagai beban hanyalah dengan kembali menerapkan aturan Allah yang agung dalam seluruh aspeknya tanpa dipilah.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab
Oleh: Enok Sonariah
Pegiat Dakwah
0 Komentar