Zelig Ilham Hamka, S.H, selaku kordinator reforma Agraria mengatakan bahwa penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap anggota Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (P3BS) merupakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan tindakan sewenang-wenang kepada masyarakat, kemudian bertentangan dengan UUD 1945, KUHP, dan prinsip HAM. (InfonegeriBengkulu, 15/5).
Penangkapan dan pemukulan yang dilakukan aparat kepolisian disebabkan anggota P3BS tengah memanen sawit. Padahal, mereka hanya mengambil hak-haknya dari hasil kerja keras mereka selama ini.
Tempat masyarakat menanam adalah tanah milik negara yang tidak dihidupkan, dan masyarakat menghidupkan tanah itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi para korporasi datang menguasai tanah tersebut untuk kepentingan pribadi. Sehingga, masyarakat di represif oleh aparat. Kekuasaan yang diberikan telah disalahgunakan. Rakyat yang seharusnya di lindungi malah jadi korban dan para korporasi diberikan perlindungan.
Tindakan semena-mena yang dilakukan oleh aparat pada masyarakat adalah bentuk pelanggaran yang harus diberi sanksi. Mereka harus diingatkan kembali tugas utamanya yaitu melindungi rakyat. Sebab semua aparat pegawai negeri maupun pemimpin digaji oleh rakyat. Maka, rakyat ibarat tuan yang harus dilayani dengan baik.
Namun hari ini berbalik, hubungan rakyat dengan aparat bagaikan penjual dan pembeli yang hanya mecari untung. Siapa yang mempunyai kekuasaan itulah tuannya. Untuk mendapatkan keadilan harus dibayar mahal oleh rakyat. Lalu, rakyat berjuang sendiri untuk mempertahankan hidup.
Hukum yang berpayung demokrasi kapitalis dibangun atas dasar materi belaka tanpa nilai ruhiyah. Maka wajar persoalan-persoalan yang terjadi hari ini tidak terselesaikan, termasuk konflik agraria. Tapi, berbeda dengan sistem Islam yang dibangun rasa ketakwaan yang tertanam dan terbina pada setiap insan di masyarakat.
Dalam Islam, negara bertanggung jawab mengawasi dan mengontrol masyarakat maupun individu dari hal yang kecil hingga besar, termaksud pertahanan. Tanah yang tidak dihidupkan selama tiga tahun oleh masyarakat maka di kembalikan ke negara untuk mengolahnya. Tapi, jika negara tidak mengolahnya akan diberikan kepada orang yang mau menghidupkan tanah tersebut untuk kelangsungan hidupnya. Namun, negara tidak bisa memberikan kepada pihak swasta yang mengolahnya.
Khalifah Umar ra, pernah berkata;
"Orang yang menelantarkan tanah selama tiga tahun dan tidak mengolahnya, lalu datang orang lain dan mengolahnya, maka orang itu berhak atas tanah tersebut"
Jelas, bagaimana Islam mengatur kehidupan manusia. Termasuk pemanfaatan tanah kosong. Meskipun negara yang mengolahnya tidak lain hanya untuk kemaslahatan rakyat. Cahaya Islam akan terpancar di seluruh dunia jika negara menerapkan hukum Islam secara sempurna. Kesadaran setiap individu ditentukan pada akidah Islam yang ditanamkan pada tiap insan. Tiap insan yang bertakwa bisa membedakan hak miliknya dan bukan hak miliknya.
Karenanya, Islam adalah paripurna mampu memberikan solusi yang mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun, cahaya itu masih padam, butuh orang yang ikhlas berjuang untuk menerbitkan cahaya itu, dengan berdakwah.
Pilihan ada di tangan kita mau ikut berjuang atau duduk diam sebagai penonton.
Walahu a'lam bishawab
Oleh: Fiani, S.Pd.
(Sahabat Topswara)
0 Komentar