Topswara.com -- Perusahaan Wajib Bayar THR Secara Penuh dan Tak Dicicil. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mewajibkan perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 2022 secara penuh kepada pekerja. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. (Tirto.id)
Pemerintah menyatakan akan menindak tegas pengusaha yang tidak membayarkan penuh THR pekerjanya. Saat terjadi pelanggaran, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha. (PPID. Setkab.co.id)
Dalam surat edaran tersebut juga dituliskan, bagi perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 sehingga tidak mampu memberikan THR sesuai waktu yang ditentukan, Menaker meminta gubernur dan bupati/wali kota agar memberikan solusi. Solusinya dengan mengharuskan pengusaha melakukan dialog dengan pekerja/buruh untuk mencapai kesepakatan yang dilaksanakan secara kekeluargaan dan dengan iktikad baik. (ekonomi. Bisnis.com)
Solusi Parsial Sistem Ekonomi Kapitalis
Pemenuhan hak pekerja merupakan permasalahan yang selalu terulang tahun ke tahun, termasuk pembayaran THR. Dari sini sangat kentara keberpihakan pemerintah kepada pengusaha yang membuat masyarakat sangsi apakah pemerintah bisa tegas pada pengusaha yang tidak memenuhi hak pekerjanya.
Selain itu, gelombang protes disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja masih kuat gaungnya, namun pemerintah seolah bisu, tuli, dan buta terhadap itu semua. Pasal-pasal di dalamnya dinilai sangat berpihak terhadap korporasi dan menzalimi pekerja.
Kabar terkini, kasus hebohnya emak-emak antri minyak goreng yang dipatok harga 14 ribu, berdesakan hingga mengancam nyawa mereka. Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng ini menjadi indikasi bahwa para mafia minyak goreng menang telak berhadapan dengan pemerintah. Betapa tidak, pemerintah seperi lembu yang dicocok hidungnya.
Pembagian THR yang merupakan kebijakan pemerintah ini seolah menjadi dewa penolong bagi masyarakat. Pertanyaannya, mampukah THR mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan menaikkan daya beli masyarakat? Jelas tidak mungkin, pasalnya, THR hanya diberikan satu bulan dari 12 bulan dalam setahun. Lalu yang sebelas bulan sisanya bagaimana mencukupi kebutuhan dasarnya? Sementara harga-harga sembako sebagai kebutuhan pokok terus melonjak.
Perekonomian yang sangat labil dan kebijakan yang sering tidak memihak rakyat menjadi tabiat sistem kapitalis. Kebijakan THR pun tidak bisa diandalkan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi apalagi menciptakan kesejahteraan pada masyarakat. Parahnya, kebijakan ini sangat mungkin menzalimi pengusaha bermodal kecil yang kebanyakan mereka adalah para pribumi.
Akar Masalah
Setiap persoalan yang muncul pasti ada akar masalahnya. Problem mendasar dari THR, BLT, dan BSU tidak lepas dari sistem ekonomi yang berlaku di atas pijakan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Kebebasan bermain para cukong asing dan aseng terbuka lebar.
Mereka para mafia migor dan penguasa komprador yang menjadi kacungnya para pengusaha. Hal ini bisa terlihat dari ketidakmampuan pemerintah menindak tegas mafia migor. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan selalu berpihak pada korporasi.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalis yang berasaskan sekularisme yaitu fasludiin ‘anil hayah; pemisahan agama dari kehidupan, hanya memosisikan manusia sebagai faktor produksi. Artinya, manusia sama harganya dari faktor produksi lain, seperti tanah, modal, dan SDA.
Keuntungan harus didapat sebesar-besarnya, sedangakan biaya produksi ditekan serendah-rendahnya.
Upah pekerja terhitung sebagai biaya produksi sehingga dijadikan jalan untuk menekannya. Begitulah teori mereka, ada juga istilah ‘upah besi’ dalam sistem kapitalis sebagai perhitungan terbaiknya. “Terbaik” dalam konteks di sini, tentu bukan terbaik bagi pekerja, melainkan bagi produksi.
Akibatnya, upah akan selalu berada di level batas minimum (UMP). Bagai makan buah simalakama; jika upah terlalu tinggi, keuntungan akan berkurang. Begitu pun jika upah terlalu rendah, akan menurunkan produktivitas sebab buruh tidak optimal bekerja.
Penguasa dalam sistem ekonomi kapitalis sebagai regulator saja. Artinya, pembuat aturan yang selalu berpihak kepada pengusaha. Negara kapitalis tidak memiliki fungsi menjamin kesejahteraan masyarakat. Berbagai macam kebutuhan masyarakat dihandle oleh swasta. Disini akan tampak jelas jika segala sesuatu diurus swasta, pastilah berorientasi profit. Dampaknya adalah ketimpangan makin kentara.
Penguasaan kebutuhan publik oleh swasta, yang terpenuhi kebutuhannya hanyalah mereka yang mampu membeli. Sedangkan masyarakat grass root harus makin menahan diri karena semua itu tidak mengalir pada mereka.
Wajar jika yang kaya akan semakin kaya karena mereka mampu membeli sejumlah fasilitas yang dapat menunjang hidup dan bisnisnya. Sebaliknya, rakyat miskin akan makin miskin dan terpuruk.
Oleh karenanya, THR, BLT, atau BSU hanyalah solusi tambal sulam sistem kapitalisme dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya dibuat sendiri olehnya. Dengan demikian, menyelesaikan masalah kesejahteraan tidak bisa menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Negara harus menggantinya karena sistem tersebut telah terbukti kuat sebagai biang keladi permasalahan negeri ini.
Jaminan Kesejahteraan dalam Islam
Allah swt telah mengingatkan manusia seluruh negeri agar bertakwa dalam QS Al A’raaf 96: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Ayat di atas sangat jelas dan eksplisit, maka jika ingin selamat, negara harus menerapkan hukum atau syariat Allah SWT dalam semua urusan kehidupannya. Tidak cukup hanya dengan menerapkan syariat-Nya saja akan tetapi harus dalam bingkai Khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah, yang telah terbukti mampu menyejahterakan warga selama berada-abad lamanya.
Dalam Daulah Islam, negara berfungsi sebagai riayah ‘anissu’unil ummah yaitu pihak sentral dalam mengurus seluruh urusan umat. Dengan demikian, negara dengan kekuatan baitulmalnya akan mampu menjamin kesejahteraan warga.
Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah masyhur diketahui banyak orang bahwa beliau mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya hingga tidak didapati seorang pun yang berhak menerima zakat. Semua itu karena penerapan sistem Islam yang menyeluruh oleh negara termasuk juga sistem ekonominya.
Selain itu, sistem pemerintahan Islam akan menindak tegas para pengusaha yang dzalim ingkar dari kewajibannya memenuhi hak pekerja. Bahkan Rasulullah bersabda: “Berikanlah upah pekerjamu, sebelum kering keringatnya”.
Pemerintah pun tidak akan kalah oleh mafia dagang dan memastikan pekerja diupah sepadan, yaitu upah setara dengan manfaat yang diberikan pekerja pada majikannya. Jika upah masih juga belum menutupi kebutuhan hidup seseorang, semua itu adalah tanggung jawab penguasa.
Kisah lain yaitu Khalifah Umar bin Khaththab ketika malam gulita beliau memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu yang kedua anaknya menangis kelaparan. Semua ini semata adalah wujud tanggung jawab penguasa dan juga kasih sayang kepada rakyatnya.
Dengan demikian, kesejahteraan hanya akan dapat diraih jika menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islam. Kebijakan ini sudah seharusnya dibuat oleh negara untuk memberikan hak pekerja bila akad ijarah menuntut itu. Namun soal kesejahteraan, tentu tidak bisa diandalkan dari THR. Wallahualam.
Oleh: Setya Soetrisno
Mubaligah Solo Raya
Rujukan:
https://tirto.id/kemnaker-perusahaan-wajib-bayar-thr-secara-penuh-dan-tak-dicicil-gqJk
https://ppid.setkab.go.id/2021/04/12/menaker-terbitkan-edaran-thr-wajib-dibayar-penuh/
https://ekonomi.bisnis.com/read/20220404/12/1518524/thr-dibayar-penuh-tahun-ini-pengusaha-tak-patuh-bakal-kena-sanksi
0 Komentar